KABARBURSA.COM – Lembaga pemeringkat kredit internasional Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat utang Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia di level BBBdengan outlook stabil pada 11 Maret 2025.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Ramdan Denny Prakoso,menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang tetap kuat serta rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)yang relatif rendah dibandingkan negara lain dengan peringkat serupa.
Ramdan menyebutkan bahwa Fitch telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan tetap ditopang oleh permintaan domestik yang solid, didorong oleh belanja publik yang meningkat, termasuk alokasi untuk bantuan sosial dan proyek infrastruktur.“Investasi swasta juga diperkirakan akan tetap kuat, didukung oleh pelonggaran kebijakan moneter yang moderat, berkurangnya ketidakpastian kebijakan pasca pemilu 2024, serta kelanjutan aktivitas hilirisasi di sektor industri,” ujar Ramdan dalam keterangan resminya, Rabu, 12 Maret 2025.
Berdasarkan penilaian Fitch kata Ramdan, terdapat peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan peringkat kreditnya di masa depan jika pemerintah mampu memperkuat aspek struktural, meningkatkan pendapatan negara, serta memperkokoh ketahanan eksternal terhadap guncangan global.
Keyakinan Global terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia
Menanggapi keputusan Fitch, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa afirmasi peringkat Indonesia di level BBB dengan outlook stabil mencerminkan kepercayaan dunia terhadap stabilitas makroekonomi dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap terjaga.
“Keputusan ini menunjukkan keyakinan dunia internasional terhadap kredibilitas kebijakan ekonomi Indonesia, yang didukung oleh sinergi kuat antara pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi,” ungkap Perry.
Perry mengatakan Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen pada 2025 dan 2026, sembari tetap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Perry berujar, BI juga bakal mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan keuangan tetap terjaga.
Selain itu, BI juga akan mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk memastikan ketahanan sistem keuangan, serta terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sejalan dengan program Asta Cita yang dicanangkan pemerintah.
Surat Utang China
Lembaga pemeringkat kredit Fitch mengurangi prospek peringkat surat utang China menjadi negatif menanggapi meningkatnya ketidakpastian dalam peralihan menuju model pertumbuhan baru yang berpotensi mempengaruhi keuangan negara. Tahun Lalu.
Langkah ini menyusul keputusan serupa yang diambil oleh Moody’s pada bulan Desember lalu, saat Beijing berusaha mengatasi pemulihan ekonomi yang lemah pasca-Covid, di tengah ekonomi terbesar kedua di dunia, melalui stimulus fiskal dan moneter.
Ekonom senior Natixis Asia-Pasifik, Gary Ng, menekankan bahwa revisi prospek oleh Fitch mencerminkan tantangan keuangan publik China yang semakin meningkat akibat perlambatan pertumbuhan dan peningkatan utang. Namun, ini tidak mengindikasikan risiko gagal bayar dalam waktu dekat, tetapi dapat memperkuat polarisasi kredit di lembaga pembiayaan pemerintah daerah, khususnya di tingkat provinsi.
Fitch memperkirakan bahwa utang pemerintah pusat dan daerah China akan terus meningkat, mencapai 61,3% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024, dari 38,5% pada tahun 2019. Penurunan dalam sektor properti telah menimbulkan beban tambahan bagi pemerintah daerah, yang terjebak dalam utang karena pendapatan mereka menurun.
Sementara itu, defisit pemerintah China diperkirakan akan terus meningkat menjadi 7,1% dari PDB pada tahun 2024, terutama karena infrastruktur dan aktivitas fiskal di luar anggaran utama, mencapai level tertinggi sejak tahun 2020.
Meskipun Fitch menurunkan prospek menjadi negatif, peringkat default emiten China tetap tinggi, yaitu ‘A+’. Ini sejalan dengan penilaian S&P yang memberikan peringkat serupa kepada China.
Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan melambat menjadi 4,5 persen pada tahun 2024 dari 5,2 persen tahun sebelumnya. Namun, terdapat tanda-tanda perbaikan dalam perekonomian China, seperti output pabrik dan penjualan ritel yang melampaui perkiraan pada awal tahun.
Meskipun demikian, risiko terhadap prospek keuangan publik China tetap tinggi karena negara tersebut menghadapi ketidakpastian dalam transisi menuju model pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Langkah-langkah pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran dan menerbitkan obligasi negara khusus jangka panjang diharapkan dapat mengatasi sebagian tantangan ini. Namun, rasio utang terhadap PDB China mencapai rekor baru pada tahun 2023, menyoroti perlunya langkah-langkah lebih lanjut dalam mengelola utang yang tinggi untuk menghindari risiko yang lebih besar di masa depan.(*)