KABARBURSA.COM - Sejumlah emiten yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) bersiap untuk melakukan pembelian kembali saham atau buyback pada Maret 2025. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA) akan membeli kembali saham mereka di publik secara bertahap mulai pertengahan bulan ini.
Analis Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai aksi korporasi ini dapat menjadi katalis positif, namun investor perlu mencermati eksekusi buyback secara saksama.
Nafan menjelaskan bahwa buyback saham bertujuan untuk memperkuat performa harga saham agar lebih mencerminkan nilai fundamentalnya. Namun, menurutnya, hingga saat ini belum ada informasi pasti terkait harga pelaksanaan buyback.
"Kita belum tahu di harga berapa buyback akan dieksekusi. Jadi, investor harus mencermati pergerakan harga sahamnya. Jika harga saham terus turun di bulan Maret, bisa jadi buyback belum terlaksana. Sebaliknya, jika harga mulai naik signifikan, ada kemungkinan buyback sudah dilakukan," kepada Kabarbursa.com pada Jumat, 28 Februari 2025.
Langkah yang diharapkan dapat meningkatkan nilai pemegang saham dan menunjukkan optimisme manajemen terhadap prospek perusahaan, menjadi tujuan para perusahaan. Dengan begitu layak menjadi pertanyaan apa yang akan didapatkan oleh investor dari aksi korporasi ini. Berikut ulasannya.
1. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
BRI telah menyampaikan rencana pembelian kembali saham di publik melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan pada 11 Maret 2025 mendatang. Jika disetujui, buyback saham dilaksanakan secara bertahap mulai tanggal 12 Maret 2025 hingga 11 Maret 2026.
Berdasarkan keterbukaan informasi perusahaan, BRI menganggarkan dana maksimal Rp3 triliun dalam aksi korporasi tersebut.
Buyback saham BBRI dilakukan di tengah sentimen isu lemahnya harga saham BRI, turunnya keuntungan hingga rencana bergabung di holding Daya Anagata Nusantara (Danantara). Hak ini akan menciptakan peluang saham BBRI kembali dengan nilai yang baru.
2. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mengumumkan rencana pembelian kembali (buyback) saham senilai Rp1,17 triliun.
Manajemen Bank Mandiri menyatakan bahwa buyback bertujuan meningkatkan kepercayaan investor terhadap fundamental perusahaan serta menjaga likuiditas saham di pasar.
Selain itu, saham hasil buyback akan dialihkan dalam program kepemilikan saham bagi pegawai serta kompensasi jangka panjang berbasis kinerja bagi direksi dan dewan komisaris.
“Langkah ini menunjukkan komitmen kami dalam menjaga keseimbangan antara kondisi pasar dan fundamental perusahaan, serta meningkatkan engagement karyawan terhadap pertumbuhan jangka panjang,” ujar manajemen Senior Vice President Corporate Secretary Group BMRI M. Ashidiq Iswara, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.
Meski buyback umumnya berdampak positif pada harga saham karena berkurangnya jumlah saham yang beredar, investor tetap perlu mencermati implikasinya terhadap likuiditas saham.
Bank Mandiri menegaskan bahwa buyback tidak akan mengurangi jumlah saham secara signifikan sehingga likuiditas tetap terjaga.
Buyback ini diharapkan dapat memperkuat persepsi pasar terhadap nilai jangka panjang saham Bank Mandiri. Namun, perlu dicermati bagaimana reaksi pasar setelah buyback dilakukan.
Selain itu, penggunaan kas internal untuk buyback ini juga menjadi perhatian. Meskipun Bank Mandiri menyatakan bahwa buyback tidak akan mengganggu likuiditas perusahaan, investor akan melihat sejauh mana langkah ini mempengaruhi ekspansi dan pertumbuhan kredit bank ke depan.
Rencana buyback Bank Mandiri senilai Rp1,17 triliun menunjukkan kepercayaan manajemen terhadap fundamental perusahaan serta sebagai langkah strategis untuk meningkatkan nilai saham.
Meskipun terdapat dampak minor pada ekuitas dan CAR, stabilitas laba bersih dan peningkatan ROE menjadi indikator bahwa buyback ini dikelola dengan baik.
Namun, investor disarankan untuk tetap memantau perkembangan setelah pelaksanaan buyback, terutama terkait dampaknya terhadap pergerakan harga saham dan likuiditas di pasar.
Dengan demikian, langkah ini dapat menjadi sinyal positif bagi pasar, tetapi juga menuntut perhatian terhadap strategi Bank Mandiri dalam menjaga pertumbuhan bisnisnya di tengah tantangan ekonomi yang dinamis.
3. PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk
PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk alias Cinema XXI atau emiten berkode saham CNMA juga berencana melakukan pembelian kembali saham dengan nilai maksimal Rp300 miliar.
Direktur Utama Cinema XXI, Suryo Suherman sebelumnya mengatakan harga saham saat ini belum mencerminkan nilai intrinsik perusahaan. Oleh karena itu, buyback diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek bisnis jangka panjang.
"Kami berharap buyback dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap fundamental bisnis Cinema XXI dan memberikan fleksibilitas perusahaan dalam pengelolaan modal jangka panjang," ujar Suryo melalui keterangan tertulis yang diterima Kabarbursa.com pada Kamis, 27 Februari 2025.
Buyback akan dilakukan secara bertahap melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dijadwalkan berlangsung paling lama 12 bulan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST). RUPST Cinema XXI dijadwalkan pada 24 Maret 2025, sehingga batas akhir buyback adalah 24 Maret 2026.
Emiten Buyback Saham, Investor Dapat Apa?
Melihat hal tersebut, analis Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas menambahkan, selain memperkuat fundamental, buyback juga berperan dalam menjaga likuiditas saham serta memberikan sinyal positif bagi investor retail. Dengan adanya aksi ini, perusahaan menunjukkan komitmennya dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) untuk meningkatkan kepercayaan pasar.
"Buyback saham juga dapat mendorong investor retail untuk mempertimbangkan akumulasi beli, karena ini bagian dari strategi perusahaan dalam menjaga stabilitas harga sahamnya," kata Nafan.
Ke depan, investor disarankan untuk memantau perkembangan aksi buyback ini serta melihat bagaimana dampaknya terhadap pergerakan saham dan kondisi pasar secara keseluruhan. (*)