Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dobel Tekanan IHSG, dari Tarif Trump Hingga Royalti Minerba

IHSG anjlok 0,79 persen akibat tekanan global dari kebijakan tarif Trump dan sentimen domestik terkait wacana kenaikan royalti Minerba.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 March 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Dobel Tekanan IHSG, dari Tarif Trump Hingga Royalti Minerba Tangkapan layar program Kabar Bursa Hari Ini (KBHI) di YouTube Kabar Bursa, Selasa, 11 Maret 2025. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, membahas faktor-faktor yang menyebabkan IHSG melemah, termasuk dampak kebijakan tarif Trump dan wacana kenaikan royalti Minerba yang menekan saham-saham tambang. Sumber: YouTube Kabar Bursa.

KABARBURSA.COM – Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG melemah tajam hari ini hingga terjun 0,79 persen ke level 6.545,85. Pasar domestik mendapat pukulan telak dari dua sisi, yakni sentimen global dari kebijakan tarif Donald Trump dan wacana kenaikan royalti Minerba yang menghantam saham-saham tambang.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, mengatakan pelemahan IHSG hari ini masih sangat dipengaruhi oleh gejolak pasar global. Salah satu faktor utamanya adalah penurunan tajam indeks Dow Jones yang anjlok 800 poin dan Nasdaq hingga 4 persen.

“Trump finally mengatakan bahwa mungkin dari kebijakan tarifnya itu akan ada semacam transition period yang mana bisa menyebabkan terjadinya resesi di perekonomian AS,” ujar Liza dalam program Kabar Bursa Hari Ini (KBHI), seperti di dilihat di Channel YouTube Kabar Bursa, Selasa, 11 Maret 2025.

Menurutnya, kekhawatiran pasar makin menjadi karena data ketenagakerjaan AS mulai menunjukkan sinyal perlambatan. Data non-farm payroll untuk Februari 2025 yang baru diumumkan pekan lalu menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja lebih rendah dari perkiraan.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada bulan lalu, perusahaan-perusahaan AS menambah 151.000 lapangan kerja. Angka ini naik dari revisi 125.000 pekerjaan di Januari, tetapi masih di bawah ekspektasi ekonom yang memperkirakan penciptaan 160.000 pekerjaan. 

Sementara itu, tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4,1 persen setelah jumlah warga AS yang menganggur bertambah sebanyak 203.000 orang. Sektor kesehatan, keuangan, serta transportasi dan pergudangan masih mengalami pertumbuhan lapangan kerja. Namun, sektor restoran dan bar kehilangan 28.000 pekerjaan di Februari. Angka ini melanjutkan tren negatif setelah kehilangan hampir 30.000 pekerjaan pada Januari.

Selain itu soal data ketenagakerjaan, investor juga mempertanyakan keterlambatan rilis data job openings yang seharusnya diumumkan pekan lalu, namun terus ditunda. “Entah kenapa diundur ke hari Senin, kemudian harusnya tadi malam keluar, ternyata diundur lagi dan baru katanya akan dirilis hari ini,” kata Liza.

Kondisi ini memperkuat keyakinan pasar bahwa ekonomi AS semakin dekat dengan resesi akibat kebijakan tarif Trump yang makin agresif.

Dari dalam negeri, IHSG juga terbebani oleh sentimen negatif dari wacana kenaikan royalti dalam RUU Minerba. Pasar bereaksi negatif karena kebijakan ini berpotensi menekan profitabilitas emiten tambang di tengah harga komoditas yang sedang lesu. Per hari ini, berdasarkan data Trading Economics, kontrak berjangka batu bara Newcastle berada di angka USD105 per ton, naik sedikit setelah sebelumnya sempat anjlok ke level USD99 per ton pada 28 Februari—posisi terendah dalam hampir empat tahun. 

“Karakteristik market Indonesia ini adalah komoditi-driven, tapi di saat harga komoditas turun, kenaikan tarif atau royalti ini dikhawatirkan bisa menekan profitabilitas emiten,” jelas Liza.

Akibatnya, saham-saham tambang seperti ITMG, PTBA, dan ADRO terperosok. Namun, Liza menilai dampaknya ke bottom line emiten ini masih perlu dicermati lebih lanjut. “Apakah ada pemurangan revenue atau laba? Ya jelas ada, tapi jumlahnya mungkin tidak terlalu akan mempengaruhi bottom line secara material,” ujarnya.

Liza mengimbuhkan, kebijakan ini masih dalam tahap rancangan sehingga implementasinya belum jelas. “Mungkin harus kita wait and see dulu bagaimana perkembangannya ke depan,” katanya.

Goldman Sachs Pangkas Peringkat RI, Pasar Makin Tertekan


Di tengah tekanan global dari kebijakan tarif Trump dan sentimen domestik terkait wacana kenaikan royalti Minerba, pasar keuangan Indonesia mendapat pukulan tambahan setelah Goldman Sachs menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight pada Senin, 10 Maret 2025. Goldman Sachs juga memangkas posisi surat utang negara bertenor 10 hingga 20 tahun menjadi netral.

Menurut pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi, keputusan Goldman Sachs ini tidak lepas dari kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Salah satu faktor yang disorot adalah program tiga juta rumah yang tengah dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Sejalan dengan itu, Kementerian Keuangan juga diperkirakan akan melakukan lelang obligasi perumahan dalam waktu dekat. Namun, menurut Ibrahim, skema lelang ini justru menjadi salah satu alasan Goldman Sachs menurunkan peringkat Indonesia.

“Kemungkinan besar yang akan melakukan pembelian adalah Bank Indonesia. Ini kan sebelumnya sudah ada pembicaraan-pembicaraan. Nah, ini rupanya menurut Goldman Sachs kurang bagus,” kata Ibrahim kepada KabarBursa.com melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.

Idealnya, kata Ibrahim, lelang obligasi dilepas ke pasar sehingga investor domestik maupun asing bisa ikut berpartisipasi. Ibrahim memperkirakan Indonesia berpotensi mengalami defisit anggaran pada 2025, mengingat belanja negara yang cukup besar. “Terutama seperti program makan bergizi gratis (MBG), kemudian adanya relokasi anggaran, hingga pembentukan BPI Danantara,” jelasnya.

Dengan kombinasi berbagai faktor ini, pasar semakin khawatir terhadap prospek ekonomi Indonesia dalam waktu dekat. Hal ini pada akhirnya membuat investor cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi di pasar saham maupun obligasi domestik.(*)