KABARBURSA.COM - Harga emas dunia melemah tipis pada Sabtu, 8 Maret 2025, dini hari WIB, tetapi masih mencatat kenaikan mingguan berkat aliran dana ke aset safe haven dan laporan tenaga kerja AS yang lebih lemah dari perkiraan. Data ini memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menurunkan suku bunga tahun ini.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, Harga emas spot turun 0,1 persen ke USD2.906,04 (Rp43,59 juta) per ons. Sementara itu, harga emas berjangka AS ditutup turun 0,4 persen di USD2.914,10 (Rp43,71 juta). Sepanjang pekan ini, emas telah menguat sekitar 1,7 persen, didorong oleh ketidakpastian yang dipicu kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang terus berubah-ubah.
Di sisi lain, indeks dolar AS anjlok ke level terendah dalam empat bulan, mencatat penurunan mingguan terdalam sejak November 2022. Pelemahan dolar ini membuat emas lebih murah bagi pembeli di luar negeri, sehingga menopang harga emas.
“Kinerja pasar tenaga kerja yang lebih lemah dari perkiraan memberikan sedikit dorongan bagi emas. Ditambah dengan pelemahan dolar sepanjang pekan ini, emas masih bertahan cukup baik,” ujar analis senior di RJO Futures, Bob Haberkorn.
Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan ekonomi AS hanya menambah 151.000 lapangan kerja di Februari, lebih rendah dari ekspektasi 160.000. Tingkat pengangguran naik menjadi 4,1 persen dari proyeksi 4 persen.
Menurut Peter Grant, Wakil Presiden Zaner Metals, saat ini pasar emas berada dalam fase konsolidasi dengan minat terhadap aset safe haven yang terus mendukung harga.
Sementara itu, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bank sentral AS akan berhati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneter. Ia juga menyatakan kondisi ekonomi saat ini “masih berada di tempat yang baik”.
Meskipun emas dikenal sebagai lindung nilai terhadap inflasi, suku bunga yang lebih tinggi dapat mengurangi daya tarik emas yang tidak menghasilkan imbal hasil. Namun, pasar masih memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak 76 basis poin hingga akhir tahun, dengan pemangkasan pertama diprediksi mulai Juni.
Dari sisi permintaan, China terus menambah cadangan emasnya selama empat bulan berturut-turut di Februari, berdasarkan data Bank Sentral China.
Di pasar logam lainnya, perak spot turun 0,8 persen ke USD32,35 (Rp484 ribu) per ons, platinum melemah 0,6 persen ke USD960,70 (Rp14,41 juta), sementara paladium naik tipis 0,4 persen ke USD946,15 (Rp14,19 juta).
Emas Diprediksi Tembus USD3.100 Tahun ini
Harga emas terus mendaki sejak awal 2024 mencetak rekor demi rekor dengan kenaikan lebih dari 40 persen. Analis Goldman Sachs memperkirakan reli emas masih akan berlanjut, didorong oleh permintaan tinggi dari bank sentral di seluruh dunia.
Dalam laporan terbaru tim riset Goldman Sachs, analis Lina Thomas memproyeksikan harga emas akan naik lagi sebesar 8 persen hingga mencapai USD3.100 (Rp46,5 juta) per ons troy pada akhir 2025. Prediksi ini direvisi naik dari proyeksi sebelumnya yang hanya di angka USD2.890 (Rp43,35 juta).
Lonjakan harga emas ini didorong oleh pembelian agresif bank sentral yang mulai meningkatkan cadangan emas mereka sejak aset bank sentral Rusia dibekukan pada 2022 akibat invasi ke Ukraina. Selain itu, Goldman Sachs juga melihat peningkatan permintaan dari investor yang membeli ETF emas karena suku bunga yang menurun membuat emas kembali menarik sebagai aset investasi.
Di sisi lain, spekulan di pasar berjangka mulai mengurangi posisi beli bersih mereka di emas yang berpotensi menekan harga logam mulia ini. Namun, dengan ketidakpastian global yang masih tinggi—baik dari sisi tarif, risiko geopolitik, hingga utang pemerintah yang membengkak—banyak spekulan justru diperkirakan akan kembali meningkatkan eksposur mereka ke emas. Jika itu terjadi, harga emas bisa saja melonjak lebih jauh hingga USD3.300 (Rp49,5 juta) per ons troy pada akhir 2025.
Bank Sentral Jadi Pemain Utama
Faktor utama yang membuat Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga emas adalah pembelian masif oleh bank sentral. Data menunjukkan sebelum aset bank sentral Rusia dibekukan pada 2022, rata-rata permintaan institusional terhadap emas di pasar over-the-counter (OTC) London hanya 17 ton per bulan. Namun, pada Desember 2024, angka itu melonjak drastis hingga 108 ton.
Thomas memperkirakan permintaan bank sentral di pasar emas London OTC meningkat lima kali lipat setelah aset Rusia dibekukan. Karena itulah, tim riset Goldman Sachs merevisi perkiraan mereka dan menaikkan asumsi permintaan emas dari bank sentral dalam proyeksi harga emas tahun ini.
Dengan permintaan bank sentral yang terus tinggi, harga emas bisa naik hingga 9 persen lebih lanjut. Selain itu, Goldman Sachs juga memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga dua kali tahun ini. Langkah ini semakin memperkuat daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil dibandingkan obligasi yang suku bunganya menurun.(*)