Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IHSG Bisa Perkasa Andai BI Turunkan Suku Bunga

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 13 February 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
IHSG Bisa Perkasa Andai BI Turunkan Suku Bunga

KABARBURSA.COM - Head of Research and Chief Economist  Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto membeberkan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa perkasa jika Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan.

Rully mengatakan penurunan suku bunga BI berpotensi membuat foreign inflow (dana asing masuk) ke Surat Berharga Negara (SBN) dan juga saham perbankan.

Namun di satu sisi, jika suku bunga tetap ditahan, Rully menyatakan hal ini bisa menjadi sentimen negatif bagi pasar modal Indonesia.

"Ya mungkin (IHSG) bisa sekitar 6.300 atau 6.400 (jika suku bunga ditahan)," ujar dia kepada  wartawan dalam acara Media Day - Consumer Trends for the 2025 Fasting Month di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.

Rully mengatakan IHSG kemungkinan tidak bisa menyentuh level 7.000 di kuartal I 2025 jika BI tidak segera menurunkan suku bunga acuan pada Februari atau Maret. Hal ini ia katakan berkaca dari situasi pasar yang tengah terjadi.

Lebih jauh dia memaparkan, Mirae Asset menargetkan BI menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini. Menurutnya, keputusan ini bisa memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia.

Dia menjelaskan BI mungkin tidak terlalu konsen terhadap pasar modal. Namun, dia berharap pasar modal harus tetap diperhatikan dikarenakan bisa menjadi tolak ukur pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,75 persen pada bulan lalu. Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025.

Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.

Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026.

Perry menjelaskan, keputusan tersebut didukung oleh proyeksi inflasi yang tetap rendah, nilai tukar rupiah yang stabil sesuai dengan fundamental ekonomi, serta kebutuhan untuk meningkatkan momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

Stabilitas nilai tukar rupiah menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan ini. Perry menekankan bahwa BI akan terus mencermati dinamika yang berkembang di pasar valuta asing untuk memastikan nilai tukar tetap terkendali, guna mendukung pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan mempertahankan fokus pada fundamental ekonomi, BI mengupayakan agar kebijakan yang diambil dapat merespons perubahan kondisi global maupun nasional secara adaptif.

Langkah BI ini mencerminkan sikap optimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Selain memberikan ruang tambahan bagi sektor ekonomi untuk bergerak lebih dinamis, kebijakan ini juga menunjukkan kepercayaan BI terhadap kestabilan ekonomi domestik meskipun tantangan global terus membayangi.

Perry menegaskan, BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sambil tetap membuka peluang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Dengan penurunan suku bunga ini, sektor ekonomi diperkirakan akan mendapatkan dorongan yang signifikan. Penyesuaian ini menjadi katalis positif bagi dunia usaha dan rumah tangga, yang diharapkan mampu meningkatkan konsumsi, investasi, dan daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Ke depan, BI akan terus memantau berbagai indikator ekonomi untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sejalan dengan perkembangan kebutuhan domestik maupun dinamika pasar global.

IHSG Tertekan karena Ketidakpastian Global

Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara mengenai pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa hari terakhir. Di tengah kondisi ini, BEI memiliki beberapa saran kepada para investor.

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik melihat kondisi pasar saham Indonesia saat ini disebabkan oleh sentimen yang datang dari ketidakpastian.

"Kondisi pasar kita saat ini memang dipengaruhi ketidakpastian global," ujar dia saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.

Di tengah kondisi ini, Jeffrey menyarankan agar para investor berhati-hati dalam mengambil keputusan. Hal ini bertujuan untuk menghindari berbagai risiko yang ada.

"Mengambil keputusan secara rasional dan disesuaikan dengan profil risiko masing masing investor," tutur Jeffrey.

Beberapa waktu lalu, Jeffrey juga membeberkan faktor utama yang menyebabkan kondisi ketidakpastian global adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat terhadap China, hingga dinamika ekonomi ke negara Meksiko dan Kanada.

“Kebijakan yang telah diumumkan namun kemudian ditunda menciptakan ketidakpastian yang semakin besar bagi pasar global,” ujar Jeffrey di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

Jeffrey bilang, dampak dari kondisi tersebut tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi di Indonesia. Menurutnya, ketidakpastian di pasar global ikut memberi efek terhadap tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan rantai pasok global.

“Perubahan konstelasi ekonomi ini memberikan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis di Indonesia,” katanya.

Dengan adanya ketidakpastian ini, Jeffrey mengimbau agar para investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama dalam menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di pasar keuangan domestik.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh investor adalah mengantisipasi dampak dari ketidakpastian global. Meskipun sulit untuk memperkirakan bagaimana kondisi ini akan berkembang, menurut Jeffrey, investor berpengalaman dapat belajar dari periode ketidakpastian sebelumnya.

“Analisis terhadap kebijakan pemerintah, reaksi negara lain, serta tren historis dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan investasi yang lebih matang,” jelasnya.

Guna mengatasi sejumlah hal tersebut, BEI bakal meluncurkan sejumlah instrumen keuangan baru, yakni short selling dan intraday short selling.

Jeffrey mengatakan, tujuan peluncuran instrumen ini adalah untuk membantu para investor di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.

“Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor, terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat,” ujarnya.

Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni  sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.

“Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan,” jelasnya.(*)