Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Begini Pergerakan HRUM dan INDY saat Harga Batu Bara Naik

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 09 March 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Begini Pergerakan HRUM dan INDY saat Harga Batu Bara Naik Ilustrasi batu bara

KABARBURSA.COM - Dua saham dari emiten batu bara, yaitu Indika Energy Tbk atau INDY dan Harum Energy Tbk atau HRUM terpantau menghijau pada perdagangan Jumat, 7 Maret 2025. Positifnya pergerakan kedua saham sepertinya tersulut kenaikan harga batu bara dunia.

Diketahui, harga batu bara mengalami pergerakan signifikan pada Jumat kemarin, di tengah tingginya impor China yang mencetak rekor baru dalam dua bulan pertama tahun ini. Kenaikan harga ini turut dipengaruhi oleh dinamika pasar global serta kebijakan baru yang mempengaruhi arus perdagangan komoditas energi ini.

Harga batu bara Newcastle untuk kontrak Maret 2025 mengalami penurunan tipis sebesar USD1,45, menetap di USD103,25 per ton. Namun, untuk kontrak April, harga justru melonjak USD2,1 menjadi USD108 per ton, sementara kontrak Mei mencatat kenaikan lebih besar, mencapai USD112,95 per ton setelah naik USD2,75. 

Di sisi lain, harga batu bara Rotterdam juga menunjukkan tren kenaikan. Untuk kontrak Maret, harga naik USD0,35 menjadi USD97 per ton, sementara April dan Mei masing-masing meningkat USD0,7 dan USD1,1 menjadi USD96,15 dan USD96,05 per ton.

Kenaikan harga batu bara ini didorong oleh lonjakan impor China, yang mencatat rekor tertinggi sebesar 76,12 juta metrik ton pada periode Januari-Februari 2025, naik 2,1 persen secara tahunan. 

Administrasi Umum Kepabeanan China mencatat bahwa peluang arbitrase yang masih terbuka menjadi salah satu faktor pendorong, meskipun prospek impor di bulan-bulan mendatang menghadapi sejumlah tantangan.

China secara tradisional menggabungkan data impor untuk Januari dan Februari dalam satu laporan guna mengimbangi efek libur panjang Tahun Baru Imlek, yang sering kali mempengaruhi aktivitas perdagangan. Seorang analis dari Galaxy Futures di Shanghai mengungkapkan bahwa harga batu bara domestik yang mengalami penurunan tajam dalam dua bulan pertama tahun ini telah mempersempit margin keuntungan impor. 

Selain itu, tingginya stok batu bara di pelabuhan juga mengurangi minat perusahaan dalam negeri untuk membeli dari luar negeri, sehingga dapat menekan volume impor dalam beberapa bulan ke depan.

Tekanan terhadap impor semakin meningkat setelah dua asosiasi industri utama di China merekomendasikan pembatasan impor, terutama untuk batu bara dengan kualitas rendah yang berpotensi menambah kelebihan pasokan di dalam negeri. 

Faktor lain yang turut menekan permintaan adalah musim dingin yang lebih hangat dari biasanya, yang mengurangi kebutuhan energi dan berdampak pada turunnya harga batu bara domestik.

Dalam upaya untuk menjaga stabilitas pasar domestik, produsen batu bara terbesar China, Shenhua Energy, memutuskan untuk menangguhkan impor di pasar spot. Langkah ini dilakukan sebagai strategi untuk melindungi penjualan mereka di dalam negeri dari ancaman tingginya stok yang tersimpan di pelabuhan.

Harga Patokan Tekan Impor China

Selain faktor internal di China, kebijakan terbaru Indonesia yang mulai menerapkan harga patokan pemerintah dalam transaksi internasional per 1 Maret 2025 juga berpotensi menekan impor batu bara oleh China. Analis dari Guosheng Securities mencatat bahwa harga patokan tersebut lebih tinggi dibanding indeks ICI, dengan selisih berkisar antara USD1,5 hingga USD14 tergantung pada jenis batu bara. 

Hal ini diperkirakan akan meningkatkan biaya impor bagi China dan mendorong perusahaan-perusahaan di negara tersebut untuk lebih mengandalkan batu bara domestik ketimbang impor.

Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China memperkirakan bahwa total impor batu bara sepanjang 2025 akan mengalami penurunan sebesar 1,9 persen menjadi 525 juta ton, lebih rendah dibanding rekor tertinggi yang tercatat pada 2024. Secara khusus, impor batu bara termal diproyeksikan turun lebih tajam hingga 4,9 persen menjadi 385 juta ton, dipicu oleh pelemahan yuan dan menyempitnya peluang arbitrase impor.

Beijing Terapkan Tarif Impor

Di tengah ketegangan perdagangan yang masih berlangsung antara China dan Amerika Serikat, Beijing juga telah menerapkan tarif impor sebesar 15 persen untuk batu bara asal AS. Meski demikian, volume pasokan dari AS ke China relatif kecil, sehingga dampak kebijakan ini terhadap pasar global kemungkinan tidak akan terlalu signifikan. Pasokan dari negara lain diperkirakan dapat dengan mudah menggantikan peran AS dalam memenuhi kebutuhan China.

Sementara itu, konsumsi batu bara domestik China tetap menunjukkan pertumbuhan. Pada 2024, konsumsi tercatat naik sebesar 1,7 perseb dibanding tahun sebelumnya, mencerminkan ketahanan sektor energi dalam negeri di tengah berbagai tantangan pasar global. 

Dengan berbagai faktor yang berperan, arah perdagangan batu bara di China pada 2025 akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan domestik, tren harga global, serta dinamika permintaan industri dan pembangkit listrik di negara tersebut.

INDY dan HRUM Kian Moncer

Sebagai sentimen positif bagi pergerakan saham HRUM dan INDY, melonjaknya harga batu bara membuat kinerja keduanya terdongkrak.

Pada perdagangan pekan terakhir kemarin, saham HRUM mengalami kenaikan sebesar 25 poin atau 3,36 persen, mencapai harga penutupan Rp770 per lembar. Sepanjang sesi, saham ini dibuka pada Rp755, mencapai titik tertinggi di Rp810, dan terendah di Rp745. Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp10,41 triliun, HRUM menunjukkan kinerja yang patut diperhatikan.

Rasio harga terhadap laba (P/E ratio) HRUM tercatat pada angka 5,45, mengindikasikan bahwa investor bersedia membayar Rp5,45 untuk setiap Rp1 laba yang dihasilkan perusahaan. Meskipun dividen yield saat ini tidak tersedia, pergerakan harga saham dalam 52 minggu terakhir menunjukkan volatilitas yang signifikan, dengan harga tertinggi di Rp1.590 dan terendah di Rp690.

Dari sisi kinerja keuangan, HRUM mencatat pendapatan sebesar USD373,49 juta, meningkat 148,67 persen dibanding periode sebelumnya. Beban operasional mencapai USD23,18 juta, mengalami penurunan tipis sebesar 0,03 persen. 

Laba bersih tercatat sebesar USD32,57 juta, melonjak 175,16 persen, dengan margin laba bersih sebesar 8,72 persen, meningkat 130,23 persen dibanding periode sebelumnya. EBITDA perusahaan mencapai USD68,20 juta, naik 89,15 persen, sementara tingkat pajak efektif berada pada 20,23 persen.

Namun, perlu dicatat bahwa pada kuartal III 2024, laba bersih HRUM mengalami penurunan 34,81 persen menjadi USD69,94 juta.  Penurunan ini menunjukkan adanya tantangan yang dihadapi perusahaan dalam menjaga profitabilitasnya.

Secara keseluruhan, meskipun HRUM berhasil mencatat peningkatan pendapatan dan laba bersih secara tahunan, fluktuasi harga saham dan penurunan laba bersih pada kuartal III 2024 menunjukkan bahwa perusahaan perlu terus beradaptasi dengan dinamika pasar dan industri untuk mempertahankan kinerjanya.

Sementara, INDY mencatat pergerakan positif di pasar saham dengan harga sahamnya naik 0,37 persen menjadi Rp1.350 per lembar. Saham INDY sempat dibuka di level Rp1.360 dan mencapai titik tertinggi di Rp1.380, sebelum turun ke level terendah Rp1.335 sepanjang sesi perdagangan. 

Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp7,03 triliun, perusahaan ini tetap menjadi salah satu pemain utama di sektor energi Indonesia.

Dari sisi valuasi, rasio harga terhadap laba (P/E ratio) INDY tercatat sebesar 7,07, menunjukkan valuasi yang masih relatif menarik bagi investor. Selain itu, dengan tingkat dividen yield mencapai 6,81 persen, saham ini menawarkan potensi imbal hasil dividen yang cukup tinggi. 

Namun, volatilitas dalam satu tahun terakhir cukup signifikan, dengan harga tertinggi mencapai Rp1.825 dan terendah di Rp1.155.

Secara kinerja keuangan, INDY mencatat pendapatan sebesar USD587,44 juta, mengalami penurunan 6,09 persen dibandingkan periode sebelumnya. Namun, efisiensi operasional tampak jelas dengan penurunan beban operasional sebesar 25,15 persen menjadi USD38,41 juta, yang membantu meningkatkan profitabilitas perusahaan. 

Laba bersih perusahaan melonjak tajam sebesar 232,28 persen menjadi USD13,40 juta, dengan margin laba bersih meningkat signifikan ke level 2,28 persen, naik 256,25 persen dibandingkan sebelumnya.

Meskipun EBITDA mengalami penurunan 15,23 persen menjadi USD35,85 juta, strategi efisiensi dan pengelolaan biaya yang lebih ketat tetap memberikan dampak positif terhadap profitabilitas. Sementara itu, beban pajak perusahaan tercatat cukup tinggi dengan tingkat pajak efektif sebesar 39,26 persen, yang dapat menjadi faktor penting dalam analisis keuangan jangka panjang.

Dengan pencapaian ini, INDY menunjukkan ketahanan di tengah tantangan sektor energi global. Kenaikan laba bersih yang signifikan dan efisiensi operasional menjadi indikator positif bagi investor yang mencari perusahaan dengan potensi pertumbuhan yang solid dan dividen yang menarik. Namun, volatilitas harga saham dan tantangan di industri energi tetap menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam strategi investasi jangka panjang.(*)