Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Erick Boyong Semua BUMN ke Danantara: Transformasi Total

Erick Thohir menekankan bahwa kebijakan ini bukan setengah-setengah, melainkan bagian dari transformasi besar yang sudah dikerjakan selama lima tahun terakhir

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 01 March 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Syahrianto
Erick Boyong Semua BUMN ke Danantara: Transformasi Total Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, 1 Maret 2025. (Foto: Kabarbursa/Ayyubi Kholid)

KABARBURSA.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana menyerahkan seluruh pengelolaan perusahaan pelat merah ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Saat ini, baru tujuh BUMN besar yang asetnya sudah masuk dalam pengelolaan lembaga tersebut, yakni Pertamina, PLN, Mind ID, BRI, BNI, Bank Mandiri, dan Telkom Indonesia.

Meski baru sebagian, Erick menegaskan bahwa rencana jangka panjangnya adalah mengalihkan seluruh perusahaan BUMN dari kementerian ke Danantara.

"Kalau ditanya, Pak Erick, kenapa enggak tujuh, kenapa semuanya? Ya kalau saya ngelihat begini, kalau kita mau transformasi total bersih-bersih BUMN, jangan tujuh, semuanya menjadi satu aset manajemen begitu loh," tegas Erick Thohir di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu 1 Maret 2025.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kebijakan ini bukan setengah-setengah, melainkan bagian dari transformasi besar yang sudah dikerjakan selama lima tahun terakhir.

"Kalau kita mau mendukung perubahan bangsa ini, saya sebagai Menteri BUMN setengah-setengah. Toh kita enggak ada yang diumpetin. Transformasi yang kita dorong selama lima tahun ini enggak ada yang diumpetin," tambahnya.

Meskipun nantinya seluruh BUMN akan dikelola Danantara, Erick memastikan bahwa pemerintah tetap memiliki kendali dalam pengawasan. Ia menegaskan bahwa peran kementerian masih diperlukan untuk menyetujui rencana bisnis, menyeimbangkan dividen dengan penyertaan modal negara, serta mengambil tindakan jika ada dugaan kasus korupsi.

"Apakah kita mengawasi operasional? Masih. Contoh untuk apa? Yang public service obligation (PSO). Apalagi misalnya, subsidi kompensasi, proyek strategis nasional (PSN). Nanti secara operasionalnya masih," ujar dia.

Dalam proses ini, kepemilikan saham seluruh BUMN juga akan dialihkan ke Danantara secara bertahap. "Ini masih proses," kata Erick.

Ia juga menyebut bahwa dirinya terus berkoordinasi dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, yang kini memimpin Danantara. Erick menegaskan bahwa hubungan kerja dengan Rosan tetap terjalin baik, mengingat keduanya pernah bekerja sama saat Rosan masih menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN.

"Kita sekarang, saya Pak Rosan itu benar-benar baik hubungannya. Pak Rosan dulu pernah di Wakil Menteri BUMN juga. Jadi ini saya rasa positif," pungkas Erick Thohir.

Ekonom Soroti Kekhawatiran Masyarakat soal Danantara

Pembentukan Danantara didukung oleh revisi Undang-Undang BUMN yang memberi payung hukum bagi operasionalnya. Namun, muncul berbagai catatan dan kekhawatiran dari para ekonom terkait efektivitas dan potensi risiko lembaga ini.

Salah satunya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa keberadaan Danantara bisa menjadi game changer dalam investasi BUMN yang selama ini dinilai belum optimal.

"Porsi investasi BUMN masih rendah dibanding kebutuhan riil untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi enam persen per tahun," kata Nailul kepada Kabarbursa.com dikutip Kamis, 27 Februari 2025.

Dengan adanya Danantara, diharapkan investasi BUMN bisa lebih masif dan berkualitas, sehingga berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

Terutama pembentukan Danantara, yaitu membuat BUMN lebih mandiri dari kepentingan birokrasi, bisa terganjal oleh wewenang Kementerian BUMN yang tetap besar. "Di satu sisi, Danantara dirancang agar BUMN lebih otonom, tetapi di sisi lain, Kementerian BUMN masih memegang saham seri A, yang berarti pengangkatan direksi dan komisaris tetap berada di bawah kewenangan pemerintah. Ini berpotensi menimbulkan konflik kepemimpinan atau dual leadership di tubuh BUMN," tutur dia.

Selain itu, Nailul menggarisbawahi adanya potensi politisasi dalam pengisian jabatan strategis di Danantara. Pernyataan presiden yang membuka peluang bagi mantan presiden menduduki posisi Dewan Pengawas Danantara bisa menimbulkan spekulasi tentang pengisian jabatan berdasarkan kepentingan politik, bukan kelayakan investasi. Ini bisa berdampak pada kualitas keputusan investasi ke depan.

Terkait sumber pendanaan Danantara, Nailul menyoroti penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berisiko menimbulkan kontroversi. "Ada kekhawatiran bahwa uang pajak masyarakat digunakan untuk investasi yang tidak diawasi secara ketat. Jika Danantara memiliki imunitas dari pemeriksaan langsung oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), maka transparansi dan akuntabilitas menjadi pertanyaan besar," ujarnya.  

Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung oleh BPK maupun KPK. Padahal setiap uang negara yang disuntik kepada kementerian dan lembaga (K/L) harus diperiksa oleh BPK dan KPK.

Lebih lanjut, Nailul juga menyoroti dampak Danantara terhadap stabilitas sistem keuangan nasional, khususnya perbankan BUMN atau Himbara. Terjadi kekhawatiran juga adanya investasi gagal yang dapat merugikan nasabah Bank Himbara yang masuk ke Danantara. 

"Belum ada kejelasan apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) nasabah di bank-bank pelat merah akan masuk dalam aset yang dikelola Danantara. Jika benar, ini bisa menimbulkan kepanikan di kalangan nasabah, bahkan berpotensi memicu rush money di bank-bank Himbara," katanya.  

Sejauh ini, Nailul menilai pemerintah belum memberikan pernyataan resmi terkait mekanisme operasional Danantara secara rinci, termasuk jaminan bahwa investasi yang dilakukan tidak membahayakan dana masyarakat di sektor perbankan. Nailul menegaskan bahwa sebelum implementasi, diperlukan regulasi yang jelas agar keberadaan Danantara benar-benar membawa manfaat bagi ekonomi tanpa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan.

Sebanyak tujuh perusahaan yang digadang-gadang bakal menjadi bagian Danantara yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.

Pengelolaan Danantara ang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo diproyeksikan mengelola profit tujuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk diinvestasikan kembali serta membiayai proyek-proyek strategis. (*)