KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mengalami volatilitas tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Hal ini disampaikan oleh Global Market Strategist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, yang menilai bahwa faktor eksternal dan internal masih memberikan tekanan bagi pasar saham Indonesia.
“Kondisi ekonomi global saat ini masih kurang kondusif, ditambah dengan sentimen negatif dari lembaga investasi seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley yang semakin menekan IHSG dalam beberapa hari terakhir,” ujar Myrdal dalam Dialog Analis Kabar Bursa Hari Ini, Rabu, 12 Maret 2025.
Meskipun demikian, menurutnya, volatilitas ini tetap memberikan peluang bagi investor jangka pendek untuk meraih keuntungan.
Salah satu faktor utama yang memengaruhi pasar adalah perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, Kanada, dan Meksiko. Ketidakpastian dari konflik dagang ini semakin memperburuk sentimen investor global terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Myrdal juga mencatat bahwa investor asing telah mencatatkan aksi jual bersih (net selling) di bursa saham Indonesia dengan nilai mencapai USD1,1 miliar sejak awal tahun 2025 hingga saat ini.
“Kita melihat banyak investor global yang mulai kehilangan kesabaran terhadap progres ekonomi Indonesia. Jika kondisi ekonomi tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, mereka cenderung mengambil aksi jual saat IHSG mengalami penguatan atau sell on rally,” jelasnya.
Ke depan, Myrdal memprediksi pergerakan IHSG masih akan terus volatile. “Hari ini mungkin kita melihat rebound signifikan, tetapi tidak menutup kemungkinan IHSG kembali mengalami tekanan jika ada sentimen negatif baik dari global maupun domestik,” tambahnya.
Dalam kondisi seperti ini, Myrdal menyarankan agar investor jangka pendek lebih aktif memanfaatkan momentum volatilitas pasar. Sementara itu, bagi investor jangka panjang, strategi buy on weakness bisa diterapkan dengan fokus pada saham-saham berfundamental kuat dan valuasi menarik.
Ia juga menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah dalam menciptakan stabilitas pasar. Menurutnya, jika program pemerintah seperti makan bergizi gratis dan berbagai inisiatif investasi mulai menunjukkan hasil konkret, hal ini bisa menjadi katalis positif bagi IHSG. Namun, hingga saat ini, ketidakpastian masih tinggi sehingga volatilitas pasar diperkirakan akan terus berlanjut.
“Selama belum ada perkembangan yang lebih firm terkait perang dagang dan hasil nyata dari kebijakan ekonomi domestik, pasar akan tetap berfluktuasi,” tutupnya.
IHSG Ditutup Menguat
IHSG ditutup menguat pada perdagangan hari ini, Selasa, 12 Maret 2025, naik 119,19 poin atau 1,82 persen ke level 6.665,04.
Sepanjang sesi, indeks sempat menyentuh level tertinggi di 6.660 dan level terendah di 6.540, sebelum akhirnya ditutup lebih tinggi.
Total volume transaksi mencapai 179,05 juta lot dengan nilai perdagangan sebesar Rp9,28 triliun dari 1,11 juta transaksi. Untuk transaksi reguler, tercatat volume 143,24 juta lot dengan nilai perdagangan Rp7,76 triliun.
Pada perdagangan hari ini, saham PT Sinar Terang Mandiri Tbk atau dalam kode saham MINE memimpin daftar top gainers setelah melonjak 25,00 persen ke level Rp420 per saham.
Di posisi kedua, saham Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 24,43 persen ke level Rp550 per saham, sementara saham Dana Brata Luhur Tbk (TEBE) turut menguat 24,37 persen ke level Rp740 per saham.
Saham Aesler Grup Internasional Tbk atau dalam kode saham RONY yang bergerak di sektor arsitektur juga mencatatkan penguatan signifikan, naik 20,27 persen ke level Rp1.780 per saham. Sementara itu, saham Green Power Group Tbk (LABA) menguat 18,67 persen ke level Rp178 per saham.
Di sisi lain, sejumlah saham mengalami tekanan jual. Saham Homeco Victoria Makmur Tbk (LIVE) memimpin daftar top losers setelah merosot 25,00 persen ke level Rp198 per saham. Saham Remala Abadi Tbk (DATA) juga mencatatkan penurunan sebesar 24,91 persen ke level Rp1.100 per saham, sementara saham Sumber Energi Andalan Tbk (ITMA) turun 24,86 persen ke level Rp665 per saham.
Saham PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) juga terkoreksi 24,80 persen ke level Rp191 per saham, sedangkan saham Sentul City Tbk (BKSL) turun 17,24 persen ke level Rp72 per saham.
Nilai IHSG hari ini dipengaruhi oleh sektor properti yang turun 0,78 persen, sementara sektor teknologi menjadi penggerak utama dengan kenaikan 5,51 persen. Sektor energi juga mencatatkan penguatan sebesar 0,81 persen, diikuti sektor keuangan yang naik 1,12 persen, dan sektor non-siklikal yang naik 1,30 persen.
Di sisi lain, sektor industri, transportasi, dan infrastruktur juga mencatatkan kenaikan, masing-masing 0,57 persen, 0,59 persen, dan 0,41 persen. Sebaliknya, sektor properti menjadi satu-satunya sektor yang mengalami koreksi signifikan.
Dengan penguatan hari ini, IHSG berhasil mencatatkan kinerja positif meski beberapa saham mengalami penurunan tajam.
IHSG Bangkit dari Tekanan
IHSG masih dalam tekanan setelah aksi jual investor asing yang terus berlanjut. Sejak awal tahun, asing sudah mencatatkan net sell hingga Rp23,19 triliun, angka yang cukup besar dan mencerminkan ketidakpastian di pasar modal Indonesia.
Meski begitu, ada secercah harapan. Beberapa saham big cap, terutama di sektor perbankan, mulai menarik minat asing. Pada perdagangan Selasa, 11 Maret 2025, Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan net buy Rp204,7 miliar, sementara BBCA mendapat aliran dana asing sebesar Rp82,17 miliar.
Head of Republik Investor, Hendra Wardana, mengatakan tekanan besar yang dialami IHSG berkaitan dengan meningkatnya risiko fiskal dan kebijakan ekonomi dalam negeri yang belum cukup meyakinkan pasar.
“Kalau misalnya kita lihat sendiri memang beberapa minggu terakhir ini asing ini net sell besar-besaran, sekitar 23 triliun. Angka itu bisa dibilang sangat besar,” ujar Hendra dalam program Bursa Pagi-pagi di Channel YouTube Kabar Bursa, Rabu, 12 Maret 2025.
Menurut Hendra, stabilitas arus modal asing akan menjadi kunci utama pemulihan IHSG. Jika dana asing mulai kembali masuk ke pasar saham Indonesia, potensi rebound akan semakin besar. Faktor lain yang bisa menjadi pemicu pemulihan IHSG adalah stabilitas eksternal. Hendra menyoroti kebijakan proteksionisme Presiden Donald Trump yang kembali memanaskan tensi perdagangan global.
“Amerika Serikat dengan Presiden Donald Trump-nya bisa dibilang bikin gaduh banget. Kalau tadi malam kita perhatikan, kebijakan steel dari 25 persen dinaikin sampai 50 persen,” katanya.
Kebijakan ini memicu ketegangan dengan China, Kanada, dan Meksiko, yang pada akhirnya berimbas ke pasar negara berkembang seperti Indonesia. Jika ketegangan ini mereda, ada kemungkinan IHSG mendapat sentimen positif. (*)