Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IHSG Longsor Hingga 7,83 Persen Selama Sepekan Terakhir

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 01 March 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Moh. Alpin Pulungan
IHSG Longsor Hingga 7,83 Persen Selama Sepekan Terakhir Papan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan sejumlah data perdagangan saham selama sepekan terakhir atau pada periode 24 - 28 Februari 2025 ditutup bervariasi. Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad, mengatakan peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa pekan ini.

"Yaitu sebesar 21,62 persen menjadi 22,36 miliar lembar saham dari 18,38 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.

Kautsar mengatakan peningkatan turut dialami oleh rata-rata nilai transaksi harian bursa yang mencapai 16,19 persen sehingga menjadi Rp13,69 triliun dari Rp11,78 triliun pada pekan sebelumnya.

Namun, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa pekan ini mengalami penurunan sebesar 4,52 persen, menjadi 1,18 juta kali transaksi dari 1,23 juta kali transaksi pada pekan lalu.

"Kapitalisasi pasar bursa pekan ini mengalami perubahan sebesar 7,68 persen menjadi Rp10.880 dari Rp11.786 triliun pada sepekan sebelumnya," katanya. 

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pekan ini mengalami penurunan hingga sebesar 7,83 persen ke level 6.270,597 dari 6.803,001 pada pekan lalu.

"Investor asing hari ini (kemarin) mencatatkan nilai jual bersih Rp2,91triliun dan sepanjang tahun 2025 ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih Rp21,90 triliun," pungkasnya. 

Saham di AS Kembali Cerah 

Ilustrasi: Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Di pasar saham Amerika Serikat (AS), Wall Street bangkit di hari terakhir bulan Februari. S&P 500 melesat 1,6 persen dan memperkecil kerugiannya sepanjang bulan. 

Tadinya, Februari hampir jadi bulan terburuk sejak April, tapi berkat kenaikan hari Jumat atau Sabtu, 1 Maret dini hari WIB, statusnya cukup jadi yang terburuk sejak Desember saja.

Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, indeks ini sebelumnya sempat merosot lima dari enam hari terakhir karena kombinasi laporan ekonomi yang mengecewakan dan kekhawatiran soal tarif ala Presiden Donald Trump yang bikin indeks menjauh dari rekor tertinggi pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average naik 601 poin (1,4 persen), sedangkan Nasdaq Composite naik 1,6 persen.

Yang paling terpukul selama Februari adalah saham-saham raksasa yang selama ini jadi primadona, khususnya lagi yang tergila-gila pada kecerdasan buatan (AI). Nvidia, yang sempat anjlok 8,5 persen sehari sebelumnya, kini berhasil bangkit 4 persen dan jadi penopang utama kenaikan S&P 500. Bitcoin juga ikut-ikutan naik lagi di atas USD84.000, setelah sempat nyungsep di bawah USD79.000 pagi harinya.

Kenaikan pasar ini didorong laporan ekonomi terbaru yang berisi berita baik dan buruk sekaligus. Dari sisi inflasi, angka menunjukkan perlambatan yang sesuai dengan ekspektasi ekonom. Ini bikin investor sedikit lega, karena memberi ruang bagi The Fed untuk kembali memangkas suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.

Tapi, ada satu kabar kurang mengenakkan, yakni konsumen AS mulai mengerem belanja mereka di Januari. Ini lumayan bikin waswas, karena selama ini konsumsi rumah tangga adalah pahlawan utama yang menjaga ekonomi AS tetap tumbuh di tengah suku bunga tinggi.

Kekhawatiran lain datang dari potensi kenaikan harga akibat kebijakan tarif Trump. Meskipun inflasi sekarang tidak separah 2022, masih banyak yang cemas bahwa tarif impor yang baru bisa bikin biaya hidup makin mahal. Wall Street berharap Trump cuma menggertak dengan tarif ini sebagai taktik negosiasi, dan ujung-ujungnya bakal menarik kebijakan ini supaya ekonomi global tidak kena dampak lebih buruk dari yang dikhawatirkan.

Sayangnya, meskipun masih sekadar wacana, rumor soal tarif ini sudah bikin konsumen AS mulai waspada terhadap inflasi ke depan. Kalau kekhawatiran ini sampai mengubah pola belanja masyarakat, efeknya bisa menyeret ekonomi AS ke bawah bahkan tanpa tarif benar-benar diterapkan.

Di sisi lain, investor juga bingung dengan arah kebijakan ekonomi Trump ke depan. Tidak cuma tarif, kebijakan deregulasi dan langkah-langkah lain yang belum jelas ujungnya bisa bikin pasar makin kehilangan kepercayaan. “Jika pasar tidak melihat Trump bergerak ke arah kebijakan yang lebih ramah bisnis, tingkat kepercayaan bisa terus terkikis,” tulis ekonom Bank of America dalam laporan mereka.

Tentu saja, penurunan belanja rumah tangga di Januari bisa jadi hanya efek cuaca ekstrem dan faktor musiman lain. Tapi, ini bukan sinyal pertama bahwa ekonomi AS mulai melambat. Padahal, sepanjang 2024, ekonomi AS masih melaju dengan cukup solid. (*)