Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IHSG Pekan Depan Diramal Masih Lemah, ini Indikatornya

IHSG akan bergerak dalam tren pelemahan dengan level resistance di 6.400 dan support di 6.162

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 01 March 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Syahrianto
IHSG Pekan Depan Diramal Masih Lemah, ini Indikatornya Papan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI). (Foto: Kabarbursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan masih akan mengalami pelemahan pada pekan depan awal Maret 2025.

Founder Stocknow.id Hendra Wardana memperkirakan untuk pekan depan IHSG masih berpotensi mengalami pergerakan sideways dengan kecenderungan melemah akibat aksi panic selling. Dia memprediksi indeks akan bergerak dalam tren pelemahan dengan level resistance di 6.400 dan support di 6.162. 

"Pasar masih membutuhkan katalis positif yang kuat untuk membalikkan tren ini, baik dari stimulus domestik maupun sentimen global yang lebih kondusif," kata dia dalam risetnya kepada Kabarbursa.com, dikutip, Sabtu, 1 Maret 2025.

Namun menurutnya, tekanan jual diprediksi mulai mereda di pertengahan pekan seiring dengan rilis data ekonomi penting seperti inflasi Indonesia (diproyeksi turun dari 0,76 persen pada Januari menjadi 0,5 persen di Februari 2025) dan PMI Manufaktur (diperkirakan meningkat dari 51,9 ke 52,3).

Di sisi lain rebalancing MSCI (Morgan Stanley Capital International) yang kini masih berlangsung bisa memberikan tekanan terhadap IHSG, terutama terhadap sektor perbankan yang dalam sesi terakhir melemah hingga 2,77 persen.  

Selain faktor domestik, Hendra menjelaskan kebijakan ekonomi global juga menjadi perhatian utama. Sebab, sambungnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru saja mengumumkan pengenaan tarif impor baru terhadap Kanada, Meksiko, dan China yang akan berlaku mulai 4 Maret 2025.

"Tarif untuk produk China naik menjadi 20 persen, yang berpotensi mengganggu arus perdagangan global dan meningkatkan inflasi di AS," tutur dia. 

Dalam kondisi tersebut, Hendra melihat The Fed berpotensi akan menunda pemangkasan suku bunga. Hal ini dinilai dapat memicu penguatan dolar AS dan menekan nilai tukar rupiah. 

Jika skenario itu terjadi, dia berharap Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga untuk menstabilkan rupiah, yang dapat semakin membebani sektor riil dan pasar saham domestik.  

Dengan ketidakpastian yang masih tinggi, investor pun disarankan untuk tetap berhati-hati dan mempertahankan posisi cash lebih besar dengan melihat sejumlah saham yang dirasa menarik. 

"Beberapa saham yang masih menarik untuk dipantau mencakup  PSAB dengan target harga Rp280 dan EMTK dengan target harga Rp580," pungkasnya. 

IHSG Longsor Hingga 7,83 Persen Selama Sepekan Terakhir

Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan sejumlah data perdagangan saham selama sepekan terakhir atau pada periode 24 - 28 Februari 2025 ditutup bervariasi. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa pekan ini.

"Yaitu sebesar 21,62 persen menjadi 22,36 miliar lembar saham dari 18,38 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.

Kautsar mengatakan peningkatan turut dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian bursa yang mencapai 16,19 persen sehingga menjadi Rp13,69 triliun dari Rp11,78 triliun pada pekan sebelumnya.

Namun, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa pekan ini mengalami penurunan sebesar 4,52 persen, menjadi 1,18 juta kali transaksi dari 1,23 juta kali transaksi pada pekan lalu.

"Kapitalisasi pasar bursa pekan ini mengalami perubahan sebesar 7,68 persen menjadi Rp10.880 dari Rp11.786 triliun pada sepekan sebelumnya," katanya. 

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pekan ini mengalami penurunan hingga sebesar 7,83 persen ke level 6.270,597 dari 6.803,001 pada pekan lalu.

"Investor asing hari ini (kemarin) mencatatkan nilai jual bersih Rp2,91triliun dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp21,90 triliun," pungkasnya. 

Komentar BEI

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengatakan bahwa pergerakan indeks dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik global, domestik, maupun kondisi masing-masing perusahaan yang tercatat di bursa.  

"Di IHSG itu bukan hanya satu penyebab, tapi banyak faktor yang mempengaruhi. Kita lihat dari tiga hal, yaitu bagaimana kondisi global, bagaimana domestik, dan bagaimana korporasi sendiri," kata Iman di Gedung BEI, Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025.

Menurut dia, salah satu faktor utama yakni global yang menekan IHSG adalah ketidakpastian terkait perang tarif Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Investor global saat ini cenderung memilih aset yang lebih aman, dengan sekitar 70 persen dana beralih ke Amerika Serikat (AS).  

"Kalau dulu 70 domestik dan retail, sekarang ini begitu retail mulai keluar, domestik makin terbebani. Ini yang terjadi sekarang," tutur dia.

Selain itu, laporan keuangan emiten juga menjadi faktor penting. Beberapa emiten mencatatkan kenaikan laba, tetapi hasilnya masih di bawah ekspektasi analis.

Tingginya aksi jual investor asing turut memperburuk kondisi pasar. Hingga 27 Februari, aksi jual bersih asing (net foreign sell) sudah mencapai hampir Rp19 triliun secara year-to-date (ytd).  

"Tahun lalu kita positif Rp74 triliun, tapi di kuartal IV mulai net sell. Sekarang dari Januari sampai Februari sudah net sell hampir Rp19 triliun. Jadi ini tekanan yang cukup besar," jelasnya.

Iman menegaskan bahwa BEI tidak tinggal diam dan terus berupaya meningkatkan kepercayaan pasar. Dalam waktu dekat pihaknya akan segera mengambil langkah melakukan pembahasan dengan stakeholder terkait guna memperbaiki sentimen pasar. (*)