KABARBURSA.COM - Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam industri nikel sejak 2022 hingga 2024, menjadikannya produsen nikel terbesar di dunia. Hal ini didukung oleh investasi besar dalam pembangunan smelter (peleburan) dan fasilitas pengolahan lainnya.
Pada 2022, Indonesia memproduksi 1,6 juta ton nikel olahan, meningkat dari 1,04 juta ton pada 2021. Sementara itu Indonesia memproduksi 2,02 juta ton nikel olahan tahun 2023, yang setara dengan 57 persen produksi global. Angka ini pun meningkat menjadi 2,38 juta ton pada 2024, mewakili 62 persen dari pangsa pasar global.
Lebih lanjut, pada 2023, kapasitas pemurnian nikel Indonesia mencapai 8 juta metrik ton. Dari data ini, terdapat 33 perusahaan yang terlibat. Menurut laporan dari organisasi nirlaba Amerika Serikat (AS), C4ADS, ditemukan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan tersebut saling tumpang tindih, sehingga perusahaan-perusahaan China mengendalikan sekitar tiga perempat dari kapasitas smelting Indonesia atau sekitar 75 persen dari kapasitas tersebut.
Dua perusahaan China, Tsingshan Holding Group dan Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd, menyumbang lebih dari 70 persen kapasistas pemurnian nikel di Indonesia. Selain itu, produsen nikel China lainnya, CNGR Advanced Materials Co, Ltd, berencana menginvestasikan sekitar Rp168,2 triliun di Indonesia dalam 20 tahun ke depan.
Dominasi perusahaan-perusahaan China dalam industri nikel Indonesia menimbulkan kekhawatiran terkait kendali atas rantai pasokan dan risiko lingkungan. Besarnya pengaruh asing ini dapat membatasi kemampuan Indonesia untuk mengendalikan dan membentuk industri demi keuntungan ekonominya sendiri.
Adapun volume ekspor Indonesia ke China pada 2023 mencapai 1,12 juta ton nikel (hampir 89 persen) ke China dari total ekspor 1,26 juta ton. Nilai ekspor nikel ke China mencapai USD4,34 miliar, meningkat 18,09 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Hal tersebut dipertegas oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) yang menyebutkan bahwa saat ini China berkontribusi sekitar 80-90 persen atas konsumsi nikel Indonesia. Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno mengatakan, pihaknya tengah berupaya mengurangi ketergantungan industri smelter Indonesia pada China, dengan melakukan diversifikasi pembeli ke pasar alternatif seperti AS, Eropa, dan negara Asia lainnya.
Pemain Lokal: Mulai Antam hingga Vale Indonesia
Selain China, terdapat pula beberapa perusahaan dalam negeri yang beroperasi dalam tambang nikel di Indonesia. Sejumlah pemain lokal ini mencakup perusahaan-perusahaan besar yang telah lama beroperasi, baik yang dimiliki negara maupun swasta. Mereka memiliki kontribusi signifikan dalam produksi dan ekspor nikel, serta pengembangan fasilitas smelter untuk meningkatkan nilai tambah industri.
1. Antam (ANTM)
Salah satu badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan mineral, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), merupakan salah satu korporasi yang melakukan aktivitas penambangan nikel. Antam mengoperasikan beberapa wilayah tambang nikel, termasuk Blok Sorowako di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Blok Pomalaa di Kolaka dan Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, dan Blok Morowali di Morowali, Sulawesi Tengah.
Antam sendiri pada 2023 memproduksi feronikel mencapai 21.743 ton nikel dalam feronikel (TNi) dan bijih nikel mencapai 7,30 juta wet metric ton (wmt). Pendapatan yang dihasilkan dari segmen komoditas nikel ini adalah mencapai Rp12,87 triliun, tumbuh 7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp12,03 triliun.
2. Vale Indonesia (INCO)
Berikutnya ada PT Vale Indonesia Tbk atau INCO. Vale Indonesia menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Dalam memproduksi nikel di Blok Sorowako, perusahaan menggunakan teknologi pyrometalurgi (meleburkan bijih nikel laterit). Rata-rata volume produksi nikel per tahun mencapai 75.000 metrik ton.
Secara lebih rinci, Vale Indonesia mencatat produksi nikel dalam matte sebesar 70.728 metrik ton pada 2023, meningkat 18 persen dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 60.090 metrik ton. Untuk kuartal I dan III tahun 2024, masing-masing produksi nikel dalam matte mencapai 18.199 metrik ton dan 18.008 metrik ton.
Untuk melihat seperti apa kontribusi dari komoditas tersebut, Vale Indonesia mencatat total pendapatan sebesar USD229,9 juta, dengan harga realisasi rata-rata nikel sebesar USD12.651 per metrik ton untuk kuartal I 2024.
Lebih lanjut, Vale Indonesia juga melanjutkan rencana pembangunan pabrik pengolahan nikel beserta fasilitas pendukungnya di Sambalagi, Morowali, Sulawesi Tengah, dan di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara. Proyek di Bahodopi direncanakan untuk membangun pabrik pengolahan bijih saprolit menjadi feronikel, sedangkan proyek di Pomalaa akan memproses bijih nikel limonit menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk menghasilkan produk yang dapat diolah menjadi bahan utama baterai kendaraan listrik.
Pada triwulan keempat 2024, INCO membukukan EBITDA sebesar USD54,1 juta, meningkat 15 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Secara tahunan, EBITDA tercatat sebesar USD225,9 juta. Laba bersih perusahaan pada kuartal keempat mencapaUSD6,7 juta, sementara laba bersih tahunan mencapai AS$57,8 juta. Setelah penyesuaian derivatif, laba bersih yang dinormalisasi tercatat sebesar USD14,6 juta untuk triwulan IV dan USD73,3 juta sepanjang tahun 2024.
Perusahaan juga berhasil menekan biaya tunai produksi hingga USD9.374 per ton, yang merupakan level terendah dalam tiga tahun terakhir.
3. Harita Nickel (NCKL)
Sementara itu, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), bagian dari Harita Group, adalah perusahaan pertambangan nikel terintegrasi yang beroperasi di Pulau Obi, Maluku Utara. NCKL mengoperasikan dua tambang bijih nikel dan dua fasilitas smelter, meliputi Smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan kapasitas produksi 25.000 ton per tahun dan Smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) dengan kapasitas produksi 37.000 ton per tahun.
Perusahaan juga sedang membangun fasilitas refinery HPAL kedua melalui entitas anak, PT Obi Nickel Cobalt (ONC), yang direncanakan memiliki tiga jalur produksi dengan kapasitas 65.000 ton kandungan nikel per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan diharapkan mulai beroperasi pada semester pertama tahun 2024.
Selain itu, NCKL merencanakan ekspansi lebih lanjut untuk lini produksi RKEF melalui entitas asosiasi, PT Karunia Permai Sentosa (KPS), dengan rencana 12 jalur produksi berkapasitas 185.000 ton kandungan nikel per tahun (feronikel) yang diharapkan beroperasi secara bertahap mulai semester kedua tahun 2025.
Dari sisi produksinya, berdasarkan data kuartal III 2024, total produksi mencapai 41,06 juta metrik ton basah sejak awal kegiatan eksploitasi. Untuk entitas anak, total produksi bijih nikel mencapai 22,27 juta metrik ton basah sejak awal kegiatan eksploitasi. Harita Nickel pun melaporkan pendapatan sebesar Rp20,38 triliun hingga kuartal III 2024, meningkat 18 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, perlu dicatat bahwa angka ini mencakup seluruh pendapatan perusahaan, tidak hanya dari nikel.
Berdasarkan informasi yang tersedia, Harita Nickel telah melakukan ekspor produk nikel ke China. Pada 16 Juni 2023, melalui entitas asosiasinya PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL), perusahaan ini mengekspor perdana 5.584 ton nikel sulfat ke China. Pengiriman tersebut merupakan bagian dari target pengiriman produk nikel sulfat yang mencapai 240.000 ton per tahun, sesuai dengan kapasitas produksi pabrik.
Kebijakan Larangan Ekspor Bijih Nikel dan Dampaknya
Pada Januari 2020, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah dengan tujuan mendorong hilirisasi industri dan meningkatkan nilai tambah produk nikel dalam negeri. Kebijakan ini berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel secara signifikan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor komoditas turunan nikel pada Januari-Agustus 2022 mencapai USD12,35 miliar, tumbuh hingga 263 persen dibandingkan tahun 2019 sebelum pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel, yang hanya mencapai USD3,40 miliar.
Namun, kebijakan tersebut mendapat protes dari Uni Eropa, yang mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada awal tahun 2021. Uni Eropa menilai bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia melanggar Pasal XI GATT tentang komitmen untuk tidak menghambat perdagangan. Pada November 2022, panel WTO mengeluarkan laporan final yang mendukung posisi Uni Eropa dan memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar pasal tersebut.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi ini untuk meningkatkan nilai tambah industri nikel dalam negeri. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor produk dengan nilai tambah lebih tinggi.
Diversifikasi Pasar Nikel: Mulai AS hingga Eropa
Seperti yang dijabarkan Dewan Penasihan APNI sebelumnya bahwa pihaknya tengah berupaya mengurangi ketergantungan industri smelter Indonesia terhadap pasar China, yang saat ini berkontribusi sekitar 80–90 persen atas konsumsi nikel Indonesia. APNI menilai bahwa penambang nikel di Indonesia harus memenuhi standar keberlanjutan internasional untuk melakukan diversifikasi pembeli ke pasar alternatif.
Wacana tersebut didasari pada pernyataan Deputi di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Septian Hario Seto, mengatakan kepada Reuters pada Jumat, 26 Juli 2024 bahwa perusahaan-perusahaan China sedang dalam pembicaraan dengan calon investor untuk mengurangi kepemilikan mereka di smelter nikel Indonesia. Langkah ini ditujukan guna membantu industri nikel Indonesia memenuhi syarat keringanan pajak kendaraan listrik di AS yang ditawarkan regulasi Inflation Reduction Act. Regulasi tersebut mewajibkan material baterai dan kendaraan listrik harus disuplai oleh perusahaan dengan kepemilikan foreign entity of concern, seperti China, Rusia, Korea Utara, dan Iran, tidak lebih dari 25 persen.
Namun, apakah pasar selain China menarik bagi ekspor nikel Indonesia? Data menunjukkan bahwa AS dan Uni Eropa memiliki kebutuhan nikel yang signifikan.
Merujuk data dari BPS, ekspor nonmigas Indonesia ke ASpada Juli 2023 mencapai USD2,03 miliar, sedangkan ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar USD1,27 miliar. Meskipun data spesifik mengenai volume dan nilai ekspor nikel ke wilayah tersebut tidak tersedia dalam sumber ini, peningkatan ekspor nikel pig iron Indonesia ke Eropa pada 2023 menunjukkan potensi diversifikasi pasar.
Sementara data USGS menyebutkan, AS mengimpor nikel primer terutama dari Kanada (46 persen), Norwegia (9 persen), Finlandia (7 persen), Rusia (7 persen), dan negara lainnya (31 persen) sepanjang tahun 2019 hingga 2022. Pada tahun 2023, sekitar 57 persen konsumsi nikel di AS berasal dari nikel daur ulang dalam berbagai bentuk.
Di sisi lain, ekspor nikel pig iron Indonesia ke Eropa meningkat signifikan pada 2023, mencapai 87.485 ton, dibandingkan hanya 1.006 ton pada tahun sebelumnya. Negara-negara seperti Belanda, Italia, dan Inggris menerima pengiriman tersebut.
Adapun regulasi di Uni Eropa juga mendorong keberlanjutan dan mengurangi dampak lingkungan dari industri pertambangan. Regulasi ini mensyaratkan bahwa seluruh ekspor bijih nikel yang masuk ke Uni Eropa harus diproses menjadi produk dengan kandungan nikel setidaknya 10 persen sebelum diekspor ke negara-negara anggota Uni Eropa.
Dengan kata lain, untuk menembus pasar AS dan Eropa, produk nikel Indonesia harus memenuhi standar keberlanjutan dan regulasi impor yang ketat. Misalnya, AS menerapkan regulasi Inflation Reduction Act yang mensyaratkan material baterai dan kendaraan listrik harus disuplai oleh perusahaan dengan kepemilikan asing tidak lebih dari 25 persen.
Namun demikian, jika Indonesia berhasil meningkatkan ekspor nikel ke AS, Uni Eropa, dan negara Asia lainnya hingga 500.000 ton tambahan dengan harga lebih tinggi, potensi pendapatan bisa mencapai USD2,79 miliar. Ini jauh lebih besar dibandingkan ekspor ke China yang bernilai USD4,34 miliar dari 1,12 juta ton. Dengan ekspansi ini, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada China dan meningkatkan nilai ekonominya di pasar global. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.