KABARBURSA.COM - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menegaskan bahwa terkait dengan tindak lanjut kasus Pertamina, pihaknya tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
Namun, sebelumnya, masalah ini sudah sempat dibahas dalam RDP dengan melibatkan Pertamina serta beberapa badan usaha lain yang juga mendistribusikan BBM di masyarakat, seperti Vivo, AKR, dan Shell.
Sugeng menjelaskan bahwa pembahasan lebih fokus pada permasalahan lifting dan skema yang terjadi di sektor hulu. Namun, isu yang diangkat oleh Kejaksaan Agung terkait dengan temuan fraud yang diduga terjadi antara tahun 2018 hingga 2023 memang cukup mencuri perhatian, yang dikabarkan menyebabkan kerugian negara yang cukup besar.
"Memang tadi kita tidak bahas itu secara spesifik, karena lebih menyangkut masalah lifting dan skema di hulu. Tapi, kami tetap menghormati proses hukum yang berjalan. Jika memang ada bukti yang menunjukkan adanya fraud, tentu kami serahkan semuanya kepada pihak yang berwenang," ujar Sugeng di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat 28 Febuari 2025.
Mengenai potensi gugatan masyarakat terhadap Pertamina, Sugeng menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan hak masyarakat untuk menempuh jalur hukum jika memang ada bukti yang ditemukan, baik dari periode 2018 hingga 2023 ataupun hingga hari ini. Ia menambahkan bahwa sebagai bagian dari DPR, mereka sudah beberapa kali melakukan pengawasan terhadap isu BBM oplos.
"Ketika saya menjabat sebagai Ketua Komisi VII, kami sudah melakukan pengawasan secara langsung terhadap isu ini. Kami bahkan melakukan pengecekan di beberapa storage tank BBM di Merak dan menemukan beberapa temuan. Namun, berdasarkan penjelasan dari Pertamina, penambahan zat kimia dalam BBM dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya, bukan untuk merubah RON (Research Octane Number) dari BBM itu sendiri," lanjut Sugeng.
Ia juga mengingatkan Menteri ESDM dan Pertamina untuk tidak menutup mata terhadap potensi kerugian negara yang bisa lebih besar lagi jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut. "Kami tidak ingin masalah ini berlarut-larut dan menjadi bola liar yang merugikan banyak pihak. Jangan sampai upaya untuk menutupi masalah justru membuat kepercayaan rakyat semakin hilang," tegasnya.
Sugeng menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan distribusi BBM, serta memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan masyarakat dan negara. Meskipun tidak membahas secara spesifik dalam RDP, pengawasan terhadap sektor ini akan terus dilakukan.
"Kami akan terus mengawasi dan mendukung upaya-upaya yang transparan dan akuntabel dalam pengelolaan sektor energi, termasuk BBM, demi kepentingan rakyat dan negara," tutup Sugeng.
Hambatan Efektivitas Kebijakan
Ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad, mengatakan beberapa tantangan berpotensi muncul dalam pelaksanaan skema baru penyaluran subsidi BBM yang mencakup sistem blending dengan bantuan langsung tunai (BLT).
Menurutnya, masalah utama yang dapat menghambat efektivitas kebijakan ini adalah pengumpulan dan validasi data penerima bantuan yang hingga saat ini masih belum sepenuhnya terintegrasi.
“Data penerima subsidi BBM saat ini masih bersifat terpisah dan belum terintegrasi dengan baik. Misalnya, data yang digunakan untuk penerima subsidi BBM belum ada yang berbasis nama atau alamat yang jelas, yang disebut dengan buy name, buy address. Ini sangat penting karena dapat menghindari potensi ketidaktepatan sasaran,” ujar Tauhid saat dihubungi KabarBursa.com pada Kamis, 16 Januari 2025.
Tauhid menjelaskan, penggabungan data penerima subsidi BBM dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)—yang menjadi acuan penyaluran BLT—masih belum berjalan optimal. Hal ini meningkatkan risiko ketidaktepatan sasaran, di mana bantuan dapat diterima oleh pihak yang tidak berhak, sementara mereka yang seharusnya mendapatkan bantuan malah terabaikan.
“Contohnya, penerima BLT saat ini sudah lebih terorganisir, tetapi untuk penerima subsidi BBM, data yang digunakan masih sangat umum dan tidak memiliki identifikasi yang jelas. Ini yang memicu potensi kesalahan dalam penyaluran bantuan,” kata Tauhid.
Selain itu, dia juga menyoroti masalah lain, yaitu adanya penerima BLT yang melebihi kuota atau termasuk kelompok yang tidak tergolong miskin namun tetap menerima bantuan. Di sisi lain, masih ada masyarakat miskin yang seharusnya menerima bantuan tetapi belum tercatat dalam data.
Tauhid mengatakan verifikasi data yang lebih cermat dan teliti adalah langkah pertama yang harus segera dilakukan untuk memastikan bahwa hanya mereka yang berhak menerima subsidi dan BLT. Tanpa proses verifikasi yang matang, kebijakan ini berisiko menciptakan ketidakadilan sosial, yang dapat merugikan masyarakat miskin yang sangat membutuhkan bantuan.
“Penting bagi pemerintah untuk segera melakukan verifikasi data secara menyeluruh, agar tidak ada warga yang terlewatkan atau yang tidak berhak malah mendapatkan bantuan. Ini adalah langkah yang sangat penting untuk menghindari ketimpangan sosial lebih lanjut,” jelas Tauhid.
Tauhid juga menyarankan agar pemerintah menciptakan sistem yang lebih terintegrasi dalam pengumpulan dan penggunaan data. Dengan sistem yang terorganisir dengan baik, penyaluran bantuan subsidi BBM dan BLT akan lebih tepat sasaran dan meminimalkan kesalahan data yang bisa merugikan masyarakat.
“Pemerintah perlu membuat platform yang lebih terbuka dan transparan, di mana data penerima subsidi bisa saling terhubung dengan baik. Hal ini akan membantu memastikan bahwa hanya mereka yang berhak yang menerima bantuan dan sistemnya bisa lebih efektif dalam menanggulangi ketimpangan sosial,” jelas Tauhid.