Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Minat Investor terhadap Saham Asuransi Meredup, Ada Prospek?

Saham asuransi di Indonesia dianggap masih belum menjanjikan karena mayoritas tidak ada pembagian dividen

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 10 March 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Syahrianto
Minat Investor terhadap Saham Asuransi Meredup, Ada Prospek? Ilustasi asuransi kesehatan (Foto: Pexels/Leeloo The First)

KABARBURSA.COM - Pengamat Pasar Modal, Ibrahim Assuaibi, menyoroti perkembangan sektor asuransi di Indonesia yang mengalami dinamika signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, perkembangan BPJS Kesehatan telah menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan minat terhadap asuransi swasta, terutama setelah sejumlah kasus gagal bayar yang melibatkan perusahaan asuransi besar seperti Jiwasraya dan Asabri.

"Setelah BPJS berkembang, asuransi swasta mulai mengalami penurunan. Apalagi setelah kasus gagal bayar dari perusahaan asuransi besar seperti Jiwasraya dan Asabri, serta asuransi jiwa swasta yang menawarkan imbal hasil tinggi setelah jatuh tempo," ujar Ibrahim kepada Kabarbursa.com, Senin, 10 Maret 2025.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat kini lebih condong menggunakan BPJS Kesehatan karena biaya yang lebih terjangkau dengan manfaat yang cukup luas. Dengan iuran kelas 3 sekitar Rp25.000 hingga Rp35.000 per bulan, masyarakat bisa mendapatkan berbagai layanan kesehatan, termasuk operasi. Hal ini berdampak pada menurunnya minat terhadap produk asuransi kesehatan swasta.

Namun, berbeda dengan asuransi umum, Ibrahim menilai asuransi kesehatan dan kematian masih mengalami peningkatan permintaan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perlindungan kesehatan, terutama pasca-pandemi COVID-19. Banyak perusahaan asuransi kini fokus pada produk kesehatan dan kematian sebagai pelengkap BPJS Kesehatan.

"Asuransi kesehatan dan kematian masih mengalami pertumbuhan karena masyarakat kini lebih sadar akan pentingnya perlindungan kesehatan, terutama setelah pandemi COVID-19. Banyak asuransi swasta yang menawarkan produk dengan konsep pengembalian premi jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada klaim," tutur dia.

Ibrahim juga menyoroti bahwa perusahaan asuransi di Indonesia saat ini banyak yang diakuisisi oleh investor asing. Menurutnya, pasar asuransi Indonesia masih menarik bagi investor global karena memiliki potensi yang besar dengan jumlah populasi yang tinggi.

"Banyak perusahaan asuransi dalam negeri yang diakuisisi oleh investor asing. Strategi pemasaran dari perusahaan asuransi asing ini cukup agresif, salah satunya dengan menawarkan program pengembalian premi bagi nasabah yang tidak melakukan klaim dalam periode tertentu," tambahnya.

Ketika ditanya mengenai prospek saham perusahaan asuransi, Ibrahim menjelaskan bahwa mayoritas emiten asuransi tidak membagikan dividen karena keuntungan mereka umumnya berasal dari premi yang dikelola kembali di asset management. Ia juga mengingatkan bahwa sektor asuransi saat ini tidak terlalu menarik bagi investor mengingat tekanan ekonomi dan fluktuasi pasar modal.

"Investor di saham asuransi tidak mengejar dividen, karena memang jarang ada pembagian dividen di sektor ini. Sebagian besar keuntungan dari premi yang dikumpulkan akan dikelola kembali. Namun, dengan kondisi ekonomi yang sedang melemah, saham-saham asuransi saat ini tidak terlalu menjanjikan," kata Ibrahim.

Meski demikian, ia menyebutkan bahwa saham asuransi masih memiliki prospek jangka panjang yang baik. Seiring dengan membaiknya perekonomian dan meningkatnya daya beli masyarakat, permintaan terhadap produk asuransi akan kembali meningkat, yang pada akhirnya akan berdampak positif terhadap kinerja saham emiten di sektor ini.

"Jangan takut kalau harga saham asuransi turun. Saat ekonomi membaik dan kelas menengah kembali kuat, permintaan asuransi akan meningkat. Itu saatnya harga saham asuransi kembali naik dan investor bisa melakukan taking profit," ujarnya.

Kondisi Asuransi Jiwa di Indonesia

Industri asuransi jiwa di Indonesia terus menghadapi dinamika yang signifikan di tengah berbagai tantangan ekonomi dan regulasi baru. Berdasarkan laporan terbaru dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) yang diperoleh Kabarbursa.com.

AAJI mencatat bahwa persiapan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 pada 2025 serta regulasi permodalan pada 2026 akan meningkatkan transparansi dan keberlanjutan industri asuransi jiwa di Indonesia. Selain itu, implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait asuransi kesehatan dan koordinasi manfaat (coordination of benefit) diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif dan efisien bagi masyarakat.

Dalam ekosistem kesehatan nasional, industri asuransi melihat peluang besar untuk berkontribusi, terutama melalui efisiensi anggaran negara yang membuka ruang lebih luas bagi sektor swasta. Hal ini memungkinkan perusahaan asuransi untuk berperan dalam menyediakan produk kesehatan yang inovatif dan terjangkau.

Dari sisi investasi, industri asuransi jiwa berkomitmen untuk mendukung perekonomian nasional dengan meningkatkan alokasi investasi pada Surat Berharga Negara (SBN). Sepanjang 2024, total investasi industri asuransi jiwa di SBN mencapai Rp164,2 triliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya.

Berdasarkan data E-Reporting AAJI, total jumlah tertanggung di industri asuransi jiwa mencapai 96,3 juta orang pada 2024, mencerminkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan asuransi. Selain itu, portofolio investasi industri ini tercatat sebesar Rp548,7 triliun, menunjukkan pertumbuhan yang stabil dibandingkan tahun sebelumnya.

Dengan berbagai langkah strategis yang tengah disiapkan, industri asuransi jiwa di Indonesia optimistis dapat menghadapi berbagai tantangan dan tetap menjadi pilar penting dalam perekonomian nasional.  (*)