Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pengamat: Bukan Waktu Tepat untuk IPO, Begini Kondisi KAQI

Saham PT Jantra Grupo Indonesia Tbk atau dalam kode saham KAQI anjlok pasca initial public offering atau IPO. Bahkan sahamnya capai Rp80 per lembarnya.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 March 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Yunila Wati
Pengamat: Bukan Waktu Tepat untuk IPO, Begini Kondisi KAQI PT Jantra Grupo Indonesia Tbk atau KAQI saat melakukan pencatatan saham perdana di BEI, Senin, 10 Maret 2025. Foto: Kabar Bursa/Desty Luthfiani

KABARBURSA.COM - Performa saham PT Jantra Grupo Indonesia Tbk atau KAQI mengalami koreksi tajam pada perdagangan Selasa siang, 11 Maret 2025. Saham KAQI ditutup di level 82 setelah anjlok 22,64 persen atau turun 24 poin dari harga sebelumnya. 

Penurunan signifikan ini terjadi di tengah volatilitas tinggi, dengan harga sempat menyentuh level tertinggi di 101 sebelum akhirnya bergerak ke posisi terendah di 77.

Volume transaksi saham KAQI cukup besar, dengan total 3,53 juta lot yang diperdagangkan dan nilai transaksi mencapai Rp31,7 miliar. Rata-rata harga perdagangan saham berada di kisaran 90, yang artinya ada tekanan jual yang kuat sepanjang sesi perdagangan.

Saham KAQI sebelumnya dibuka di level 101, mencerminkan optimisme awal pasar, tetapi kemudian terseret aksi jual yang menyebabkan penutupan jauh lebih rendah. Batas auto rejection bawah (ARB) saham ini berada di level 69, sementara batas auto rejection atas (ARA) berada di 143, menunjukkan rentang pergerakan yang cukup lebar.

Koreksi tajam ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk sentimen negatif pasar, tekanan jual dari investor yang ingin keluar dari posisi mereka, atau adanya faktor fundamental yang mempengaruhi prospek perusahaan. 

Dengan harga saham yang sudah terkoreksi dalam, investor akan mencermati potensi rebound atau kemungkinan tekanan jual lebih lanjut dalam sesi perdagangan berikutnya.

Kondisi ini patut menjadi perhatian khusus, karena KAQI baru saja melakukan initial public offering (IPO) Senin, 10 Maret 2025. Perusahaan sektor otomotif ini melepas sahamnya di harga Rp118 per lembarnya, namun seiring sesi perdagangan saham tersebut malah anjlok. KAQI menutup penjualan di Rp106 per lembar. 

Melihat ini, pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi, menilai bahwa penurunan harga saham KAQI pasca-IPO disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi kondisi pasar saat ini. Ketidakpastian ekonomi global serta pelemahan daya beli masyarakat berkontribusi terhadap anjloknya harga saham perusahaan. 

"Melakukan IPO dalam kondisi saat ini, tidak tepat. Sebenarnya, ini (IPO KAQI) dipaksakan," ujar Ibrahim kepada Kabarbursa.com melalui sambungan telepon, hari ini.

Ibrahim menilai IPO KAQI berada di waktu yang tidak tepat karena kondisi ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Meski dia tahu kalau proses pencatatan di Bursa Efek Indonesia sudah berjalan cukup lama dan waktu IPO tidak bisa digeser.

Analis yang juga Direktur Utama Garuda Berjangka ini menjelaskan, kondisi pasar sedang menghadapi tekanan dari berbagai sisi, mulai dari perlambatan ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat-China, hingga pelemahan daya beli akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa sektor. 

"Ini menyebabkan investor lebih berhati-hati dalam membeli saham, terutama saham baru seperti KAQI," ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa ketegangan geopolitik antara AS dan China telah meningkatkan volatilitas pasar. Selain itu, lembaga keuangan Goldman Sachs baru-baru ini menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight, yang turut menambah tekanan pada pasar modal domestik.  

"Penurunan peringkat ini mencerminkan kekhawatiran terhadap defisit APBN yang semakin melebar, terutama karena belanja pemerintah yang meningkat untuk program-program strategis seperti penyediaan makanan bergizi gratis, relokasi anggaran, dan perluasan kebijakan perumahan," tambahnya.  

Selain faktor makroekonomi, Ibrahim juga menyoroti kondisi industri otomotif yang menjadi fokus bisnis KAQI. Menurutnya, sektor ini mengalami perlambatan signifikan akibat menurunnya daya beli masyarakat.  

"Penjualan otomotif, baik roda dua maupun roda empat, mengalami kontraksi akibat ketidakpastian ekonomi. Banyak masyarakat yang menunda pembelian kendaraan karena masih berhati-hati dalam mengelola keuangan di tengah kondisi yang kurang menentu," kata Ibrahim.  

Terkait prospek saham KAQI, Ibrahim menyarankan investor untuk tidak terburu-buru menjual kepemilikan mereka. Menurutnya, meskipun harga saham saat ini sedang tertekan, masih ada peluang pemulihan dalam jangka menengah hingga panjang.  

"Saham KAQI masih memiliki prospek jika perusahaan mampu menunjukkan kinerja keuangan yang solid dan menjaga fundamentalnya tetap kuat. Namun, dalam kondisi seperti sekarang, investor perlu bersabar dan mempertimbangkan strategi investasi jangka panjang," ujarnya.  

Ia menekankan bahwa dalam situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian, investor harus lebih selektif dalam memilih saham. Faktor fundamental perusahaan dan dinamika industri menjadi kunci utama dalam menentukan prospek suatu saham di pasar modal.  

Eksistensi MINE Lebih Kuat

Ibrahim juga menjelaskan perbandingan kenapa KAQi sahamnya anjlok dibandingkan dengan saham PT Sinar Terang Mandiri Tbk atau MINE yang bebarengan IPO tapi malah mengalami kenaikan,

Saham MINE dilepas di harga Rp216, namun pada hari kedua ini harga mengalami kenaikan 24,44 persen atau 60 poin ke Rp336 per lembarnya. MINE merupakan perusahaan kontraktor pertambangan yang dinilai Ibrahim eksistensinya di pasar Indonesia masih cukup diperhatikan. Hal ini karena banyak proyek infrastruktur terutama kebijakan-kebijakan pemerintah yang membutuhkannya.

Pasar modal Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan besar di tengah perlambatan ekonomi global dan tekanan domestik. Berdasarkan laporan terbaru Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks saham sektor otomotif mengalami koreksi 3,2 persen sejak awal tahun, mencerminkan sentimen negatif terhadap industri ini.  

Selain itu, investor institusi cenderung mengalihkan portofolio mereka ke aset yang lebih defensif, seperti obligasi dan saham di sektor yang lebih stabil. Hal ini membuat saham emiten baru seperti KAQI menghadapi tantangan lebih besar untuk menarik minat investor.  

Dengan kondisi pasar yang masih berfluktuasi, rekomendasi pendekatan investasi yang lebih konservatif, terutama bagi investor ritel. Evaluasi terhadap fundamental perusahaan dan tren industri menjadi faktor krusial dalam menentukan strategi investasi yang tepat di tengah ketidakpastian ekonomi global.(*)