Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Minyak Anjlok Dua Persen Gara-gara OPEC Genjot Pasokan

Kekhawatiran bahwa tarif impor Amerika Serikat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak turut membebani

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 04 March 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Syahrianto
Harga Minyak Anjlok Dua Persen Gara-gara OPEC Genjot Pasokan Situs pengeboran minyak di atas laut (Foto: Pexels/Zukiman Mohamad)

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia merosot sekitar 2 persen pada Senin, 3 Maret 2025, ke level terendah dalam 12 pekan, setelah laporan menyebut bahwa OPEC+ akan tetap melanjutkan rencana peningkatan produksi pada April tahun ini. Kekhawatiran bahwa tarif impor Amerika Serikat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak turut membebani pasar.

Seperti dikutip dari Reuters, kontrak berjangka Brent turun USD1,19 atau 1,6 persen dan ditutup pada USD71,62 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) turun USD1,39 atau 2,0 persen menjadi USD68,37 per barel. Ini merupakan level penutupan terendah Brent sejak 6 Desember dan WTI sejak 9 Desember.

"Minyak mentah saat ini berada di bawah tekanan dari berbagai sisi dan sangat rentan terhadap berita negatif atau data ekonomi yang melemah," ujar Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, dalam laporannya. Ia menyoroti keputusan OPEC+, data manufaktur AS, pembicaraan damai Ukraina, serta dampak tarif impor AS.

OPEC+ Tetap Lanjutkan Peningkatan Produksi

Tiga sumber OPEC+ mengonfirmasi kepada Reuters bahwa kelompok produsen minyak ini akan tetap melanjutkan rencana peningkatan produksi pada April. Sejak 2022, OPEC+ telah memangkas produksi hingga 5,85 juta barel per hari (bph), atau sekitar 5,7 persen dari total pasokan global, dalam serangkaian langkah untuk menopang harga minyak.

Keputusan untuk meningkatkan produksi ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump kembali menekan OPEC dan Arab Saudi agar menurunkan harga minyak. Delapan negara anggota OPEC+ yang terlibat dalam pemotongan produksi terbaru telah mengadakan pertemuan virtual dan menyepakati kenaikan produksi sebesar 138.000 bph mulai April.

"Peningkatan ini dapat dihentikan atau dibalik tergantung pada kondisi pasar," kata OPEC dalam pernyataan resminya. "Fleksibilitas ini memungkinkan kelompok ini terus mendukung stabilitas pasar minyak."

Harga minyak sempat bergerak dalam kisaran USD 70–82 per barel dalam beberapa pekan terakhir, seiring spekulasi mengenai kebijakan sanksi AS terhadap Iran, Rusia, dan Venezuela, serta tarif impor terhadap China yang berpotensi menekan permintaan energi global.

Dampak Tarif AS dan Perdagangan Global

Di tengah kondisi pasar minyak yang bergejolak, kebijakan tarif AS kembali menjadi perhatian. Trump dijadwalkan menentukan tingkat tarif baru terhadap impor dari Kanada dan Meksiko pada Selasa, 4 Maret 2025. Presiden AS tersebut telah mengancam untuk memberlakukan tarif 25 persen pada semua impor dari Kanada dan Meksiko, termasuk 10 persen pada produk energi dari Kanada.

Langkah ini telah memicu kekhawatiran di sektor energi, terutama bagi industri jasa pengeboran dan layanan ladang minyak Kanada yang mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Sementara itu, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menegaskan bahwa negaranya siap menghadapi keputusan apa pun dari Washington.

Di sisi lain, China—sebagai ekonomi terbesar kedua dunia—bersiap menerapkan tindakan balasan terhadap tarif AS yang menargetkan sektor pertanian Amerika. Data manufaktur AS yang dirilis pekan lalu menunjukkan stabilitas, tetapi indeks harga di tingkat pabrik melonjak ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun, menandakan bahwa tarif impor dapat segera berdampak pada produksi.

Analis menilai bahwa rencana tarif Trump juga meningkatkan kekhawatiran inflasi di Federal Reserve, yang dapat memperpanjang periode suku bunga tinggi. Jika inflasi tetap bertahan di atas target, The Fed kemungkinan akan menunda pemangkasan suku bunga, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menekan permintaan energi.

Tren Pasar Minyak dan Prospek Ke Depan

Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global telah membebani harga minyak dalam beberapa pekan terakhir. WTI telah melemah sekitar 10 persen dalam enam minggu terakhir. Kondisi ini mendorong spekulan untuk memangkas posisi net long pada kontrak berjangka minyak mentah AS dan opsi di New York Mercantile Exchange serta Intercontinental Exchange ke level terendah sejak Desember 2023.

Di pasar energi AS lainnya, peralihan kontrak April sebagai bulan depan yang baru menyebabkan harga diesel turun ke level terendah dalam sembilan pekan, seiring meredanya permintaan di akhir musim dingin. Namun, harga bensin melonjak ke level tertinggi enam bulan menjelang musim berkendara musim panas.

Sementara itu, OPEC+ telah memperpanjang pemotongan produksi terbaru hingga kuartal pertama 2025, dengan rencana peningkatan produksi dimulai pada April. Berdasarkan skenario ini, pemangkasan sebesar 2,2 juta bph akan mulai dikurangi secara bertahap, dimulai dengan kenaikan produksi 138.000 bph per bulan.

Meskipun keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi telah menekan harga minyak, pasar tetap waspada terhadap faktor lain yang dapat mengubah dinamika pasokan dan permintaan. Jika negosiasi perdagangan dan kebijakan tarif AS berlanjut dengan tensi tinggi, dampaknya terhadap pertumbuhan global dan konsumsi energi bisa semakin besar.

Dengan kondisi pasar yang masih tidak pasti, investor minyak global akan terus mencermati perkembangan kebijakan OPEC+, kebijakan perdagangan AS, serta langkah-langkah moneter The Fed dalam beberapa bulan mendatang. (*)