KABARBURSA.COM - Prospek sektor konsumer di Indonesia diprediksi bakal semringah menjelang bulan Ramadan 2025. Analis menyebut, hal ini terjadi karena sejumlah faktor.
Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy mengatakan, secara historikal, industri sektor konsumer kerap terdampak positif karena adanya Ramadhan di setiap tahunnya.
Menurut dia, terdapat sejumlah produk yang diminati oleh masyarakat Indonesia dalam tiga tahun terakhir, salah satunya ialah FMCG (Fast Moving Consumer Goods).
"Angka penjualan dari perusahaan produsen FMCG mengalami lonjakan pendapatan pasca laporan keuangan emiten konsumer dirilis seperti ICBP, INDF, hingga MYOR pada kuartal III tahun 2022 hingga 2024," ujarnya kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 10 Februari 2025.
Abdul melanjutkan, sejumlah faktor bisa berpotensi mempengaruhi penjualan produk konsumer pada bulan Ramadan tahun ini. Seperti daya beli masyarakat yang tercermin dari data inflasi Indonesia.
"Saat ini fokus investor adalah melihat angka inflasi indonesia di bulan Februari 2025, jika angka tersebut menunjukkan adanya lonjakan inflasi karena permintaan masyarakat yang naik, ini bisa jadi Booster untuk peningkatan daya beli masyarakat di bulan Ramadan," jelasnya
Tetapi, lanjut Abdul, perlu diperhatikan bahwa saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi yang disebabkan daya beli masyarakat menurun.
"Sehingga diharapkan tren deflasi ini akan patah saat bulan Ramadhan tiba nantinya pada kuartal I 2025 ini dan dapat mendongkrak penjualan dari emiten konsumer," tutur dia.
Abdul juga memprediksi platform digital akan terus menjadi saluran utama bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka selama Ramadan. Kondisi ini dikarenakan tidak lepas semakin berkembangnya e-commerce dan adaptasi masyarakat terhadap belanja online.
Lebih jauh, dia membeberkan mengenai emiten yang mempunyai kinerja bagus ketika Ramadan tiba seperti ICBP, MYOR, dan MAPI. Adapun, tiga emiten ini juga mengalami lonjakan pendapat pada kuartal III 2024.
Abdul menyampaikan, penjualan ICBP meningkat sebesar 8,7 persen pada Q3 2024 (QoQ). Adapun MYOR dan MAPI juga mengalami hal serupa dengan kenaikan masing-masing 26,2 persen dan 4,5 persen pada periode serupa.
Saham Consumer Goods yang Tersengat Positif Penurunan BI Rate
Di sisi lain, Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen memberikan sentimen positif yang signifikan bagi emiten di sektor barang konsumsi (consumer goods).
Senior Market Analyst Mirae Asset Nafan Aji Gusta mengatakan, pemangkasan BI Rate memberikan efek positif terhadap biaya pinjaman atau borrowing cost yang mendorong kinerja konsumsi rumah tangga.
“Jika kebijakan ini dilakukan secara berkelanjutan dan terlaksana dengan baik, efek dari penurunan biaya pinjaman (borrowing cost) akan semakin berkurang sehingga dapat menjadi pendorong atau katalis positif bagi kinerja konsumsi rumah tangga,” ujarnya kepada Kabarbursa.com di Jakarta, dikutip Sabtu, 18 Januari 2025.
Nafan menyatakan bahwa ini merupakan momentum yang baik, mengingat konsumsi rumah tangga merupakan salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Ya, kita lihat ya, sekitar 52 hingga 54 persen kan pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh strong domestic consumption,” kata dia.
Di sisi lain, Nafan menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya dapat lebih optimal setelah penurunan suku bunga acuan, dengan catatan BI terus melanjutkan kebijakan moneter yang mendukung.
“Kalau dari Mirae Aset memang targetnya 5,5 persen ya untuk di tahun ini dalam hal kebijakan Indonesia dalam melonggarkan moneternya,” pungkasnya.
Nafan sendiri merekomendasikan sejumlah saham di sektor consumer goods, seperti PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP),
Emiten Konsumer Siap Gaspol usai Prabowo Naikkan Upah Minimum
Sebelumnya diberitakan, beberapa waktu lalu Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen. Prabowo beralasan, kondisi usaha dan kebutuhan masyarakat menjadi pertimbangan utama hasil tersebut.
“Kami memutuskan untuk menaikkan rata-rata UMP nasional sebesar 6,5 persen pada tahun 2025,” ujar Prabowo Subianto dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2024.
Angka tersebut menjadi salah satu kenaikan tertinggi dalam tiga tahun terakhir, meski masih di bawah tingkat kenaikan pada 2023. Kebijakan ini diyakini akan memengaruhi sektor pasar modal, terutama saham-saham di sektor konsumer dan ritel.
Menurut Edi Chandren, Investment Analyst Lead di Stockbit, kebijakan kenaikan upah ini memiliki dua sisi dampak bagi emiten-emiten tertentu.
“Kenaikan upah minimum dapat meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong kinerja emiten konsumer seperti ICBP atau PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dan MYOR alias PT Mayora Indah Tbk,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 2 Desember 2024.
Edi menilai bahwa emiten di sektor konsumer akan menjadi salah satu pihak yang diuntungkan dari kebijakan ini.
“Dengan kenaikan upah, masyarakat cenderung memiliki lebih banyak disposable income untuk dibelanjakan, terutama pada produk kebutuhan sehari-hari dan makanan olahan. Emiten seperti ICBP dan MYOR, yang memiliki pangsa pasar besar di segmen ini, akan merasakan dampak positif dari peningkatan daya beli,” katanya.
Dengan prospek peningkatan daya beli masyarakat, ICBP dan MYOR berpotensi mencatatkan pertumbuhan penjualan yang lebih baik pada tahun mendatang. Namun, untuk memahami sejauh mana kebijakan kenaikan upah ini dapat mendorong kinerja mereka, penting untuk meninjau fundamental keuangan kedua emiten ini serta tren teknikal sahamnya.
Analisis mendalam terhadap kinerja historis dan proyeksi masa depan akan memberikan gambaran yang lebih jelas bagi investor dalam mengambil keputusan strategis.(*)