KABARBURSA.COM - Kementerian Perindustrian mencatat industri kosmetik Indonesia tumbuh pesat dengan nilai pendapatan mencapai USD8,09 miliar (Rp129,44 triliun, kurs Rp16.000) pada 2023. Dari sisi pelaku usaha, jumlahnya juga bertumbuh, dari 1.039 unit usaha pada 2023 menjadi lebih dari 1.200-an unit usaha pada 2024.
Kalau dihitung dalam kurun tiga tahun 2020-2023--di mana ketika itu masih 726 unit usaha--jumlah pelaku usahanya tumbuh 43 persen. Kontribusi ekonominya pun terbilang mantap, yaitu 6,8 persen terhadap PDB sektor industri pengolahan. Kontribusi ini menempati posisi nomor dua setelah industri makanan yang mencapai 17,2 persen.
Kemudian, jumlah pelaku usaha kosmetik ini didominasi pelaku industri kecil dan menengah (IKM) sebesar 89 persen. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian Reni Yanita, menyatakan dominasi IKM dalam bidang kosmetik ini menunjukkan potensi besar bagi pengusaha lokal. Artinya, bisnis kosmetik sangat menjanjikan karena terus mengalami pertumbuhan.
Sayangnya, menjelang akhir tahun 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap temuan besar terkait peredaran kosmetik ilegal di Indonesia. Hasil intensifikasi pengawasan dan operasi penindakan selama Oktober hingga November menunjukkan bahwa kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya masih marak beredar, terutama melalui platform daring.
Total nilai temuan dari operasi ini mencapai lebih dari Rp8,91 miliar dengan wilayah Jawa Barat sebagai penyumbang terbesar, diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten.
Kepala BPOM Taruna Ikrar, dalam konferensi pers yang diadakan pada 30 Desember 2024, menegaskan bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi tantangan besar bagi keamanan konsumen. Dari 235 item kosmetik yang ditemukan, sebagian besar didistribusikan melalui e-commerce dengan merek seperti Lameila, Aichun Beauty, dan Tanako.
Selain itu, terdapat pula produk impor dari Tiongkok, Korea, Malaysia, dan India yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri dan rhodamin B, yang dilarang penggunaannya dalam kosmetik karena risiko kesehatan yang tinggi.
Di Bandung, operasi pengawasan juga mengungkap adanya produk yang mengandung hidrokuinon, tretinoin, serta bahan obat seperti antibiotik, antifungi, dan steroid yang seharusnya tidak digunakan dalam kosmetik.
Lebih lanjut, BPOM juga menemukan bahan baku berbahaya tersebut di berbagai lokasi produksi rumahan di Pulau Jawa. Produk-produk ini didistribusikan ke berbagai klinik kecantikan di Bandung, Cimahi, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Mojokerto, dan Jember, menimbulkan risiko serius bagi konsumen.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Reni Yanita, menyampaikan bahwa hampir 84 persen pelaku usaha kosmetik di Indonesia masuk dalam kategori usaha kecil dan menengah (UKM).
Oleh karena itu, pihaknya telah bekerja sama dengan BPOM dalam memberikan edukasi mengenai prosedur perizinan edar yang legal agar pelaku usaha dapat beroperasi sesuai regulasi. Namun, ia juga menyoroti tantangan besar dalam pengawasan distribusi bahan baku kosmetik ilegal yang masuk melalui berbagai jalur, termasuk pelabuhan-pelabuhan tikus yang sulit diawasi.
[caption id="attachment_122037" align="alignnone" width="680"] Temuan kosmetik ilegal oleh BPOM. Foto: Dok BPOM[/caption]
Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, BPOM telah mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi administratif terhadap dua kasus di Banten dan Jawa Timur, berupa perintah penarikan dan pemusnahan produk.
Sementara itu, dua kasus lainnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah ditindaklanjuti secara pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM. Mengacu pada Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku usaha yang memproduksi dan mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dapat dikenakan hukuman penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar.
BPOM juga mengungkap bahwa 40 persen dari daerah rawan kejahatan obat dan makanan berkaitan dengan kosmetik, sementara hampir 43 persen pengaduan masyarakat terkait produk ilegal pada tahun 2024 berhubungan dengan kosmetik.
Melihat tren ini, BPOM berkomitmen untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan kolaborasi lintas sektor pada tahun 2025. Program edukasi bagi masyarakat serta pendampingan bagi pelaku usaha akan diperkuat guna mengurangi peredaran produk ilegal di pasaran.
Kepala BPOM menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan produk mencurigakan. Konsumen diimbau untuk berhati-hati terhadap iklan kosmetik dengan klaim berlebihan dan memastikan pembelian hanya dilakukan melalui penjual resmi. Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan peredaran kosmetik ilegal dapat ditekan demi melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.
[caption id="attachment_122038" align="aligncenter" width="680"] BPOM lakukan pemeriksaan terhadap sejumlah kosmetik yang diperdagangkan di pasar. Foto: Dok BPOM[/caption]
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia membuka tahun 2025 dengan langkah tegas dalam memberantas peredaran kosmetik ilegal di tanah air. Dalam kurun waktu satu minggu, BPOM berhasil menyita lebih dari 205 ribu pieces kosmetik ilegal dari 91 merek berbeda dengan nilai ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp31,7 miliar.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari pengawasan intensif yang menyasar berbagai sektor dalam rantai distribusi kosmetik. Pabrik, importir, badan usaha pemilik notifikasi kosmetik, pemilik merek, distributor, klinik kecantikan, salon, reseller, serta ritel kosmetik menjadi target utama pengawasan. Fokus utama adalah pada produk yang mengandung bahan berbahaya, tidak memiliki izin edar, telah kedaluwarsa, atau penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor BPOM Jakarta Pusat pada Jumat, 21 Februari 2025, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menegaskan bahwa pengawasan di tahun ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Ia menyebutkan bahwa jumlah pengawasan yang dilakukan meningkat lebih dari 10 kali lipat dibandingkan dengan kegiatan serupa pada tahun 2024.
Selain melakukan tindakan penyitaan, BPOM juga memetakan wilayah-wilayah dengan tingkat peredaran kosmetik ilegal tertinggi. Dari hasil operasi yang dilakukan, lima wilayah dengan nilai ekonomi temuan terbesar adalah:
Data ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kosmetik yang beredar di daerahnya masing-masing.
BPOM tidak hanya berhenti pada penyitaan dan pemetaan wilayah rawan, tetapi juga mengambil langkah hukum terhadap pelanggaran yang ditemukan. Dari berbagai kasus yang terungkap, empat di antaranya akan diproses secara pro justitia dan dilanjutkan ke ranah kepolisian untuk mendapatkan sanksi hukum lebih lanjut.
Sementara itu, kasus lainnya akan dikenakan sanksi administrasi berupa perintah penarikan dan pemusnahan barang, pencabutan izin edar, serta penghentian sementara kegiatan usaha yang terbukti melanggar.
Langkah tegas BPOM ini merupakan respons terhadap aspirasi masyarakat yang semakin kritis terhadap produk kecantikan yang beredar di pasaran. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat, diharapkan masyarakat dapat lebih terlindungi dari risiko penggunaan kosmetik ilegal yang dapat membahayakan kesehatan.
Selain itu, tindakan ini juga menjadi sinyal kuat bagi para pelaku usaha agar lebih patuh terhadap regulasi yang berlaku, demi menciptakan industri kosmetik yang lebih aman dan terpercaya di Indonesia.
[caption id="attachment_122039" align="aligncenter" width="680"] BPOM gelar hasil temuan kosmetik dan obat ilegal. Foto: Dok BPOM[/caption]
Peredaran kosmetik ilegal di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencatat lonjakan hingga 10 kali lipat dalam peredaran kosmetik ilegal dibandingkan tahun sebelumnya.
Intensifikasi pengawasan yang dilakukan pada 10-18 Februari 2025 mengungkap berbagai temuan mencengangkan yang mencerminkan semakin maraknya produk kosmetik tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya di pasaran.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, menyampaikan bahwa pengawasan dilakukan terhadap 709 sarana, yang mencakup industri, importir, badan usaha pemilik notifikasi (BUPN) kosmetik, pemilik merek, klinik kecantikan, reseller, dan distributor retail. Dalam periode tersebut, BPOM berhasil mengamankan 205.133 pieces kosmetik ilegal dari 91 merek berbeda dengan nilai keekonomian mencapai Rp31,7 miliar.
Lebih lanjut, BPOM juga mengungkap dua modus baru yang digunakan oleh pelaku untuk mengedarkan kosmetik ilegal. Modus pertama adalah pemalsuan nomor izin edar (NIE), di mana produsen ilegal menggunakan nomor NIE dari produk lain tanpa izin resmi. Dengan cara ini, mereka memproduksi kosmetik dalam jumlah besar tanpa melalui proses verifikasi BPOM. Temuan ini menunjukkan bahwa pelaku semakin cerdik dalam mengakali regulasi demi meraup keuntungan yang besar.
Berdasarkan hasil pengawasan, mayoritas kosmetik ilegal yang ditemukan tidak memiliki izin edar, sementara sebagian lainnya mengandung bahan terlarang yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen.
Dari total temuan, sebanyak 79,9 persen adalah kosmetik ilegal tanpa izin edar, 17,4 persen mengandung bahan berbahaya, 2,6 persen merupakan produk kedaluwarsa, dan 0,1 persen digunakan dengan cara yang tidak sesuai aturan.
BPOM menegaskan bahwa langkah-langkah tegas akan terus dilakukan untuk memberantas peredaran kosmetik ilegal ini. Selain melakukan penyitaan dan pemusnahan produk yang melanggar aturan, BPOM juga akan memproses beberapa kasus ke ranah hukum untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.
Dengan pengawasan yang semakin ketat, diharapkan industri kosmetik di Indonesia dapat berkembang dengan lebih aman dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga masyarakat tidak lagi terpapar risiko dari penggunaan produk kosmetik berbahaya.
[caption id="attachment_122040" align="aligncenter" width="680"] Kepala BPOM RI Taruna Ikrar. Foto: Dok BPOM[/caption]
Peredaran kosmetik ilegal di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencatat lonjakan hingga 10 kali lipat dalam peredaran kosmetik ilegal dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, menyampaikan bahwa pengawasan dilakukan terhadap 709 sarana, yang mencakup industri, importir, badan usaha pemilik notifikasi (BUPN) kosmetik, pemilik merek, klinik kecantikan, reseller, dan distributor retail. Dalam periode tersebut, BPOM berhasil mengamankan 205.133 pieces kosmetik ilegal dari 91 merek berbeda dengan nilai keekonomian mencapai Rp31,7 miliar.
Berdasarkan hasil pengawasan, mayoritas kosmetik ilegal yang ditemukan tidak memiliki izin edar, sementara sebagian lainnya mengandung bahan terlarang yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen. Dari total temuan, sebanyak 79,9 persen adalah kosmetik ilegal tanpa izin edar, 17,4 persen mengandung bahan berbahaya, 2,6 persen merupakan produk kedaluwarsa, dan 0,1 persen digunakan dengan cara yang tidak sesuai aturan.
Dalam upaya menindaklanjuti pelanggaran ini, BPOM menegaskan bahwa setiap pelaku yang terbukti bersalah dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pelaku yang memproduksi atau mengedarkan produk farmasi tanpa izin dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, tindakan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga dapat dikenai hukuman pidana hingga 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar.
Sementara itu, bagi pelaku yang memperdagangkan barang tanpa memenuhi standar yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) huruf a.
BPOM menegaskan bahwa langkah-langkah tegas akan terus dilakukan untuk memberantas peredaran kosmetik ilegal ini. Selain melakukan penyitaan dan pemusnahan produk yang melanggar aturan, BPOM juga akan memproses beberapa kasus ke ranah hukum untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.
Dengan pengawasan yang semakin ketat, diharapkan industri kosmetik di Indonesia dapat berkembang dengan lebih aman dan sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga masyarakat tidak lagi terpapar risiko dari penggunaan produk kosmetik berbahaya.(*)