Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Buy or Bye Saham Big Caps di Saat Bursa RI Kurang Menarik

Tim Analis Bareksa menilai penurunan peringkat oleh Goldman Sachs hanya bersifat sementara dan lebih sebagai sentimen jangka pendek.

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 March 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Buy or Bye Saham Big Caps di Saat Bursa RI Kurang Menarik Ilustrasi saham big caps Indonesia. Foto: Kabar Bursa

KABARBURSA.COM - Para investor diminta untuk mencermati betul adanya peluang buy or bye di saham-saham big caps, seperti BMRI, BBCA, BBRI, dan BBNI. Sebabnya, Goldman Sachs pada Senin, 10 Maret 2025, menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight ke market weight.

Artinya, Goldman Sachs menilai bahwa saham Indonesia kini tidak lebih menarik dibandingkan dengan pasar lainnya. Investor sebaiknya menyesuaikan porsi investasinya ke tingkat yang seimbang dengan bobot pasar global. 

Apalagi diketahui saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengalami tekanan setelah pengumuman Goldman Sachs. 

Pada perdagangan 10 Maret, saham BBRI turun 1,31 persen menjadi Rp3.760, BMRI tertekan 2,69 persen menjadi Rp4.710, BBCA stagnan di Rp8.925, dan BBNI turun 1,98 persen ke Rp4.450.

Keputusan Goldman Sachs diambil dengan mempertimbangkan meningkatnya risiko fiskal akibat kebijakan Presiden Prabowo. Tak hanya itu, rekomendasi terhadap surat utang BUMN dengan tenor 10-20 tahun juga diturunkan menjadi netral, setelah sebelumnya menjadi pilihan utama investor global.

Dalam analisisnya, Goldman Sachs menyoroti tekanan yang masih dialami pasar keuangan Indonesia. Beberapa faktor utama penyebab tekanan ini adalah ketidakpastian tarif, perang dagang, serta pelemahan ekonomi domestik. 

Situasi ini telah mendorong investor asing menarik dananya dari Indonesia, yang berimbas pada anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh level terendah dalam lima tahun terakhir.

Kekhawatiran investor semakin meningkat setelah Prabowo mengumumkan pemangkasan anggaran, pembentukan lembaga investasi Danantara, serta program pembangunan tiga juta rumah. Langkah-langkah tersebut dikhawatirkan akan memperbesar defisit fiskal. 

Menyusul perkembangan ini, Goldman Sachs merevisi proyeksi defisit fiskal Indonesia pada 2025 menjadi 2,9 persen dari produk domestik bruto (PDB), naik dari perkiraan sebelumnya yang berada di level 2,5 persen.

Dalam kondisi seperti ini, saham-saham berkapitalisasi besar atau big caps, terutama saham perbankan utama Indonesia, menjadi perhatian. 

Hanya Jangka Pendek, Buy or Bye

Meskipun begitu, Tim Analis Bareksa menilai penurunan peringkat oleh Goldman Sachs hanya bersifat sementara dan lebih sebagai sentimen jangka pendek. 

Pemerintah telah merancang sejumlah stimulus guna meningkatkan konsumsi masyarakat, terutama menjelang Lebaran. Langkah-langkah seperti diskon tarif tol dan penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 6 persen untuk tiket pesawat diharapkan mampu menggerakkan kembali daya beli masyarakat.

Bagi investor agresif, kondisi ini justru menjadi peluang untuk memborong saham big banks yang sedang berada di harga diskon. Imbal hasil dari dividen saham-saham ini masih sangat atraktif. 

Berdasarkan proyeksi Bareksa, target harga saham BBRI pada 2025 adalah Rp5.450, BMRI Rp7.200, BBCA Rp11.600, dan BBNI Rp6.300. Rasio pembayaran dividen bank-bank besar ini akan ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan berlangsung antara pertengahan hingga akhir Maret. 

Sementara itu, pembayaran dividen diperkirakan akan dilakukan dalam rentang pekan pertama hingga ketiga April 2025.

Bukan Pertama Kali Terjadi

Penurunan peringkat saham Indonesia bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, JP Morgan juga memangkas rating BMRI dari netral menjadi underweight pada 7 Februari 2025 akibat perkiraan kinerja yang lebih rendah dari ekspektasi pasar. 

Hanya satu bulan setelahnya, tepatnya pada 3 Maret 2025, JP Morgan mengubah rating BMRI kembali menjadi netral. Sementara, rating BBRI dinaikkan dari netral menjadi overweight. BBCA tetap berada di level netral dalam rekomendasi JP Morgan.

Menariknya, meskipun menurunkan peringkat BMRI, JP Morgan justru tercatat melakukan aksi beli besar-besaran terhadap saham BMRI. Dalam periode 7-28 Februari 2025, tercatat net buy senilai Rp768 miliar di saham BMRI. 

Sebaliknya, JP Morgan mencatat net sell sebesar Rp1,24 triliun untuk saham BBRI dan Rp738 miliar untuk BBCA dalam periode yang sama. Secara performa, dalam periode tersebut saham BMRI turun 10 persen, BBRI melemah 11,8 persen, dan BBCA terkoreksi 9,8 persen. Di sisi lain, saham BBNI justru mengalami kenaikan sebesar 8,6 persen.

Perubahan rekomendasi dari dua bank investasi global ini menunjukkan dinamika pasar saham Indonesia yang cukup fluktuatif. Meskipun Goldman Sachs dan JP Morgan memberikan penilaian yang beragam terhadap saham perbankan nasional, langkah-langkah stimulus pemerintah dan potensi dividen menarik dari big banks masih memberikan prospek positif bagi investor jangka panjang.

Sementara itu, para investor kini tengah menanti jadwal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) serta pembagian dividen dari empat bank besar Indonesia, yakni: 

  1. RUPS BBCA digelar pada 12 Maret 2025. Cum date dividen 17-21 Maret 2025
  2. RUPS BBRI digelar pada 24 Maret 2025. Cum date divide 1-11 April 2-25
  3. RUPS BMRI digelar pada 25 Maret 2025. Cum date divide 1-11 April 2-25
  4. RUPS BBNI terjadi pada 26 Maret 2025. Cum date divide 1-11 April 2-25

Investor juga perlu mencermati jadwal pembayaran dividen. BBCA dijadwalkan membagikan dividen pada pekan pertama April 2025, sedangkan BBRI dan BMRI diperkirakan akan melakukan pembayaran pada pekan ketiga hingga keempat April. 

Sementara itu, BBNI diproyeksikan membagikan dividen pada pekan ketiga April 2025. Dengan dividen yang menarik serta valuasi saham yang sedang mengalami koreksi, investor yang ingin memperoleh tambahan imbal hasil berpotensi mendapatkan keuntungan dari saham perbankan ini dalam jangka menengah hingga panjang.(*)