Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Menguat saat Tarif Balasan Trump Masih Ditunda

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 14 February 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Bursa Asia Menguat saat Tarif Balasan Trump Masih Ditunda

KABARBURSA.COM - Bursa Asia menutup pekan ini dengan catatan hijau mengikuti jejak Wall Street yang lebih dulu menguat pada Jumat, 14 Februari 2025. Sementara itu, dolar AS sedikit melemah di tengah ketidakpastian soal kebijakan tarif balasan Presiden Donald Trump yang belum langsung diterapkan, serta data ekonomi AS yang meredakan kekhawatiran inflasi.

Trump sebelumnya mengumumkan rencana memberlakukan tarif balasan terhadap negara-negara yang mengenakan pajak impor terhadap produk AS. Kebijakan ini memicu ketegangan di pasar dan menantik kekhawatiran perang dagang global. Harga emas dunia pun terdorong ke rekor tertinggi awal pekan ini. Emas bersiap mencetak kenaikan tujuh pekan berturut-turut.

Namun, hingga Kamis, 13 Februari malam, Trump tidak langsung mengetok tarif baru. Ia memilih untuk memulai investigasi lebih lanjut terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh negara mitra dagang AS sebelum menentukan langkah selanjutnya. Artinya, tarif balasan ini masih dalam tahap kajian dan mungkin baru akan direalisasikan dalam hitungan pekan atau bahkan bulan.

“Pasar keuangan global mungkin sedikit bernapas lega karena tarif balasan belum diterapkan secara langsung, tapi bukan berarti peluang kebijakan ini batal,” kata tim analis Barclays dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 14 Februari 2025.

Mereka juga menambahkan, mengingat volatilitas tinggi di pasar akibat wacana tarif 25 persen untuk Kanada dan Meksiko, sulit memastikan apakah tarif balasan ini benar-benar akan diterapkan setelah 1 April.

Pekan lalu, Trump memulai perang dagang dengan menerapkan tarif terhadap Kanada dan Meksiko, hanya untuk kemudian menangguhkannya. Meski begitu, tarif untuk barang-barang asal China tetap berjalan.

Saham Teknologi China Melonjak saat Bursa Asia Menguat

Di Asia, perhatian investor tertuju pada lonjakan saham teknologi China. Indeks Hang Seng Tech (.HSTECH) menyentuh level tertinggi dalam tiga tahun terakhir karena didorong oleh terobosan yang dibuat oleh startup lokal DeepSeek.

Pada perdagangan hari ini, indeks utama Hang Seng di Hong Kong (.HSI) naik 1,6 persen dan memperpanjang kenaikan mingguan menjadi sekitar 5 persen—kenaikan lima pekan berturut-turut dan yang terkuat dalam empat bulan terakhir.

Sementara itu, indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) menguat 0,54 persen, bertahan di dekat level tertinggi dalam dua bulan terakhir yang sempat disentuh pada Kamis.

Di sisi lain, indeks Nikkei Jepang (.N225) turun 0,55 persen. Meski begitu, indeks ini masih berada di jalur kenaikan mingguan.

Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG dibuka menguat naik 26,56 poin atau 0,40 persen ke level 6.640,13. Meski menguat, level IHSG pagi ini masih tergolong rendah lantaran dampak tekanan dari sentimen global. Fluktuasi IHSG saat ini belum bisa diprediksi terutama setelah sebelumnya sempat menyentuh level 6.500-an dan kembali rebound. Namun kenaikannya juga tidak signifikan.

Pasar Makin Ragu soal Pemangkasan Suku Bunga

[caption id="attachment_113098" align="alignnone" width="680"] Kasir menghitung Uang Rupiah saat melayani pengunjung yang menukar Dollar USA di PT Latunrung Money Changer Juanda, Selasa (14/1/2025). Dollar USA yang masih bertahan di kisaran Rp16.000/Dollar[/caption]

Tekanan inflasi di Amerika Serikat kembali menjadi sorotan setelah data terbaru menunjukkan kenaikan harga produsen yang lebih tinggi dari perkiraan. Indeks Harga Produsen (PPI) untuk permintaan akhir naik 0,4 persen pada Januari, melampaui ekspektasi ekonom dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan 0,3 persen. Desember lalu, PPI juga direvisi naik menjadi 0,5 persen.

Namun, beberapa komponen dalam data PPI yang menjadi bagian dari Indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE)—metrik inflasi yang lebih diutamakan oleh Federal Reserve—terlihat lebih moderat. Ini memunculkan harapan bahwa angka inflasi PCE nantinya tidak akan seburuk perkiraan saat ini.

Data ini dirilis sehari setelah laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) AS menunjukkan laju kenaikan tercepat dalam satu setengah tahun terakhir. Sementara itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun bertahan di 4,535 persen pada sesi perdagangan Asia setelah turun 10 basis poin pada Kamis, mencatatkan penurunan harian terbesar dalam sebulan.

Selain inflasi, data lain menunjukkan klaim tunjangan pengangguran awal di AS turun 7.000 menjadi 213.000 secara musiman. Angka ini sedikit lebih rendah dari ekspektasi 215.000, mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja masih cukup solid.

Meski begitu, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed terus mundur. Saat ini, pelaku pasar baru sepenuhnya memperhitungkan pemotongan 25 basis poin pada Oktober 2025. Secara keseluruhan, ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed tahun ini hanya sekitar 33 basis poin.

Menurut spesialis investasi obligasi di T. Rowe Price, Christopher Dillon, The Fed diperkirakan akan menahan suku bunga lebih lama, berbeda dengan Bank Sentral Eropa (ECB) yang kemungkinan akan lebih agresif dalam memangkas suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.

“Bank sentral di pasar negara berkembang juga menghadapi dilema volatilitas mata uang saat menetapkan kebijakan moneter mereka. Banyak di antara mereka bergerak dengan ritme berbeda dibandingkan The Fed,” kata Dillon.

Salah satu contohnya adalah Bank Sentral Filipina, yang secara mengejutkan mempertahankan suku bunga acuannya pada Kamis. Gubernurnya menyebut keputusan ini sebagai langkah untuk berjaga-jaga menghadapi ketidakpastian global.

Di pasar mata uang, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang mata uang utama dunia tidak banyak berubah di level 107,07 setelah anjlok 0,8 persen pada Kamis kemarin. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar dalam sehari sejak 20 Januari. Sementara itu, euro bertahan di level tertinggi dalam lebih dari dua minggu di USD1,0459 karena didorong oleh optimisme perihal potensi perundingan damai antara Ukraina dan Rusia.(*)