Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ketika Naiknya Harga CPO jadi Dalih Minyakita Disunat

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 10 March 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Yunila Wati
Ketika Naiknya Harga CPO jadi Dalih Minyakita Disunat Ilustrasi MinyaKita yang belakangan ini dikurangi volumenya oleh oknum tidak bertanggung jawab.

KABARBURSA.COM - Perbincangan mengenai MinyaKita belakangan ini sedang panas-panasnya. Banyak temuan di lapangan yang mengungkap volume MinyaKita "disunat", tidak lagi di ukuran 1 liter seperti tertulis di kemasan.

Tidak hanya soal sunat menyunat, ternyata banyak pula warga yang mengeluhkan harga MinyaKita dijual di atas harga eceran tertinggi atau HET. Kondisi ini menjadi bukti bahwa sistem distribusi dan pengawasan pemerintah terhadap minyak goreng bersubsidi masih lemah.

Menyoroti hal ini, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, melihat bagaimana kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) menjadi dalih bagi oknum produsen dan distributor untuk melakukan praktik curang dalam distribusi Minyakita.

“Ketika harga CPO naik, produsen dihadapkan pada pilihan sulit, mengikuti HET yang telah ditetapkan atau menyesuaikan harga agar tetap untung. Sayangnya, sebagian besar memilih jalan pintas dengan mengurangi isi kemasan atau menjualnya di atas HET,” ujar Achmad dalam keterangannya diterima kabarbursa.com Senin, 10 Maret 2025.

Menurut Achmad, regulasi harga yang tidak fleksibel justru menciptakan peluang bagi oknum tertentu untuk melakukan penyimpangan. Rantai distribusi yang panjang juga memperburuk keadaan, karena setiap pihak dalam rantai pasok, dari distributor besar hingga pengecer, berpotensi menambahkan margin keuntungan sendiri.

“Saat pengawasan pemerintah lemah, celah ini dieksploitasi. Rakyatlah yang akhirnya harus menanggung akibatnya, baik dengan mendapatkan minyak goreng bersubsidi dalam kemasan yang lebih kecil maupun harus membayar lebih mahal dari HET,” tambahnya.

Praktik ilegal lainnya adalah banyaknya produsen Minyakita yang beroperasi tanpa izin edar atau Standar Nasional Indonesia (SNI). Kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah dalam memastikan produk yang dijual sesuai dengan ketentuan.

Masalah Tata Kelola dan Ketimpangan Distribusi

Lebih jauh Achmad menilai, permasalahan MinyaKita merupakan cerminan dari rapuhnya sistem tata kelola pangan nasional. Seharusnya, minyak goreng bersubsidi ini menjadi jaring pengaman sosial, namun kenyataannya distribusi Minyakita lebih banyak dikuasai oleh tangan-tangan swasta yang tidak selalu berpihak kepada rakyat.

“Distribusi MinyaKita yang tidak berbasis data real-time membuatnya sulit diawasi. Minimnya transparansi dalam sistem informasi logistik menyebabkan distribusi minyak goreng ini tidak bisa dikontrol secara efektif,” jelas Achmad.

Ia juga menyoroti ketimpangan dalam produksi MinyaKita. Mayoritas produksi masih dikuasai oleh perusahaan besar, sementara koperasi atau usaha mikro yang sebenarnya bisa lebih transparan dalam distribusi justru kurang diberdayakan.

Lantas, apa yang harus dilakukan pemerintah?

Achmad menegaskan, pemerintah tidak cukup hanya memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran, tetapi juga harus mereformasi tata kelola produksi dan distribusi MinyaKita.

“Negara harus berpihak penuh kepada rakyat. Harga eceran tertinggi harus realistis sesuai dengan kenaikan bahan baku, tetapi harus diimbangi dengan subsidi yang tepat sasaran agar masyarakat tetap mendapatkan minyak goreng murah,” jelasnya.

Pemerintah juga harus memangkas rantai distribusi agar lebih efisien dan transparan. Minyakita sebaiknya disalurkan melalui jalur yang dikontrol langsung oleh negara, seperti Bulog, koperasi, atau pasar rakyat. Selain itu, digitalisasi dalam sistem distribusi harus segera diterapkan agar data pergerakan barang bisa dipantau secara real-time.

Dia menekankan bahwa produsen atau distributor yang terbukti melakukan pengurangan isi kemasan atau menjual di atas HET harus dijatuhi sanksi tegas, termasuk pencabutan izin usaha.

“Kecurangan dalam penyediaan pangan rakyat adalah kejahatan serius. Aparat penegak hukum harus diberikan wewenang lebih luas untuk menindak tegas para pelaku di seluruh rantai distribusi,”tegasnya.

Selain itu, pemerintah juga harus mendorong pelibatan koperasi dan usaha mikro dalam produksi Minyakita, agar produksi minyak goreng rakyat tidak dimonopoli oleh perusahaan besar.

Terakhir, pemerintah harus membuka kanal pengaduan yang responsif agar masyarakat bisa langsung melaporkan praktik curang di pasar. Transparansi harga dan distribusi Minyakita harus menjadi informasi publik yang bisa diakses oleh semua orang.

Tiga Perusahaan Main Curang

Sebelumnya diberitakan, ada tiga perusahaan yang diduga terlibat dalam praktik ini adalah PT Artha Eka Global Asia, Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara (KTN), dan PT Tunasagro Indolestari. 

PT Artha Eka Global Asia (AEGA) merupakan perusahaan induk yang bergerak di berbagai sektor strategis, termasuk perdagangan domestik dan internasional, properti, konstruksi, pergudangan, dan logistik. Sejak didirikan pada tahun 2022, perusahaan ini berambisi untuk menjadi pemimpin pasar dalam produk pangan dan konsumen dengan mengandalkan keahlian di bidang manufaktur, pemasaran, konsultasi bisnis, serta layanan distribusi.

Sebagai perusahaan yang berbasis di Jakarta Selatan, AEGA memiliki tim yang terdiri dari 51 hingga 200 karyawan yang kompeten dalam mengelola berbagai aspek bisnisnya. Dengan fokus pada industri makanan dan minuman, perusahaan ini terus berinovasi dalam pengemasan produk, distribusi, serta pengembangan perangkat lunak dan perangkat keras digital yang mendukung rantai pasokannya.

AEGA juga berperan aktif dalam sektor logistik dan distribusi, memastikan produk-produk berkualitas dapat sampai ke konsumen dengan efisiensi tinggi. Keunggulan lainnya terletak pada kemampuannya dalam manajemen aset, yang memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan sumber daya dan memperluas jangkauan bisnisnya. 

Selain itu, AEGA juga memiliki unit usaha di bidang pencetakan digital dan offset, yang mendukung branding dan pemasaran produk mereka maupun mitra bisnisnya.

Kedua, adalah Koperasi Produsen UMKM Koperasi Terpadu Nusantara. Dalam menjalankan bisnisnya, koperasi ini mengembangkan digitalisasi yang bertujuan mengubah beban belanja harian menjadi sumber penghasilan.

UMKM Koperasi Terpadu Nusantara memiliki program e-Warung Kios Pangan Nasional yang menyediakan pangan secara nasional berbasis aplikasi digital e-Warung.

Kemudian, UMKM ini juga memiliki program Solusi Bisa Umroh Semudah Senyum, yang merupakan solusi umroh semudah senyum (semua bisa umroh). Program selanjutnya adalah perdagangan sembako, MinyaKita dan Premium KTN, RemitCepat.Id serta Produk UMKM.

Dan terakhir, PT Indonetwork Adi Perkasa. Perusahaan ini merupakan Pioneer B2B marketplace dan direktori bisnis online di Indonesia.

Indonetwork Adi Perkasa memiliki lebih dari 3 juta member. Selain sebagai portal marketplace, perusahaan juga menyediakan berbagai layanan periklanan, seperti pembuatan website, company profile, dan banyak media promosi lainnya.(*)