KABARBURSA.COM - Saham BYD melejit di bursa Hong Kong setelah perusahaan mobil listrik asal China itu memperkenalkan teknologi pengisian daya super cepat dan mengumumkan program insentif saham bagi karyawan. Pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025, pagi, saham BYD sempat naik hingga 6 persen dan menyentuh rekor HKD408,80 (sekitar USD52,61 atau Rp867.000) sebelum akhirnya ditutup menguat 3,2 persen. Sementara itu, saham BYD yang diperdagangkan di bursa Shenzhen juga mencatat kenaikan 0,5 persen.
Dilansir dari The Wall Street Journal di Jakarta, Selasa, Peningkatan harga saham ini dipicu oleh pengumuman teknologi pengisian daya terbaru yang diklaim mampu memberikan daya tempuh 400 kilometer hanya dalam lima menit pengisian. BYD menyatakan inovasi ini memungkinkan pengguna mengisi daya mobil listrik secepat pengisian bahan bakar kendaraan konvensional. Teknologi fast charging ini akan tersedia pada model terbaru Han L sedan dan Tang L SUV, yang dijadwalkan mulai dijual bulan depan.
Selain itu, BYD juga terus mendorong persaingan dalam teknologi mengemudi otonom di antara pabrikan mobil listrik China. Setelah sebelumnya mengumumkan rencana menerapkan sistem asisten pengemudi "God’s Eye" pada mobil massal, langkah ini semakin memperkuat posisinya di industri kendaraan listrik.
Di sisi penjualan, BYD masih menjadi raja mobil listrik di China dengan pengiriman 318.233 unit sepanjang Februari 2025. Di indonesia, selama periode Juni hingga Desember 2024, BYD mencatat penjualan 15 ribu unit mobil listrik. Angka ini menunjukkan pertumbuhan pesat dalam kurun waktu tujuh bulan dan menandakan semakin tingginya minat konsumen terhadap kendaraan listrik.
Sementara itu, Tesla yang sebelumnya menjadi pesaing kuat justru kehilangan pangsa pasar di Negeri Tirai Bambu. Penjualan Tesla anjlok 49 persen dibandingkan tahun lalu dengan hanya 30.688 unit terjual di bulan Februari.
Sebagai bagian dari strateginya, BYD juga mengumumkan rencana penerbitan saham insentif bagi karyawan dengan alokasi hingga 10 persen dari total modal saham perusahaan tahun ini. Setiap karyawan yang berpartisipasi dalam program ini tidak boleh memiliki lebih dari 1 persen dari total saham beredar. Investor kini menanti laporan kinerja BYD untuk kuartal IV yang dijadwalkan rilis Senin depan.
Saham Otomotif di Indonesia Tergerus
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di Indonesia anjlok lebih dari 5 persen hari ini dan memicu aksi jual besar-besaran di berbagai sektor. Salah satu yang terkena dampaknya adalah emiten otomotif yang mayoritas mengalami penurunan signifikan. Padahal, di saat yang sama, saham BYD di Hong Kong justru melesat usai peluncuran teknologi fast charging terbarunya.
1. ASII Merosot, Laba Masih Stabil
Saham PT Astra International Tbk (ASII) dalam sepekan terakhir turun ke level 4.650, terkoreksi 3,12 persen. Padahal, emiten ini masih mencatatkan laba yang cukup stabil.
Dari laporan keuangannya, laba bersih ASII di kuartal pertama 2024 mencapai Rp7,46 triliun, lebih rendah dari kuartal pertama 2023 yang mencapai Rp8,71 triliun. Kuartal kedua 2024 juga mencatatkan penurunan ke Rp8,39 triliun dari Rp8,73 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Namun, di kuartal ketiga, ASII justru mencetak kenaikan laba signifikan ke Rp9,99 triliun dari sebelumnya Rp8,24 triliun. Sementara kuartal keempat perolehan labanya mencapai Rp8,19 triliun dari sebelumnya Rp8,14 triliun pada kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Secara tahunan, laba ASII dalam 12 bulan terakhir mencapai Rp34,05 triliun, naik tipis dari Rp33,83 triliun pada 2023. Artinya, meskipun tekanan pasar cukup besar, ASII masih mampu menjaga kinerja profitabilitasnya.
2. IMAS Tertahan di Arah Berlawanan
Sementara itu, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) mengalami pukulan yang lebih berat. Sahamnya terjun bebas 13,44 persen dalam sepekan terakhir, turun ke 805 dari level 945.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah kinerja keuangan IMAS yang merosot tajam. Laba bersih kuartal pertama 2024 hanya Rp15 miliar, jauh dibandingkan Rp178 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Kuartal kedua juga tidak lebih baik, hanya mencetak laba Rp25 miliar, turun dari Rp150 miliar di 2023.
Di kuartal ketiga, IMAS sedikit bangkit dengan mencetak laba Rp42 miliar, lebih tinggi dari kuartal kedua, tetapi tetap jauh di bawah pencapaian 2023 yang mencapai Rp57 miliar. Secara tahunan, laba IMAS anjlok dari Rp633 miliar pada 2023 menjadi hanya Rp109 miliar di 2024.
3. MPMX Bertahan, Tapi Laba Menyusut
Saham PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) masih bertahan di 935 dalam sepekan terakhir dengan pergerakan yang relatif stabil. Namun, dari sisi kinerja keuangan, perusahaan ini mencatatkan tren yang beragam. Laba kuartal pertama 2024 naik ke Rp164 miliar dibandingkan Rp131 miliar tahun lalu. Kuartal kedua juga menunjukkan kenaikan ke Rp163 miliar dari sebelumnya Rp133 miliar.
Tapi di kuartal ketiga, laba MPMX justru turun drastis ke Rp114 miliar dari Rp157 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Secara tahunan, laba MPMX masih mencatatkan kenaikan dari Rp526 miliar di 2023 menjadi Rp588 miliar di 2024, tapi tren kuartalan menunjukkan tekanan yang mulai muncul.
4. INDS Semakin Terpuruk
Nasib kurang baik juga dialami PT Indospring Tbk (INDS). Sahamnya anjlok 3,74 persen dalam sepekan ke level 206. Laba perusahaan ini juga merosot drastis. Di kuartal pertama 2024, INDS hanya mencetak laba Rp15 miliar, anjlok dari Rp60 miliar tahun lalu. Kuartal kedua juga tak lebih baik, hanya Rp26 miliar dibandingkan Rp50 miliar pada periode yang sama di 2023.
Kuartal ketiga makin parah, laba hanya Rp12 miliar, padahal tahun lalu bisa mencapai Rp80 miliar. Secara tahunan, laba INDS yang pada 2023 mencapai Rp183 miliar kini hanya tersisa Rp71 miliar di 2024.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.