Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Wall Street Ditutup Anjlok Tajam, akibat Ketakutan Resesi

Aksi jual besar dari pekan sebelumnya berlanjut dan semakin intensif seiring berjalannya sesi perdagangan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 March 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Syahrianto
Wall Street Ditutup Anjlok Tajam, akibat Ketakutan Resesi Suasana di New York Stock Exchange (NYSE) atau dikenal Wall Street. (Foto: Pexels)

KABARBURSA.COM - Saham-saham Amerika Serikat (AS) merosot tajam pada Senin, 10 Maret 2025 akibat ketegangan perdagangan yang tak kunjung reda serta kekhawatiran akan kemungkinan penutupan pemerintah federal semakin memicu ketakutan bahwa ekonomi AS dapat menuju resesi.

Aksi jual besar dari pekan sebelumnya berlanjut dan semakin intensif seiring berjalannya sesi perdagangan, dengan ketiga indeks utama AS, Wall Street, mengalami penurunan tajam.

Seperti dikutip dari Reuters, Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 890,01 poin, atau 2,08 persen, menjadi 41.911,71. S&P 500 (.SPX) kehilangan 155,64 poin, atau 2,70 persen, ke 5.614,56. Nasdaq Composite (.IXIC) anjlok 727,90 poin, atau 4,00 persen, ke 17.468,32.

Di NYSE, jumlah saham yang turun melebihi yang naik dengan rasio 3,64 banding 1. Ada 77 saham yang mencatat harga tertinggi baru dan 290 yang mencapai harga terendah baru.

Di Nasdaq, 796 saham naik sementara 3.641 saham turun, dengan rasio penurunan terhadap kenaikan sebesar 4,57 banding 1. S&P 500 mencatat 25 rekor tertinggi 52 minggu dan 17 rekor terendah baru, sedangkan Nasdaq Composite mencatat 32 rekor tertinggi baru dan 290 rekor terendah baru.

Volume perdagangan di bursa AS mencapai 18,77 miliar lembar saham, dibandingkan rata-rata 16,42 miliar dalam 20 hari perdagangan terakhir.

S&P 500 mencatat penurunan satu hari terbesar sejak 18 Desember, sementara Nasdaq, yang didominasi saham teknologi, anjlok 4,0 persen, menjadi penurunan harian terbesar sejak September 2022.

S&P 500, yang baru saja mengalami penurunan mingguan terbesar sejak September, kini berada 8,6 persen di bawah level tertinggi penutupannya yang dicapai kurang dari sebulan lalu. Pada Kamis, Nasdaq turun lebih dari 10 persen dari rekor tertingginya yang tercapai pada 19 Desember, menegaskan bahwa indeks ini telah memasuki fase koreksi sejak saat itu.

S&P 500 juga ditutup di bawah rata-rata pergerakan 200 harinya—level dukungan utama—untuk pertama kalinya sejak November 2023.

"Ini penurunan yang cukup besar dalam satu hari, tetapi ini masih dalam batas normal dari koreksi pasar yang sedang naik," kata Tom Hainlin, ahli strategi investasi nasional di U.S. Bank Wealth Management di Minneapolis. "Kekhawatiran meningkat dan investor mulai menarik diri, tetapi sejauh ini belum terlihat dampaknya pada data ekonomi."

Pada hari Minggu, Donald Trump menolak berkomentar mengenai reaksi negatif pasar terhadap kebijakan tarifnya yang berubah-ubah terhadap mitra dagang utama AS, serta apakah ketidakpastian akibat kebijakan tersebut dapat mendorong ekonomi yang melemah ke dalam resesi.

HSBC menurunkan peringkat saham AS karena ketidakpastian seputar tarif. Sementara itu, jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom menunjukkan meningkatnya risiko resesi di AS, Kanada, dan Meksiko.

Saham teknologi tertekan oleh penguatan yen Jepang dan lonjakan imbal hasil obligasi negara, karena investor mulai membongkar strategi carry trade yen mereka akibat ekspektasi kenaikan suku bunga di Jepang. Carry trade ini melibatkan peminjaman yen dengan biaya rendah untuk diinvestasikan ke mata uang dan aset dengan imbal hasil lebih tinggi. Pembongkaran strategi ini menjadi salah satu penyebab aksi jual saham teknologi, termasuk kelompok "Magnificent 7" yang berfokus pada kecerdasan buatan.

"Jika ingin tahu apa yang terjadi di pasar AS, jangan hanya perhatikan tarif, tapi lihat juga imbal hasil obligasi pemerintah Jepang," kata Thomas Hayes, ketua Great Hill Capital di New York. "Carry trade sedang dibongkar, dan sebagian besar uang panas ada di Mag 7. Itulah sebabnya saham teknologi turun."

Menambah ketidakstabilan, para legislator di Capitol Hill berlomba untuk meloloskan RUU anggaran guna menghindari penutupan pemerintah.

Sementara itu, tarif balasan China terhadap beberapa impor AS mulai berlaku pada hari Senin, sementara tarif AS terhadap beberapa logam dasar diperkirakan akan diterapkan akhir pekan ini.

Indeks Volatilitas CBOE (.VIX), yang sering disebut "indeks ketakutan," melonjak ke level tertinggi sejak Agustus 2024.

Di antara 11 sektor utama dalam S&P 500, saham teknologi mencatat kerugian terbesar, turun 4,4 persen. Saham-saham growth (.IGX) jatuh 3,8 persen, penurunan harian terbesar sejak September 2022.

Tesla (TSLA.O) merosot 15,4 persen, penurunan satu hari terbesar sejak September 2020, setelah perusahaan mobil listrik tersebut menghadapi gejolak akibat pemecatan besar-besaran oleh CEO Elon Musk serta protes terhadap dukungannya terhadap partai sayap kanan di Eropa.

Coinbase (COIN.O) dan MicroStrategy (MSTR.O), yang mengikuti pergerakan Bitcoin, turun masing-masing 17,6 persen dan 16,7 persen.

Pasar Saham AS Kehilangan Nilai Sebesar USD4 Triliun

Kebijakan tarif Presiden Donald Trump telah mengguncang investor, dengan ketakutan akan perlambatan ekonomi memicu aksi jual di pasar saham yang menghapus nilai sebesar USD4 triliun dari puncak S&P 500 bulan lalu, saat Wall Street masih optimistis terhadap agenda Trump.

Serangkaian kebijakan baru dari Trump telah meningkatkan ketidakpastian bagi bisnis, konsumen, dan investor, terutama karena kebijakan tarif yang berubah-ubah terhadap mitra dagang utama seperti Kanada, Meksiko, dan China.

"Kami jelas melihat perubahan sentimen yang besar," kata Ayako Yoshioka, ahli strategi investasi senior di Wealth Enhancement. "Banyak strategi yang sebelumnya berhasil kini tidak lagi bekerja."

Aksi jual saham semakin dalam pada hari Senin. S&P 500 (.SPX) turun 2,7 persen, penurunan harian terbesar tahun ini, sementara Nasdaq Composite (.IXIC) anjlok 4 persen, penurunan harian terbesar sejak September 2022.

S&P 500 kini turun 8,6 persen dari rekor tertingginya pada 19 Februari, menghapus lebih dari $4 triliun nilai pasar sejak saat itu, dan mendekati penurunan 10 persen yang akan menandakan koreksi untuk indeks tersebut. Nasdaq, yang didominasi saham teknologi, pada Kamis lalu lebih dari 10 persen di bawah level tertingginya di bulan Desember.

Akhir pekan lalu, Trump menolak berspekulasi apakah AS akan mengalami resesi, sementara investor semakin cemas dengan dampak kebijakan perdagangannya.

"Ketidakpastian yang diciptakan oleh perang tarif dengan Kanada, Meksiko, dan Eropa menyebabkan banyak perusahaan mempertimbangkan ulang rencana mereka," kata Peter Orszag, CEO Lazard, dalam konferensi CERAWeek di Houston.

"Ketegangan dengan China bisa dipahami, tetapi ketidakpastian dengan Kanada, Meksiko, dan Eropa justru membingungkan. Jika ini tidak diselesaikan dalam satu bulan ke depan, bisa berdampak buruk pada ekonomi AS dan aktivitas M&A," tambahnya.

Delta Air Lines (DAL.N) pada hari Senin memangkas proyeksi laba kuartal pertamanya hingga setengahnya, menyebabkan sahamnya turun 14 persen dalam perdagangan pasca penutupan. CEO Ed Bastian menyalahkan ketidakpastian ekonomi AS yang meningkat.

Investor juga mengawasi apakah legislator dapat meloloskan undang-undang anggaran untuk mencegah penutupan sebagian pemerintah federal. Laporan inflasi AS akan dirilis pada hari Rabu.

"Pemerintahan Trump tampaknya lebih menerima kemungkinan pasar jatuh, dan bahkan mungkin resesi, demi mencapai tujuan yang lebih besar," kata Ross Mayfield, ahli strategi investasi di Baird. "Ini peringatan besar bagi Wall Street."

Aset berisiko lainnya juga terpukul, dengan Bitcoin turun 5 persen.

Beberapa sektor defensif lebih bertahan, dengan sektor utilitas (.SPLRCU) mencatat kenaikan harian 1 persen. Obligasi pemerintah AS juga menarik lebih banyak permintaan. (8)