KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam lebih dari 5 persen pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025, sehingga Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara atau trading halt.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, tidak memungkiri pelemahan indeks terjadi di tengah kekhawatiran investor terhadap defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meningkat, ditambah dengan sentimen negatif lainnya dari sektor perbankan dan teknologi.
"Oke itu salah satu faktor dari efek ya dari defisit APBN itu sendiri, karena kalau kita lihat kita tarik lebih ke belakang lagi, sebenarnya bukan hanya defisit APBN, tapi dari secara globalnya juga, kata pria yang akrab dengan sapaan Didit dalam program siaran langsung KabarBursa.com Breaking pada Selasa, 18 Maret 2025.
Ia menjelaskan bahwa defisit APBN menjadi faktor pendukung yang menekan IHSG, seiring dengan ketidakpastian kebijakan ekonomi pemerintahan baru. Defisit APBN yang meningkat mengurangi kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia, sehingga arus dana asing terus keluar dari pasar saham. "Outflow asing tercatat mencapai Rp26,9 triliun, yang semakin memperburuk tekanan terhadap IHSG," ujar Didit.
Selain faktor APBN, sektor teknologi juga mengalami pukulan berat dengan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang kembali mencatatkan auto reject bawah (ARB) berturut-turut, sehingga menyeret sektor ini lebih dalam. Koreksi juga terjadi di sektor perbankan akibat berbagai sentimen negatif, termasuk isu reshuffle kabinet dan eskalasi geopolitik di Timur Tengah.
“Perbankan adalah penggerak utama IHSG. Saat saham big caps seperti BCA (BBCA), BRI (BBRI), BNI (BBNI), dan Bank Mandiri (BMRI) tertekan, indeks sulit untuk bertahan. Saat ini, investor cenderung wait and see untuk mencari titik masuk terbaik," ujar dia.
Lebih lanjut, munculnya rumor mengenai pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga memicu panic selling. “Meskipun pihak Istana sudah membantah isu ini, kepanikan sudah terlanjur terjadi di pasar,” ucap dia.
Mengenai prospek IHSG ke depan, Didit menilai bahwa peluang penguatan masih ada, meskipun dalam jangka pendek. "Saat ini, kita melihat support di 6.092 hingga 6.140. Jika mampu bertahan dan rebound, IHSG berpotensi menguji level 6.220 sebagai resistance selanjutnya," katanya.
Keputusan Trading Halt
Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi dibekukan sementara imbas Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG mengalami penurunan siginifikan pada Selasa, 18 Maret 2025.
Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan pada hari ini pukul 11:19:31 waktu Jakarta telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di BEI Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan IHSG mencapai 5 persen.
"Hal ini dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat," jelas dia dalam keterangan resmi.
Kautsar menyampaikan, perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan.
Sejak dibekukan, IHSG turun anjlok 5 persen atau turun 325 poin ke level 6.146. Sebanyak 552 saham terpantau melemah, 97 saham menguat, dan 197 saham stagnan.
Adapun Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka melemah sebesar 0,17 persen atau turun 11 poin ke level 6.460 pada perdagangan Selasa, 18 Maret 2025.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan pelemahan tajam IHSG.
“Pertama, hasil APBN Februari yang buruk dan prospek fiskal 2025 yang berat membuat investor semakin waspada," ungkap Wijayanto kepada Kabarbursa.com melalui telepon, Selasa, 18 Maret 2025.
Wijayanto menjelaskan faktor kedua yakni kebijakan pemerintah yang dianggap tidak realistis dan kurang didukung oleh teknokrasi yang jelas menambah ketidakpastian. Ketiga, berbagai isu mega korupsi yang mencuat akhir-akhir ini semakin merusak kepercayaan investor.
Selain itu, ia juga menyoroti dua isu baru yang dinilai memperburuk sentimen pasar.
“Yang keempat adalah kekhawatiran atas wacana Dwi Fungsi ABRI yang bisa memicu protes besar. Kelima, investor khawatir terhadap kemungkinan penurunan peringkat kredit Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional,"ucap dia.
Dia menyebut dalam waktu dekat, Fitch dan Moody’s akan mengumumkan penilaian mereka pada Maret-April, sedangkan S&P dijadwalkan merilis hasilnya pada Juni-Juli. "Jika ada revisi ke bawah, dampaknya bisa semakin dalam terhadap pasar keuangan,”katanya.
Memimpin Top Gainer
Sementara mengutip Stockbit, saham PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) memimpin top gainer dengan lonjakan harga sebesar 33,80 persen menjadi 95 per lembar saham.
Saham lainnya yang turut mencatatkan kenaikan signifikan adalah PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJT) yang naik 24,81 persen ke 1.685 dan PT Anabatic Technologies Tbk. (ATIC) naik 12,22 persen ke 505.
Ada juga PT KS Food Sejahtera Tbk. (AISA) yang mencatat performa positif sebesar 10,31 persen ke 107 serta PT enn Teknologi Indonesia Tbk. (MENN) dengan kenaikan 10,00 persen ke level 44.
Di sisi lain, saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) mengalami koreksi paling tajam dengan penurunan 16,37 persen ke 121.050 per lembar saham.
Beberapa saham lain yang juga mengalami penurunan, seperti PT Graha Prima Mentari Tbk. (GRPM) yang terkoreksi sebesar 9,46 persen ke 67.
Ada pula PT Isra Presisi Indonesia Tbk. (ISAP) yang turun 9,09 persen ke 10, lalu PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) turun 7,38 persen ke 113, dan terakhir PT Bersama Mencapai Puncak Tbk. (BAIK) turun 7,22 persen ke 90.
Adapun Reliance Sekuritas, memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran support pada level 6,443 dan resistance pada level 6,547 dengan kecenderungan menguat.
"Secara teknikal, candle IHSG berbentuk black spinning top, dibawah MA5 dan MA20 namun indikator MACD masih dalam keadaan golden cross. Ini mengartikan IHSG berpeluang besar berbalik arah menjadi naik," tulis Reliance dalam risetnya yang diterima KabarBursa.com.(*)