Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Modal Asing Kabur, Pemerintah Harus Begini: ini Analisanya!

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 09 March 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Pramirvan Datu
Modal Asing Kabur, Pemerintah Harus Begini: ini Analisanya! Hall Bursa Efek Indonesia di Bilangan SCBD, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa/Abbas

KABARBURSA.COM - Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah semakin meningkat di awal 2025, menandakan ketidakpastian ekonomi yang besar. Dalam beberapa pekan terakhir, Rupiah sempat menyentuh Rp16.575 per dolar AS sebelum sedikit menguat ke Rp16.315 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan adanya kekhawatiran investor terhadap stabilitas pasar keuangan Indonesia.

Dalam situasi seperti ini, investor membutuhkan kepastian dari pemerintah. Namun, keterlambatan Kementerian Keuangan dalam merilis data realisasi APBN Januari 2025 justru memperburuk sentimen pasar. Syafruddin Karimi, pengamat ekonomi dari Universitas Andalas, menilai bahwa keterlambatan ini menimbulkan spekulasi negatif di kalangan investor.

“Ketika laporan fiskal tertunda, banyak yang bertanya-tanya apakah realisasi pendapatan negara tidak mencapai target atau apakah belanja negara meningkat di luar kendali. Ketidakjelasan seperti ini hanya akan memperburuk kepercayaan pasar,” jelas Syafruddin dalam keterangannya dikutip KabarBursa.com, Minggu 9 Maret 2025.

Akibat ketidakpastian ini, modal asing pun mulai keluar dalam jumlah besar. Sepanjang awal Maret 2025, total arus modal keluar tercatat mencapai Rp10,33 triliun hanya dalam hitungan hari.

Investor Global Mulai Menjauh

Investor global cenderung mengamankan aset mereka di negara yang lebih stabil ketika ada ketidakpastian. Morgan Stanley Capital International (MSCI) bahkan telah menempatkan aset Indonesia dalam kategori underweight, yang mendorong lebih banyak modal asing keluar dari pasar.

Syafruddin menjelaskan bahwa jika arus modal keluar ini terus berlanjut, Indonesia akan menghadapi tekanan besar, terutama dalam menjaga nilai tukar Rupiah dan stabilitas pasar keuangan.

“Investor tidak mencari kondisi ekonomi yang sempurna, tetapi mereka menginginkan kepastian bahwa pemerintah punya strategi jelas dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini,” tambahnya.

Triple Intervention BI: Solusi Sementara yang Mahal

Untuk menahan pelemahan Rupiah, Bank Indonesia (BI) telah menerapkan triple intervention, yakni intervensi di pasar spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan pembelian surat berharga negara (SBN).

Namun, intervensi ini memakan banyak cadangan devisa. Jika terus digunakan tanpa dukungan kebijakan fiskal yang jelas, strategi ini bisa menguras devisa dalam jumlah besar dan melemahkan ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi guncangan eksternal.

“BI harus memastikan bahwa intervensi ini tidak mengorbankan ketahanan jangka panjang ekonomi nasional,” kata Syafruddin. “Jika pemerintah tidak segera mengeluarkan kebijakan pendukung yang jelas, maka pasar akan tetap skeptis dan Rupiah akan terus mengalami tekanan.”

Langkah Konkret yang Harus Ditempuh Pemerintah

Pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk meredam kepanikan pasar dan mencegah modal asing semakin banyak keluar. Transparansi fiskal harus diperbaiki dengan segera merilis data APBN, sehingga spekulasi negatif dapat dihindari.

Selain itu, pemerintah juga harus mengurangi ketergantungan pada investasi asing dengan memperkuat industri dalam negeri dan mendorong ekspor bernilai tambah. Selama ekonomi bergantung pada modal asing jangka pendek, guncangan eksternal selalu menjadi ancaman besar.

“Ketika pemerintah menunda kebijakan atau mengambil keputusan yang tidak jelas, pasar akan bereaksi dengan mengeluarkan modalnya. Kepercayaan tidak bisa dibangun hanya dengan janji, tetapi dengan tindakan nyata,” pungkas Syafruddin.

Saatnya Bertindak Sebelum Terlambat

Situasi saat ini bukan sekadar gejolak biasa. Jika modal asing terus keluar, tekanan terhadap Rupiah bisa semakin besar, inflasi meningkat, dan daya beli masyarakat bisa tergerus. Perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor akan menghadapi kenaikan biaya produksi, sementara proyek infrastruktur yang didanai oleh pinjaman luar negeri bisa terganggu.

Pasar keuangan tidak menunggu. Jika pemerintah tidak segera bertindak dengan kebijakan yang konkret, Indonesia bisa menghadapi tekanan ekonomi yang lebih besar di masa depan. Transparansi fiskal, penguatan produksi dalam negeri, dan strategi stabilisasi ekonomi yang berkelanjutan harus segera diterapkan sebelum situasi semakin memburuk. 

Catatan Dana Asing Keluar

 Bank Indonesia (BI) mencatatkan aliran modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia sebesar Rp5,13 triliun berdasarkan data transaksi periode 2-5 Desember 2024.

Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa selama periode tersebut, tercatat adanya transaksi jual neto oleh nonresiden di beberapa pasar keuangan.

Secara rinci, aliran modal keluar itu terdiri dari jual neto sebesar Rp1,37 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), Rp5 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta beli neto sebesar Rp1,24 triliun di pasar saham.

“Berdasarkan data transaksi 2-5 Desember 2024, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp5,13 triliun, yang berasal dari beli neto Rp1,24 triliun di pasar saham, jual neto Rp1,37 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp5 triliun di SRBI,” kata Denny, Jumat, 6 Desember 2024.

Meskipun demikian, data setelmen hingga 5 Desember 2024 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, nonresiden tercatat membeli neto sebesar Rp22,13 triliun di pasar saham, Rp32,33 triliun di pasar SBN, dan Rp175,89 triliun di SRBI.

Pada semester II 2024, transaksi beli neto nonresiden tercatat lebih tinggi, dengan Rp21,79 triliun di pasar saham, Rp66,29 triliun di pasar SBN, dan Rp45,54 triliun di SRBI.

Lanjut Denny, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait guna mendukung ketahanan ekonomi eksternal Indonesia.

“Kami akan mengoptimalkan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi,” ujarnya.

Selain itu, Denny mengungkapkan bahwa premi risiko investasi Indonesia, yang diukur melalui Credit Default Swaps (CDS) lima tahun, mengalami penurunan. Pada 5 Desember 2024, premi CDS Indonesia tercatat sebesar 70,91 basis poin (bps), turun dibandingkan dengan 74,01 bps pada 29 November 2024.

Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat selama kurun waktu 18-21 November 2024, aliran modal asing yang keluar dari Indonesia mencapai Rp7,5 triliun.

“Terdiri dari jual neto sebesar Rp3,30 triliun di pasar saham, Rp3,59 triliun di pasar SBN, dan Rp0,61 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI),” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, Minggu, 24 November 2024.

Ramdan menjelaskan, hingga 21 November 2024 total nonresident beli neto di pasar saham sebesar Rp27,15 triliun. Sedangkan untuk pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp33,17 triliun. Kemudian untuk SRBI sebesar Rp187,68 triliun.

Jika mengacu pada data semester II-2024, total nonresiden beli neto sebesar Rp26,81 triliun di pasar saham, Rp67,13 di pasar SBN dan Rp57,33 di pasar SBRI.(*)