KABARBURSA.COM - Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di level USD2.977,36 per troy ons pada perdagangan Kamis, 13 Maret 2025 malam.
Kenaikan harga ini memberikan katalis positif bagi emiten-emiten produsen emas di Indonesia, seperti PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI).
Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani, menyebut bahwa lonjakan harga emas ini berpotensi meningkatkan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) dan margin laba perseroan.
“Kenaikan harga emas menjadi katalis positif bagi emiten tambang emas karena dapat meningkatkan pendapatan dan profitabilitas mereka. Dengan ASP yang lebih tinggi, perusahaan dapat mencatatkan margin yang lebih baik, terutama jika biaya produksi tetap terkendali,” ujar Hendriko dalam riset hariannya, Jumat, 14 Maret 2025.
Tren Kenaikan Harga Emas
Sejak awal tahun 2025, harga emas mengalami lonjakan signifikan, dimulai dari USD2.450 per troy ons pada Januari, naik ke USD2.650 per troy ons pada Februari, dan mencapai level tertinggi sepanjang masa sebesar USD2.977,36 per troy ons pada 13 Maret 2025. Tren kenaikan ini mencerminkan meningkatnya minat pasar terhadap emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Kebijakan tarif proteksionis yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menjadi salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga emas ke level tertinggi sepanjang masa. Pada Februari 2025, Trump memberlakukan tarif 25 persen atas impor baja dan aluminium tanpa pengecualian, dengan tujuan melindungi industri domestik yang sedang berjuang.
Selain itu, Trump juga menerapkan tarif 25 persen pada impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif tambahan 10 persen terhadap barang-barang asal China. Tindakan ini memicu respons keras dari negara-negara terkait, yang menjanjikan tarif balasan terhadap barang-barang AS, sehingga meningkatkan ketidakpastian di pasar global.
Ketegangan perdagangan yang berkepanjangan ini meningkatkan ekspektasi inflasi dan menopang permintaan terhadap aset safe haven seperti emas. Akibatnya, harga emas mencapai rekor baru, dengan spot gold naik 0,4 persen menjadi USD2.917,80 per ounce pada Februari 2025, setelah sebelumnya mencapai rekor tertinggi USD2.942,70.
Selain itu, ekspektasi terhadap pelonggaran kebijakan moneter turut menjadi katalis penguatan harga emas. Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter oleh Federal Reserve (The Fed) telah menjadi katalis utama dalam penguatan harga emas. Pada Desember 2024, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, yang mendorong harga emas naik ke level USD2.648 per troy ons.
Penurunan suku bunga ini menurunkan biaya peluang memegang aset tanpa bunga seperti emas, sehingga meningkatkan daya tariknya bagi investor.
Terakhir, inflasi yang masih tinggi menjadi faktor lain yang menopang kenaikan harga emas. Pada Desember 2024, inflasi AS mencapai 2,9 persen year-on-year (yoy), naik dari 2,7 persen pada November dan 2,6 persen pada Oktober.
Dalam kondisi inflasi yang terus meningkat, daya beli mata uang melemah, sehingga investor cenderung beralih ke emas sebagai lindung nilai. Sejarah menunjukkan bahwa emas memiliki korelasi positif dengan inflasi, di mana kenaikan harga barang dan jasa sering kali diikuti oleh lonjakan harga emas. Dengan faktor-faktor ini, emas diperkirakan masih memiliki potensi kenaikan lebih lanjut dalam waktu dekat.
ANTM bakal Cuan Terbesar
Kenaikan harga emas yang mencapai USD2.977 per troy ons memberikan dampak positif bagi emiten tambang emas di Indonesia. Dengan harga jual rata-rata (ASP) yang meningkat secara signifikan dari USD1.900 per troy ons ke level tertinggi saat ini, prospek pendapatan emiten semakin cerah.
Berdasarkan simulasi perhitungan, emiten-emiten seperti BRMS, PSAB, MDKA, ANTM, dan ARCI akan mengalami lonjakan pendapatan yang cukup besar, dengan potensi peningkatan mencapai 56,7 persen. Hal ini mencerminkan betapa besarnya pengaruh kenaikan harga emas terhadap kinerja keuangan para produsen emas dalam negeri.
PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dengan estimasi produksi 100.000 oz pada 2025, diproyeksikan memperoleh pendapatan sebesar USD297,7 juta, meningkat dari sebelumnya USD190 juta. Lonjakan ini dapat mendorong peningkatan margin laba dan memperkuat fundamental bisnis perusahaan.
Sementara itu, PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB), dengan produksi sebesar 150.000 oz, berpotensi mencatatkan pendapatan USD446,55 juta, naik dari USD285 juta. Kenaikan ini memberi peluang bagi PSAB untuk memperbaiki kondisi keuangan dan mendorong ekspansi produksi ke depan.
PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), salah satu emiten tambang emas terbesar di Indonesia, memiliki estimasi produksi sebesar 200.000 oz. Dengan kenaikan harga emas, pendapatannya diperkirakan melonjak dari US$380 juta menjadi USD595,4 juta. Keuntungan tambahan ini dapat memberikan ruang bagi MDKA untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut dan mempercepat proyek ekspansi tambang.
Di sisi lain, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatat produksi tertinggi di antara emiten lainnya, yaitu 300.000 oz. Dengan ASP terbaru, pendapatannya berpotensi meningkat dari USD570 juta menjadi USD893,1 juta, menjadikannya sebagai emiten dengan potensi pendapatan tertinggi.
PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), meskipun memiliki produksi yang lebih kecil dibandingkan emiten lainnya, tetap merasakan dampak positif dari kenaikan harga emas. Dengan estimasi produksi 50.000 oz, pendapatannya diproyeksikan naik dari USD95 juta menjadi USD148,85 juta. Lonjakan pendapatan ini memberikan dorongan bagi ARCI untuk memperkuat profitabilitas dan memperluas operasionalnya.
Dari kelima emiten tersebut, ANTM menjadi yang paling diuntungkan dari kenaikan harga emas, dengan estimasi pendapatan USD893,1 juta pada 2025. Disusul oleh MDKA dengan USD595,4 juta dan PSAB dengan USD446,55 juta. Kinerja keuangan emiten-emiten ini menunjukkan bahwa skala produksi menjadi faktor utama dalam memanfaatkan lonjakan harga emas.
Dengan tren kenaikan harga emas yang masih berlanjut, emiten tambang emas berpotensi terus mencatatkan kinerja positif dalam beberapa kuartal mendatang, menjadikan mereka pilihan menarik bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum bullish komoditas emas. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.