KABARBURSA.COM – Direktur Utama PT Indointernet Tbk (EDGE) Andrew Rigoli mengatakan, bakal mempertimbangkan untuk membagikan dividen kepada pemegang saham pada tahun 2025.
Hal itu disampaikan Andrew menggelar public expose secara daring untuk menyampaikan paparan terkait kinerja bisnis dan keuangan perusahaan hingga kuartal III-2024 serta rencana ekspansi ke depan pada Rabu, 5 Maret 2025.
Andrew menuturkan, meski Indonet belum pernah membagikan dividen sejak pertama kali IPO, namun EDGE bakal mempertimbangkan keputusan dividen dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada kuartal II-2025.
“Kalau rencana dividen mungkin kami akan melakukan RUPS di kuartal kedua tahun ini mungkin nanti bisa ditunggu saja apakah memang ada keputusan pemegang saham terkait dividen,” kata Andrew kepada kabarbursa.com, Rabu, 5 Maret 2025.
Andrew mengklaim, pencapaian EDGE pada kuartal ketiga 2024 mencerminkan kinerja yang sesuai dengan target internal perusahaan. Ia menyebut, pada akhir September 2024, Indonet telah mencatatkan pertumbuhan yang memuaskan.
“Ini menunjukkan kesuksesan kami dalam mengimplementasikan strategi dan terus mengembangkan layanan konektivitas serta data center,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, pihak Indointernet mengumumkan pencapaiannya meluncurkan fasilitas data center kedua, HMO, pada kuartal II-2024 yang diklaim mampu mendukung transformasi digital.
Ia menjelaskan, bisnis Indointernet terbagi dalam tiga pilar utama, yakni konektivitas, data center, dan cloud. “Kami merupakan reseller terbesar dari Alibaba Cloud di Indonesia. Kami mencoba untuk mengembangkan tiga bisnis ini dengan sinergi antara produk dan klien,” ucap Andrew.
Terkait pergerakan harga saham, manajemen menyoroti lonjakan signifikan sejak 19 Februari 2024. Sejak tanggal tersebut, saham EDGE cukup aktif diperdagangkan di bursa. Harga saham sempat naik dari kisaran Rp3.500 hingga menyentuh titik tertingginya di Rp7.425 sebelum mengalami koreksi.
Menurutnya, fluktuasi harga saham sejalan dengan pergerakan indeks sektor teknologi, IDX Tekno, yang mengalami kenaikan signifikan pada periode yang sama.
Lebih lanjut, Andrew juga menyoroti terkait dengan ekspansi data center dan alokasi belanja modal pada tahun 2025. Ia menyebut, Indonet akan fokus dalam aktivasi fase 2 dan 3 dari data center kedua kami, dengan total kapasitas 23 megawatt.
Penurunan Laba Bersih
Terkait dengan laba bersih, Direktur Indonet Donauly E Situmorang mengungkapkan bahwa faktor utama yang menyebabkan penurunan tersebut adalah depresiasi aset akibat belanja modal yang besar.
“Kami telah menghabiskan capex yang cukup tinggi untuk pengembangan data center kedua, yang menyebabkan peningkatan depresiasi. Namun, secara internal kami melihat EBITDA kami tetap stabil,” ujar Dona.
Ia melihat, sektor data center sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan perusahaan ke depan, dengan sinergi kuat antara layanan konektivitas dan cloud. Pihaknya juga melihat, ada kebutuhan yang tinggi di Indonesia, baik dari pelanggan lokal maupun internasional.
“Kami melihat tren permintaan yang kuat dari sektor perbankan, asuransi, serta industri AI dan cloud computing,” jelas dia.
Kinerja Keuangan EDGE
Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp11,010 miliar, EDGE berhasil mencatatkan pendapatan tahunan (TTM) sebesar Rp1,022 triliun dengan laba bersih Rp250 miliar. Namun, apakah saham ini layak untuk investasi jangka menengah dan panjang berdasarkan metode Warren Buffett?
Dari sisi valuasi, EDGE memiliki Price to Earnings (P/E) Ratio TTM sebesar 43,97 kali, jauh lebih tinggi dibandingkan median IHSG yang berada di angka 7,54 kali. Hal ini menunjukkan bahwa saham EDGE dihargai cukup mahal oleh pasar. Earnings Yield yang berada di angka 2,27 persen juga mengindikasikan tingkat pengembalian laba terhadap harga saham yang rendah dibandingkan saham-saham undervalued.
Dari sisi profitabilitas, EDGE mencatatkan margin laba bersih sebesar 15,08 persen, yang cukup baik dibandingkan rata-rata industri. Return on Equity (ROE) mencapai 15,25 persen dan Return on Assets (ROA) di angka 7,98 persen, yang menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengelola modal dengan cukup efisien.
Sementara untuk Debt to Equity Ratio EDGE berada di angka 0,51 kali, yang masih dalam batas wajar. Namun, current ratio dan quick ratio yang hanya 0,83 kali menunjukkan likuiditas yang kurang optimal, mengingat perusahaan memiliki lebih banyak kewajiban jangka pendek dibandingkan aset likuid yang tersedia.
Perusahaan juga mencatatkan arus kas operasional positif sebesar Rp295 miliar, namun arus kas investasi negatif Rp934 miliar, yang menunjukkan bahwa perusahaan masih dalam fase ekspansi dan banyak mengalokasikan dana untuk pengembangan bisnis. Sayangnya, free cash flow EDGE masih negatif di angka Rp638 miliar, yang bisa menjadi risiko bagi investor jangka panjang.
Jika dianalisis dengan metode Warren Buffett, saham EDGE belum memenuhi kriteria sebagai saham investasi jangka panjang yang ideal. Buffett lebih cenderung memilih saham dengan valuasi murah (low P/E), arus kas positif, dan pertumbuhan stabil. EDGE memiliki valuasi tinggi, free cash flow negatif, serta masih dalam tahap ekspansi yang memerlukan banyak investasi.
Bagi investor dengan profil risiko tinggi dan orientasi jangka pendek, saham EDGE bisa menjadi opsi menarik mengingat tren kenaikan harga dan kinerja perusahaan yang solid. Namun, untuk investasi jangka panjang, EDGE masih perlu membuktikan stabilitas arus kas dan profitabilitasnya sebelum dapat dikategorikan sebagai saham layak simpan dalam portofolio jangka panjang. (*)