KABARBURSA.COM - Mata uang rupiah pada perdagangan hari ini, Rabu, 5 Maret 2025, diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah di rentang Rp16.430 - Rp16.500 per dolar AS. Proyeksi ini merujuk pada pergerakan rupiah kemarin yang sempat menguat 50 poin sebelum akhirnya ditutup naik 35 poin di Rp16.445, dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.480.
“Untuk perdagangan besok (hari ini), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.430 - Rp16.500,” kata analis mata uang Ibrahim Assuaibi, dalam analisis hariannya, Selasa, 4 Maret 2025.
Pelemahan rupiah tak lepas dari ketidakpastian global yang meningkat setelah Presiden AS Donald Trump resmi memberlakukan tarif 25 persen terhadap impor dari Meksiko dan Kanada, serta menggandakan tarif terhadap barang-barang China dari 10 persen menjadi 20 persen.
Langkah ini langsung dibalas oleh China dengan menerapkan tarif tambahan 10 hingga 15 persen terhadap produk pertanian dan pangan asal AS, serta pembatasan ekspor untuk beberapa perusahaan Amerika. Sementara itu, Kanada juga mengumumkan kebijakan balasan yang diperkirakan makin memperumit hubungan dagang global.
Tarif ini berpotensi mengganggu rantai pasok global, menekan permintaan ekspor, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi di Asia, termasuk Indonesia. Dengan kondisi ini, investor cenderung mengalihkan dana mereka ke aset safe haven seperti dolar AS, yang dapat semakin membebani pergerakan rupiah.
Selain itu, kebijakan penghentian sementara bantuan militer AS ke Ukraina juga menjadi perhatian pasar. Langkah ini bisa mengarah pada potensi pencabutan sanksi terhadap Rusia yang dapat mempengaruhi pergerakan mata uang global dan harga komoditas.
Sentimen Domestik: Daya Beli Kuat, Inflasi Terjaga
Di dalam negeri, rupiah masih mendapat dukungan dari stabilitas konsumsi domestik yang kuat. Indeks Kepuasan Konsumen (IKK) tercatat di level 127,2 pada Januari, sementara Indeks Penjualan Ritel (IPR) tumbuh positif 0,4 persen. Ini menunjukkan daya beli masyarakat tetap terjaga meskipun ada tekanan dari eksternal.
Pemerintah juga telah menggulirkan berbagai kebijakan strategis menjelang Ramadan dan Idulfitri 2025, seperti:
Kebijakan ini diperkirakan dapat membantu menjaga stabilitas rupiah dalam jangka pendek dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, tekanan dari eksternal masih berpotensi membuat rupiah sulit bergerak lebih kuat dalam waktu dekat.
Sempat Menguat
Nilai tukar rupiah sebelumnya sempat mengalami penguatan moderat pada perdagangan Selasa, 4 Maret 2025. Rupiah ditutup menguat 0,21 persen atau naik 35 poin ke level Rp16.445 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp16.480 per dolar AS.
Sejumlah faktor eksternal dan domestik turut mempengaruhi pergerakan rupiah sepanjang hari kemarin.
Selain perang dagang, ada faktor lain yang justru memberikan angin segar bagi pasar keuangan. Gedung Putih mengumumkan penghentian sementara semua bantuan militer AS ke Ukraina setelah adanya ketegangan antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Penghentian ini memberikan sinyal bahwa hubungan AS dan Rusia mungkin akan lebih kondusif ke depan, terutama setelah laporan Reuters menyebutkan bahwa AS sedang mempertimbangkan untuk melonggarkan sanksi terhadap Rusia dalam beberapa hari mendatang.
Meredanya ketegangan geopolitik ini menjadi sentimen positif yang membantu menopang nilai tukar rupiah. Sementara dari dalam negeri, fundamental ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan yang cukup baik di awal kuartal pertama 2025.
BI-RBA Perpanjang Swap Valas, Dukung Stabilitas Rupiah
Meskipun rupiah masih menghadapi tekanan dari ketidakpastian global, fundamental ekonomi domestik yang kuat tetap memberikan bantalan bagi stabilitas mata uang. Salah satu faktor yang mendukung daya tahan rupiah adalah kerja sama internasional dalam sektor keuangan. Bank Indonesia (BI) dan Reserve Bank of Australia (RBA) baru saja memperbarui perjanjian swap mata uang bilateral, yang diharapkan dapat memperkuat likuiditas dan memperlancar perdagangan antara kedua negara.
Kesepakatan ini ditandatangani oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur RBA Michele Bullock, dengan masa berlaku selama lima tahun sejak 4 Maret 2025. Kerja sama ini memungkinkan pertukaran mata uang lokal hingga AUD10 miliar (setara dengan USD6,2 miliar atau Rp102,3 triliun) berdasarkan nilai tukar saat ini.
Langkah ini bukan sekadar perpanjangan kerja sama yang sudah berjalan sejak Desember 2015, tetapi juga mempertegas komitmen BI dan RBA dalam memperkuat perdagangan bilateral dan investasi yang mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan Australia. Selain itu, perjanjian ini menjadi bagian dari strategi bauran kebijakan BI dalam menjaga ketahanan sektor eksternal, sejalan dengan visi Asta Cita yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
Dengan adanya perjanjian ini, stabilitas keuangan kedua negara diharapkan semakin terjaga, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.(*)