Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

MNC Sekuritas: IHSG Berpeluang Menguji Level 6.686-6.762

IHSG berpeluang menguat ke 6.762, tapi masih rentan koreksi ke 6.408-6.484.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 March 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
MNC Sekuritas: IHSG Berpeluang Menguji Level 6.686-6.762 Papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG kembali tertekan pada perdagangan kemarin dengan pelemahan 0,79 persen ke level 6.545. Tekanan jual masih mendominasi pergerakan pasar dengan potensi koreksi lebih lanjut ke kisaran 6.408-6.484. Namun, ada peluang bagi IHSG untuk menguji area penguatan terdekat di 6.686-6.762 sebelum menentukan arah selanjutnya.

Analis Teknikal MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengatakan pergerakan IHSG saat ini masih berada dalam fase koreksi. “Posisi IHSG saat ini masih berada pada bagian dari wave [y] dari wave B, sehingga IHSG masih berpeluang untuk menguji 6.686-6.762 sebagai area penguatan terdekatnya membentuk bagian dari wave B,” jelas Herditya dalam analisis hariannya yang diterima KabarBursa.com, Rabu, 12 Maret 2025.

Ia juga mengingatkan jika tekanan jual berlanjut, IHSG berpotensi turun lebih dalam hingga ke area 6.408-6.484.

Di tengah tekanan ini, sejumlah saham tetap menarik diperhatikan oleh investor. Saham ANTM menjadi salah satu yang mengalami penguatan 2,01 persen ke level Rp1.520, meskipun masih berpotensi mengalami koreksi jangka pendek sebelum melanjutkan penguatan. Saham BBCA, yang sempat terkoreksi ke Rp8.925, juga menarik untuk dicermati karena masih dalam bagian dari wave [ii] dan berpotensi kembali menguat jika tekanan jual mulai mereda.

“Kami perkirakan, posisi BBCA saat ini sedang berada pada bagian dari wave [ii] dari wave 1 pada skenario hitam sehingga BBCA masih rawan berbalik terkoreksi,” jelas Herditya.

Sementara itu, saham MLPL yang sempat turun 3,36 persen ke Rp115 menunjukkan koreksi yang terbatas dengan peluang rebound dalam beberapa sesi mendatang. Saham ULTJ juga mengalami koreksi 4,70 persen ke Rp1.420, tetapi masih didominasi oleh volume pembelian yang kuat dan memberikan indikasi adanya peluang pemulihan.

“Kami perkirakan, posisi ULTJ saat ini sedang berada pada bagian dari wave [b] dari wave A pada skenario hitam, sehingga koreksi ULTJ akan relatif terbatas,” kata Herditya.

Dengan tekanan pasar yang masih cukup kuat, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dalam mengambil posisi, sambil memperhatikan potensi rebound di beberapa saham tertentu. Pasar saat ini masih menunggu sentimen lebih lanjut, baik dari faktor domestik maupun global.

Sentimen Global dan Kenaikan Royalti Jadi Beban


Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, sebelumnya mengatakan pasar saham Indonesia ikut terhantam dampak dari gejolak bursa Amerika Serikat. Penurunan tajam Dow Jones hingga 800 poin dan anjloknya Nasdaq sebesar 4 persen menjadi pemicu utama.

“Trump finally mengatakan bahwa mungkin dari kebijakan tarifnya itu akan ada semacam transition period yang mana bisa menyebabkan terjadinya resesi di perekonomian AS,” ujar Liza dalam program Kabar Bursa Hari Ini (KBHI) di YouTube Kabar Bursa, Selasa, 11 Maret 2025.

Kekhawatiran pasar semakin dalam setelah data ketenagakerjaan AS mengindikasikan perlambatan. Laporan non-farm payroll Februari 2025 menunjukkan penambahan 151.000 lapangan kerja, lebih rendah dari ekspektasi ekonom sebesar 160.000 pekerjaan. Sementara itu, tingkat pengangguran naik ke 4,1 persen dengan tambahan 203.000 orang menganggur.

Sektor kesehatan, keuangan, serta transportasi dan pergudangan masih menunjukkan pertumbuhan tenaga kerja. Namun, industri restoran dan bar justru kehilangan 28.000 pekerjaan, melanjutkan tren negatif setelah pada Januari juga mengalami pemangkasan hampir 30.000 pekerjaan.

Selain itu, investor mulai mempertanyakan keterlambatan data job openings yang seharusnya diumumkan pekan lalu tetapi terus diundur. “Entah kenapa diundur ke hari Senin, kemudian harusnya tadi malam keluar, ternyata diundur lagi dan baru katanya akan dirilis hari ini,” kata Liza.

Di dalam negeri, IHSG juga terseret oleh sentimen negatif dari rencana kenaikan royalti dalam RUU Minerba. Pasar bereaksi negatif karena kebijakan ini dinilai dapat menekan profitabilitas emiten tambang di tengah harga komoditas yang masih lesu.

Saat ini, menurut data Trading Economics, kontrak berjangka batu bara Newcastle tercatat di angka USD105 per ton, sedikit naik setelah sebelumnya anjlok ke USD99 per ton pada 28 Februari—level terendah dalam hampir empat tahun.

“Karakteristik market Indonesia ini adalah komoditi-driven, tapi di saat harga komoditas turun, kenaikan tarif atau royalti ini dikhawatirkan bisa menekan profitabilitas emiten,” jelas Liza.

Akibatnya, saham-saham tambang seperti ITMG, PTBA, dan ADRO terperosok. Namun, Liza menilai dampaknya ke bottom line emiten ini masih perlu dicermati lebih lanjut. “Apakah ada pemurangan revenue atau laba? Ya jelas ada, tapi jumlahnya mungkin tidak terlalu akan mempengaruhi bottom line secara material,” ujarnya.

Liza mengimbuhkan, kebijakan ini masih dalam tahap rancangan sehingga implementasinya belum jelas. “Mungkin harus kita wait and see dulu bagaimana perkembangannya ke depan,” katanya.(*)