Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Menguat di Tengah Tarif Trump, Investor Cermati ini

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 11 February 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Bursa Asia Menguat di Tengah Tarif Trump, Investor Cermati ini

KABARBURSA.COM - Bursa Asia-Pasifik dibuka lebih tinggi pada Selasa, 11 Februari 2025, mengikuti kenaikan di Wall Street yang tampaknya mengabaikan kampanye tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Pada Senin, 10 Februari 2025 Trump menandatangani perintah untuk memberlakukan tarif sebesar 25 persen pada impor baja dan aluminium ke AS.

Seperti dikutip dari CNBC, indeks S&P/ASX 200 Australia diperdagangkan naik 0,24 persen. Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,36 persen, sementara indeks saham berkapitalisasi kecil Kosdaq diperdagangkan mendekati level datar.

Futures indeks Hang Seng Hong Kong berada di 21.576, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penutupan terakhir HSI di 21.521,98.

Pasar Jepang ditutup untuk hari libur.

  • Nikkei 225 Index (NIKKEI) - 38.801,17 (+14,15 | +0,04 persen)
  • Hang Seng Index (HSI) - 21.521,98 (0 | 0 persen)
  • S&P/ASX 200 (ASX 200) - 8.509,7 (+26,9 | +0,32 persen)
  • Shanghai (SHANGHAI) - 3.322,17 (0 | 0 persen)
  • KOSPI Index (KOSPI) - 2.548,17 (+26,9 | +1,07 persen)
  • CNBC 100 ASIA IDX (CNBC 100) - 10.305,42 (+7,92 | +0,08 persen)

Investor juga akan mencermati pasar Singapura setelah indeks acuan Straits Times mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di level 3.910,12 pada perdagangan Senin.

Wall Street Ditutup Lebih Tinggi

Indeks utama Wall Street ditutup menguat pada Senin, 10 Februari 2025, didorong oleh Nvidia dan saham terkait artificial intelligence (AI) lainnya. Penguatan juga terjadi setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan rencana tarif tambahan pada impor baja dan aluminium, yang mendorong lonjakan harga saham produsen baja.

Seperti dikutip dari Reuters, indeks S&P 500 naik 0,67 persen menjadi 6.066,44 poin, Nasdaq menguat 0,98 persen ke 19.714,27 poin, sementara Dow Jones Industrial Average bertambah 0,38 persen menjadi 44.470,41 poin.

Volume perdagangan di bursa AS relatif tinggi, dengan 16,1 miliar saham berpindah tangan, dibandingkan rata-rata 14,9 miliar saham dalam 20 sesi perdagangan sebelumnya. Saham yang naik melebihi saham yang turun dalam indeks S&P 500 dengan rasio 1,3:1, sementara di seluruh pasar AS, rasio saham yang naik terhadap yang turun mencapai 1,9:1.

Saham Nvidia dan AI Lainnya

Saham produsen chip AI seperti Nvidia dan Broadcom masing-masing naik 2,9 persen dan 4,5 persen, sementara Amazon naik 1,7 persen.

“Investor pada dasarnya mengatakan, ‘Ayo kembali ke sektor-sektor yang telah terbukti menguntungkan.’ Salah satu alasan optimisme investor, menurut saya, adalah laporan laba,” kata Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi di CFRA Research.

Tesla ditutup turun 3 persen setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa konsorsium investor yang dipimpin oleh CEO Tesla, Elon Musk, menawarkan USD97,4 miliar untuk membeli organisasi nirlaba yang mengendalikan startup kecerdasan buatan OpenAI.

Dengan lebih dari separuh musim laporan laba kuartal keempat yang telah berlalu, perusahaan S&P 500 diperkirakan mencatatkan pertumbuhan laba tahunan sebesar 14,8 persen, meningkat dari ekspektasi kurang dari 10 persen pada awal 2025, menurut LSEG I/B/E/S.

Saham teknologi berkapitalisasi besar mengalami penurunan tajam pada Jumat, 14 Februari 2025 setelah Trump mengumumkan tarif timbal balik terhadap semua negara, menyesuaikan tarif berdasarkan kebijakan perdagangan masing-masing negara.

Sementara itu McDonald’s melonjak 4,8 persen setelah rantai restoran cepat saji itu melaporkan kenaikan mengejutkan dalam penjualan global yang sebanding pada kuartal keempat.

Rockwell Automation melesat 12,6 persen setelah pembuat produk otomasi itu mencatatkan laba kuartal pertama fiskal yang lebih tinggi dari perkiraan.

Coca-Cola dan DoorDash dijadwalkan melaporkan hasil kuartalan mereka pada Selasa, 11 Februari 2025 sementara CVS Health dan produsen peralatan jaringan komputer Cisco akan melaporkan hasil pada Rabu, 12 Februari 2025.

Kebijakan Tarif Trump

Eskalasi hambatan perdagangan terbaru akibat kebijakan Trump terjadi pada Minggu, 9 Februari 2025 ketika ia menyatakan akan menerapkan tarif 25 persen pada semua impor baja dan aluminium ke AS, di atas tarif yang sudah ada pada logam tersebut.

Produsen logam AS yang diuntungkan oleh kebijakan ini mengalami lonjakan harga saham. Nucor, U.S. Steel, dan Steel Dynamics masing-masing naik lebih dari 4 persen. Cleveland-Cliffs melonjak 18 persen, Century Aluminum naik 10 persen, dan Alcoa menguat sekitar 2 persen.

Saham U.S. Steel juga terdorong setelah Sekretaris Kabinet Jepang menyatakan bahwa Nippon Steel sedang mempertimbangkan perubahan besar dalam rencananya untuk membeli perusahaan tersebut.

Managing Director Investment Strategy OCBC Singapore, Vasu Menon, menyatakan bahwa belum jelas apakah tarif baru untuk baja dan aluminium yang diumumkan oleh Trump hanyalah strategi negosiasi yang dapat dilonggarkan di kemudian hari. Namun, jika tarif tersebut benar-benar diterapkan, kebijakan ini juga berpotensi merugikan Amerika Serikat, mengingat ketergantungannya pada impor baja dan aluminium dari Kanada dan Meksiko, yang merupakan pemasok utama logam tersebut ke AS.

“Pasar akan tetap waspada dan bergejolak dengan meningkatnya perang dagang, dan investor perlu berhati-hati serta bersiap menghadapi kemungkinan turbulensi pasar yang lebih besar,” ujarnya kepada Reuters.

Senior Markets Analyst di Capital.com, Kyle Rodda, mengatakan bahwa hal ini menambah potensi guncangan harga akibat kebijakan perdagangan Trump. Dalam jangka pendek, ini bersifat inflasioner. Dalam jangka panjang dan secara keseluruhan, ini akan menjadi hambatan bagi pertumbuhan.

“Saat ini, ada juga dinamika aksi balasan dalam ekonomi global, di mana pesaing seperti China merespons dengan tindakan balasan. Saat ini, pasar sebagian besar merespons ketidakpastian. Namun, seiring meningkatnya kemungkinan perang dagang besar-besaran, mereka harus mulai memperhitungkan aktivitas ekonomi yang lebih lemah,” terangnya. (*)