Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IHSG Pekan ini Turun Sebesar 1,81 Persen ke Level 6.515,63

P.H. Sekretaris Perusahaan BEI, Eko Susanto mengatakan rata-rata frekuensi transaksi harian bursa pekan ini mengalami penurunan sebesar 1,48 persen

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 March 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Syahrianto
IHSG Pekan ini Turun Sebesar 1,81 Persen ke Level 6.515,63 Layar utama Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di main hall Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menyampaikan beberapa data perdagangan periode 10-14 Maret 2025 yang mengalami sejumlah perubahan. 

P.H. Sekretaris Perusahaan BEI, Eko Susanto mengatakan rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa pekan ini mengalami penurunan sebesar 1,48 persen. 

"Menjadi 1,09 juta kali transaksi dari 1,10 juta kali transaksi pada pekan lalu," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 15 Maret 2025.

Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada pekan ini turut mengalami penurunan sebesar 1,81 persen, berada pada level 6.515,631 dari 6.636,000 pada pekan lalu.

Eko melanjutkan, penurunan turut dialami oleh kapitalisasi pasar Bursa yaitu sebesar 1,87 persen menjadi Rp11.235 triliun dari Rp11.450 triliun pada sepekan sebelumnya.

"Rata-rata volume transaksi harian Bursa pekan ini juga mengalami perubahan, yaitu sebesar 12,94 persen menjadi 17,31 miliar lembar saham dari 19,88 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," ungkap dia. 

Penurunan juga dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian Bursa  sebesar 28,43 persen menjadi triliun Rp9,40 dari Rp13,14 triliun pada pekan sebelumnya.

Adapun untuk Investor asing pada Jumat, 14 Maret 2024, kata Eko, mencatatkan nilai jual bersih Rp1,77 triliun.

"Dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp26,04 triliun," pungkasnya. 

IHSG Diramal Sulit Tembus Level 7.000 pada Kuartal I 2025

Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diproyeksikan belum bisa mencapai level 7.000 pada kuartal I tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh beberapa sentimen. 

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto memperkirakan pergerakan IHSG hingga kuartal I nanti masih cenderung mengarah ke bawah. 

"Kalau sepanjang kuartal 1 sampai dengan bulan Maret 2025 mungkin pergerakannya (IHSG) agak sedikit melebar ke bawah ya," ujar dia dalam acara Media Day Mirae Asset di Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.

Meski diprediksi bergerak ke arah bawah, Rully berharap IHSG tidak menyentuh ke level 6.200 seperti beberapa waktu lalu. Dia menyebut pergerakan indeks masih dipengaruhi oleh sentimen dari global. 

Selain itu, tidak adanya sentimen positif yang signifikan terhadap pasar menjadikan IHSG belum bisa mencapai level 7.000 pada kuartal I 2025 mendatang.  

Menurut Rully, sentimen positif terdekat yang bisa dimanfaatkan ialah pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada bulan ini.

"Salah satu yang bisa mendorong apabila Bank Indonesia di bulan Maret ini menurunkan suku bunga, itu mungkin yang akan mendorong IHSG lebih tinggi. Mudah-mudahan bisa mendekati  antara 6.700 sampai 6.800," tuturnya. 

Lebih lanjut Rully memprediksi, IHSG baru akan mencapai level 7.000 ialah pada semester I 2025. Dalam hal ini, ia memperkirakan indeks akan berada di kisaran 6.500 hingga 7.000.

"Kalau di semester 1 sampai dengan Juni 2025 mungkin di level 6.500 sampai 7.000" pungkasnya. 

Pembagian THR Disebut Bisa jadi Katalis Positif IHSG

Pencairan THR juga diperkirakan akan menjadi katalis positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjelang Idulfitri 1446 atau 2025 ini.

Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyatakan bahwa aliran dana THR ke masyarakat berpotensi meningkatkan konsumsi, yang pada akhirnya berdampak pada pergerakan sektor ritel dan perbankan di pasar modal.

“Pencairan THR dalam jumlah besar akan meningkatkan daya beli masyarakat, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan konsumsi ini dapat memberikan dampak positif pada sektor ritel, barang konsumsi, dan perbankan, yang pada akhirnya berpotensi menguatkan IHSG,” ujar Syafruddin kepada kabarbursa.com, Kamis, 13 Maret 2025.

Dia memprediksi sektor ritel kemungkinan besar akan mengalami lonjakan transaksi seiring meningkatnya belanja masyarakat untuk kebutuhan Lebaran.

“Perusahaan-perusahaan di sektor ini bisa memperoleh manfaat signifikan, terutama yang bergerak di segmen pakaian, makanan, dan kebutuhan rumah tangga,” tutur dia.

Menurut dia emiten seperti PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk dalam kode saham RALS, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) diperkirakan akan mengalami peningkatan penjualan selama periode ini.

Selain itu, sektor barang konsumsi juga mendapat dorongan dari peningkatan permintaan makanan dan minuman. “Produk makanan olahan, minuman ringan, serta kebutuhan pokok lainnya akan mengalami lonjakan permintaan,” ujar dia.

Emiten seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) diprakirakan berpotensi mendapatkan dampak positif dari peningkatan konsumsi masyarakat.

Selain itu, sektor perbankan juga diperkirakan mendapat dorongan dari peningkatan transaksi keuangan dan simpanan masyarakat. 

“Arus dana yang lebih besar di rekening bank dapat memperkuat likuiditas perbankan, terutama di bank-bank yang memiliki eksposur tinggi pada segmen ritel dan kredit konsumsi,” ujar Syafruddin.

Emiten perbankan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) disebut sebagai beberapa bank yang memperoleh manfaat dari peningkatan perputaran uang di masyarakat.

Namun, ia mengingatkan bahwa meski pencairan THR bisa menjadi pendorong jangka pendek bagi IHSG, investor tetap perlu memperhatikan faktor-faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga dan kondisi pasar global.

“Secara keseluruhan, pencairan THR berpotensi menjadi katalis positif bagi IHSG, tetapi dampaknya kemungkinan besar hanya bersifat sementara,” katanya.

Syafruddin menegaskan faktor global, kebijakan suku bunga, dan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi tetap menjadi faktor penentu utama pergerakan pasar modal dalam jangka menengah dan panjang.