Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Sritex Pailit karena Utang, Kontras dengan Sido Muncul

Perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini mengalami krisis keuangan serius akibat tingginya pinjaman yang gagal dilunasi, ditambah dengan tekanan dari kreditur

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 05 March 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Syahrianto
Sritex Pailit karena Utang, Kontras dengan Sido Muncul Kolase foto Sido Muncul dan Sritex (Foto: Kabarbursa)

KABARBURSA.COM – PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), atau yang lebih dikenal dengan Sritex, resmi dinyatakan pailit setelah bertahun-tahun bergulat dengan beban utang yang kian membengkak. Perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini mengalami krisis keuangan serius akibat tingginya pinjaman yang gagal dilunasi, ditambah dengan tekanan dari kreditur yang akhirnya membawa perusahaan ini ke pengadilan niaga. Dengan putusan pailit yang diketok palu, Sritex kini menghadapi proses likuidasi aset demi melunasi kewajiban finansialnya yang mencapai triliunan rupiah.

Kondisi keuangan Sritex telah menunjukkan tanda-tanda keretakan sejak beberapa tahun terakhir. Penurunan kinerja industri tekstil, tingginya biaya produksi, serta melemahnya daya beli masyarakat membuat arus kas perusahaan semakin tertekan. Berdasarkan laporan keuangan terakhir sebelum putusan pailit, total utang Sritex melampaui kapasitas pembayaran, memaksa manajemen mengajukan restrukturisasi yang pada akhirnya menemui jalan buntu. Kreditur besar, termasuk bank dan pemegang obligasi, kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan Sritex untuk bangkit kembali, sehingga memicu proses hukum yang berujung pada kebangkrutan.

Kondisi ini sangat kontras dengan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), yang justru berhasil menjaga kesehatan finansialnya dengan manajemen utang yang disiplin. Perusahaan yang dikenal sebagai produsen jamu terbesar di Indonesia ini menunjukkan kinerja cemerlang sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2024. SIDO membukukan penjualan bersih sebesar Rp2,63 triliun, naik 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba bersihnya pun meningkat 33 persen secara tahunan menjadi Rp778 miliar, mencerminkan efisiensi operasional yang semakin baik.

Sritex: Dari Raksasa Tekstil ke Status Pailit

Sritex, yang dikenal sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, mengalami penurunan kinerja keuangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024, total aset perusahaan mencapai USD594,01 juta, turun dari USD648,99 juta pada akhir 2023. Penurunan ini mencerminkan berkurangnya nilai persediaan dan aset tetap yang menjadi pilar utama perusahaan.

Sementara itu, total liabilitas perusahaan membengkak hingga USD1,61 miliar, dengan utang bank jangka panjang mencapai USD829,67 juta. Tidak hanya itu, obligasi yang diterbitkan Sritex juga tercatat sebesar USD375 juta, menambah beban finansial yang sulit untuk ditangani.

Surat utang ini menjadi salah satu faktor krusial dalam tekanan finansial perusahaan, mengingat Sritex harus membayar bunga dan pokok obligasi secara berkala dalam kondisi bisnis yang semakin lesu. Kewajiban ini, yang awalnya diterbitkan untuk mendukung ekspansi perusahaan, justru menjadi bumerang yang memperburuk kesehatan keuangan perusahaan.

Di sisi lain, utang usaha jangka pendek Sritex juga mengalami kenaikan drastis. Pada akhir September 2024, utang usaha kepada pihak ketiga tercatat sebesar USD 54,24 juta, naik signifikan dibandingkan USD 31,86 juta pada akhir tahun 2023. Peningkatan ini menunjukkan bahwa Sritex menghadapi kesulitan dalam membayar pemasok dan mitra bisnisnya, yang dapat berujung pada terganggunya rantai pasokan dan operasional produksi.

Tak hanya itu, Sritex juga memiliki liabilitas lain yang menambah tekanan finansial. Beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan mencapai USD 18,78 juta, sementara beban akrual yang mencakup biaya operasional yang belum dibayar mencapai USD 18,81 juta. Ditambah dengan liabilitas lainnya, seperti utang pemegang saham yang baru muncul sebesar USD 9,35 juta, total liabilitas semakin membengkak tanpa ada sumber pendapatan yang cukup untuk menutupinya.

Defisiensi modal yang dialami Sritex semakin mempertegas kondisi kritis perusahaan. Dengan akumulasi defisit sebesar USD 1,22 miliar, Sritex secara teknis berada dalam kondisi insolvensi, di mana jumlah kewajibannya jauh melampaui total aset yang hanya sebesar USD 594,01 juta per September 2024. Ketimpangan ini mengakibatkan pengadilan akhirnya memutuskan status pailit bagi Sritex, mengingat perusahaan tidak lagi memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditur.

Analisis Manajemen Risiko Sritex

Sritex menghadapi berbagai risiko keuangan, termasuk risiko mata uang asing, suku bunga, kredit, dan likuiditas. Perusahaan menyadari bahwa fluktuasi nilai tukar dapat mempengaruhi biaya bahan baku dan pendapatan ekspor. Untuk mengelola risiko tersebut, Sritex melakukan pemetaan risiko yang komprehensif dan berusaha menerapkan strategi mitigasi yang sesuai. 

Meskipun Sritex memiliki kerangka manajemen risiko, perusahaan tetap mengalami kesulitan keuangan yang signifikan. Liabilitas perusahaan mencapai USD1,6 miliar atau sekitar Rp 25 triliun, sementara ekuitasnya mencatatkan defisiensi modal sebesar USD1,22 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa strategi mitigasi risiko yang diterapkan tidak efektif dalam menghadapi tekanan finansial yang ada. 

SIDO: Pengelolaan Utang yang Sehat 

Salah satu faktor utama yang membuat Sido Muncul tetap solid di tengah tantangan ekonomi adalah strategi pengelolaan keuangan yang konservatif. Berbeda dengan Sritex yang bergantung pada utang besar untuk ekspansi, Sido Muncul lebih berhati-hati dalam mengambil pinjaman. Laporan keuangan per 30 September 2024 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki posisi kas yang kuat sebesar Rp978 miliar dan nyaris tanpa utang. Dengan struktur keuangan yang sehat, Sido Muncul memiliki fleksibilitas tinggi dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis tanpa terbebani oleh biaya bunga yang tinggi.

Keberhasilan Sido Muncul dalam menjaga keseimbangan keuangan didukung oleh diversifikasi produk dan ekspansi pasar yang terencana. Penjualan ekspor melonjak 75 persen secara tahunan, kini menyumbang 8 persen dari total pendapatan. Selain itu, efisiensi produksi dalam rantai pasok turut berkontribusi terhadap peningkatan margin laba usaha menjadi 37 persen, lebih tinggi dibandingkan 31 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Dalam sembilan bulan pertama tahun 2024, Sido Muncul mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp2,63 triliun, meningkat 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan permintaan di pasar domestik maupun ekspor. Laba bruto naik 17 persen menjadi Rp1,49 triliun, dengan margin laba bruto meningkat dari 54 persen menjadi 57 persen. Efisiensi biaya dan pengelolaan harga bahan baku, terutama di segmen makanan dan minuman, menjadi faktor utama peningkatan profitabilitas ini.

Laba usaha Sido Muncul mencapai Rp969 miliar, meningkat 32 persen secara tahunan, dengan margin laba usaha yang menguat dari 31 persen menjadi 37 persen. Efisiensi operasional dan pengelolaan biaya yang ketat menjadi kunci dalam meningkatkan profitabilitas. Laba bersih tercatat sebesar Rp778 miliar, naik 33 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan posisi kas yang solid dan tanpa utang, perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang sehat, memungkinkan ekspansi dan investasi lebih lanjut.

Salah satu faktor yang membuat Sido Muncul lebih tangguh dibandingkan banyak perusahaan lain adalah minimnya liabilitas jangka panjang yang membebani neraca keuangan. Total liabilitas perusahaan tercatat hanya Rp784,6 miliar, atau sekitar 15,3 persen dari total aset. Dari jumlah tersebut, utang jangka panjang hanya Rp102,4 miliar, menandakan bahwa perusahaan tidak bergantung pada pendanaan eksternal untuk ekspansi bisnis.

Sebaliknya, Sido Muncul lebih mengandalkan arus kas operasional yang solid sebagai sumber utama pendanaan. Hingga kuartal III 2024, arus kas dari aktivitas operasi mencapai Rp950,3 miliar, cukup untuk membiayai kebutuhan modal kerja serta investasi ekspansi tanpa harus bergantung pada utang baru. Kemampuan perusahaan dalam mengelola modal kerja juga terlihat dari rasio lancar (current ratio) yang mencapai 3,92 kali, jauh di atas ambang batas aman yang biasanya berada di kisaran 1-2 kali.

Dari sisi profitabilitas, Sido Muncul mencatatkan margin laba bersih sebesar 28,5 persen pada kuartal III 2024. Dengan laba bersih mencapai Rp778 miliar dalam sembilan bulan pertama tahun ini, perusahaan tetap konsisten dalam membagikan dividen. Dividend payout ratio Sido Muncul berada di level 90 persen, menjadikannya salah satu emiten dengan kebijakan dividen yang menarik di Bursa Efek Indonesia.

Apa yang Dilakukan Sido Muncul?

Sido Muncul secara proaktif mengelola risiko dengan menitikberatkan pada aspek yang paling kritis dan melaksanakannya secara terintegrasi. Perusahaan selalu mencari inovasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam praktik manajemen risikonya. 

Sido Muncul mempertahankan daya saingnya melalui diversifikasi produk, inovasi berkelanjutan, dan ekspansi pasar yang terencana. Perusahaan juga fokus pada efisiensi operasional dan pengelolaan biaya yang ketat untuk meningkatkan profitabilitas. Selain itu, Sido Muncul memiliki posisi kas yang kuat dan hampir tanpa utang, memberikan fleksibilitas tinggi dalam berinvestasi dan mengembangkan bisnis tanpa terbebani oleh biaya bunga yang tinggi. 

Komparasi Saham SRIL dan SIDO

Saham Sritex (SRIL) telah disuspensi oleh BEI sejak 18 Mei 2021 karena perusahaan menunda pembayaran pokok dan bunga Medium Term Notes (MTN) Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6. Terakhir, saham SRIL berada di level Rp146. Sebaliknya, saham Sido Muncul (SIDO) menunjukkan kinerja yang solid, didukung oleh laporan keuangan yang kuat dan manajemen risiko yang efektif. 

Pada perdagangan hari ini, Rabu, 5 Maret 2025, saham SIDO menunjukkan pergerakan positif. Harga saham SIDO dibuka pada level Rp565 dan mencapai harga tertinggi Rp575. Hingga pukul 13:27 WIB, saham SIDO diperdagangkan pada harga Rp570, naik 1,00 persen dibandingkan penutupan sebelumnya.  Volume perdagangan mencapai 89.224 saham dengan nilai transaksi sebesar Rp5.100.000.000. Pergerakan positif ini mencerminkan sentimen pasar yang optimis terhadap kinerja dan prospek bisnis Sido Muncul. 

Pelajaran bagi Investor

Kasus pailit Sritex dan keberlanjutan Sido Muncul memberikan pelajaran berharga bagi investor. Tingginya beban utang tanpa strategi pelunasan yang jelas, seperti yang dialami Sritex, dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan perusahaan. Sritex menghadapi kesulitan finansial akibat utang yang mencapai miliaran dolar, yang sebagian besar berasal dari pinjaman jangka panjang dan penerbitan obligasi. Ketergantungan yang besar pada utang membuat Sritex kesulitan membayar bunga dan cicilan ketika pendapatan mulai menurun akibat pandemi dan perlambatan ekonomi global. 

Sebaliknya, Sido Muncul membuktikan bahwa pengelolaan keuangan yang disiplin, efisiensi operasional, dan diversifikasi pasar dapat menjaga stabilitas bisnis meskipun dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Perusahaan ini terus melakukan berbagai taktik untuk membangun, meningkatkan, dan menjaga stabilitas perusahaan selama masa pandemi COVID-19.  

Bagi investor, penting untuk memperhatikan struktur keuangan dan manajemen utang suatu perusahaan sebelum berinvestasi. Saham emiten dengan fundamental kuat dan manajemen yang prudent, seperti Sido Muncul, cenderung lebih aman dan mampu memberikan keuntungan jangka panjang. (*)