KABARBURSA.COM - Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani, menilai pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG selama sepekan kemarin yang mencapai level 6.700 merupakan sinyal bearish. Kendati demikian, ada beberapa saham yang berpotensi untung kembali jika diserok investor.
Dia memprediksi memberikan 2 sinyal sekaligus potensi pergerakan IHSG kedepannya.
"Pertama, dalam jangka pendek IHSG berpotensi untuk mengalami rebound yang ditunjukkan oleh rejection yang terjadi pada Jumat kemarin. Apabila IHSG akan menguat maka MA200 weekly dan resistance historikal menjadi target penguatan IHSG yang berada di level 6.880 sampai 6.970," kata Dimas melalui keterangan tertulisnya di Jakarta pada Senin, 10 Februari 2025.
Kedua, dalam jangka menengah IHSG berpotensi untuk terus melanjutkan pelemahan yang ditunjukan dari chart weekly-nya dengan target penurunan sementara ke level support terdekat sekaligus support kunci di level 6.500 hingga 6.600.
Penyebabnya, aliran dana asing yang masih konsisten keluar dari IHSG serta sinyal patah tren yang terjadi di beberapa saham konglomerasi yang selama ini juga menjadi penopang bagi pergerakan IHSG.
Padahal foreign flow merupakan salah satu indikator yang bersifat leading, artinya sering terjadi ketika investor asing melakukan distribusi (outflow), dalam jangka pendek terjadi hal-hal random yang akan membuat rancu dan membuat seolah distribusi investor asing terlihat normal.
Meski pelemahaan IHSG cukup signifikan, Dimas mengatakan IPOT merekomendasikan beberapa saham yang masih memiliki potensi pergerakan positif di tengah dinamika pasar yang cenderung melemah.
Bank Mandiri dengan kode saham BMRI menjadi salah satu saham yang direkomendasikan untuk dibeli. Harga saham BMRI saat ini berada pada level 5.150 rupiah, dengan potensi kenaikan hingga 5,83 persen menuju target harga 5.450 rupiah. Dengan peluang pergerakan naik apabila Indeks Harga Saham Gabungan mengalami kenaikan, saham ini dinilai menarik untuk diperhatikan.
Selain itu, Petrosea dengan kode saham PTRO juga direkomendasikan untuk dibeli saat mengalami koreksi atau buy on pullback. Harga saham Petrosea saat ini berada di level 2.880 rupiah dengan rekomendasi masuk di harga 2.750 rupiah dan target harga 3.200 rupiah atau berpotensi naik sebesar 16,36 persen. Saham ini memiliki prospek yang menarik karena menjadi salah satu pemimpin di sektor energi yang masih dalam tren jangka panjang yang positif.
Selanjutnya, GoTo Gojek Tokopedia dengan kode saham GOTO juga mendapat rekomendasi beli. Harga saham GoTo Gojek Tokopedia saat ini berada di level 83 rupiah dengan target harga 89 rupiah atau berpotensi naik 7,23 persen. Saham ini dinilai memiliki pola pergerakan yang cukup baik, tetap bertahan di atas rata-rata pergerakan 20 hari meskipun pasar secara keseluruhan mengalami koreksi signifikan. Namun, disiplin dalam menentukan batas risiko tetap diperlukan mengingat kondisi pasar yang masih fluktuatif.
Tidak hanya saham individual, Indo Premier juga merekomendasikan produk reksa dana saham Premier ETF PEFINDO i-Grade dengan kode XIPI. Produk ini berisikan saham-saham perbankan yang berpotensi mengalami kenaikan seiring dengan masuknya musim pembagian dividen. Dalam tiga tahun terakhir, reksa dana ini menunjukkan kinerja yang solid, menjadikannya salah satu pilihan investasi menarik bagi para investor yang mencari eksposur terhadap sektor perbankan yang stabil.
Dimas mengatakan rekomendasi itu berdasarkan sentimen pergerakan market pada 10 hingga 14 Februari 2025.
Dimas menyebutkan 3 sentimen yang wajib diperhatikan para trader, yakni sentimen musim dividen, keberlanjutan program Donald Trump dan inflasi AS (Januari).
Pertama, sentimen persiapan bagi dividen. Dalam kondisi market normal biasanya investor asing mulai mencatatkan inflow ke IHSG mulai dari pertengahan Februari sebagai persiapan momentum pembagian dividen saham-saham big banks pada Maret-April.
Jika melihat data foreign flow sampai dengan minggu lalu, di mana belum terjadinya inflow ke IHSG, maka terdapat kemungkinan bahwa untuk tahun ini investor asing tidak mencatatkan inflow sebelum momentum dividen Maret sampai April nanti.
Akan tetapi, masih terdapat kemungkinan investor asing mencatatkan inflow karena memang secara historikal setiap tahun investor asing menjadikan momentum pembagian dividen untuk mencatatkan inflow ke IHSG sebelumnya dan yang kedua secara time frame biasanya investor asing melakukan siklus akumulasi ataupun distribusi selama kurun waktu 3-4 bulan. Jika kita lihat dimana investor asing sudah melakukan distribusi signifikan di IHSG sejak September 2024 maka tidak menutup kemungkinan investor asing mulai menjalankan siklus akumulasi mulai bulan ini setelah menjalankan siklus distribusi sejak September silam.
“Kesimpulannya, jika kita analisa menggunakan probabilitas maka probabilitas investor asing mulai mencatatkan inflow ke IHSG sebesar 50-50. Hal ini juga sekaligus menggambarkan probabilitas pergerakan IHSG kedepannya. Secara ilmu foreign flow, apabila investor asing memutuskan untuk masuk lagi ke IHSG maka IHSG berpotensi mengalami kenaikan, begitupun sebaliknya," ujar dia.
Kedua, sentimen keberlanjutan program Donald Trump. Sejak Donald Trump dilantik menjadi presiden AS yang ke-2 kalinya, banyak statemen maupun kebijakan yang dikeluarkan berdampak signifikan terhadap pergerakan market global.
Terakhir, Trump merencanakan untuk menunda kenaikan tarif impor barang-barang dari Meksiko dan Kanada selama satu bulan, namun tetap menjalankan kebijakan tarif impor ini terhadap China. Hal ini memicu China untuk melakukan peningkatan tarif impor barang-barang dari AS setelahnya.
Pada Jumat lalu, menurut laporan dari kantor kepresidenan AS, dinyatakan bahwa Donald Trump akan segera mengumumkan kebijakan reciprocal tariff pada minggu ini. Apabila sesuai dengan laporan tersebut maka besar kemungkinan market mengalami volatilitas yang besar baik menjelang, saat ataupun sesudah pengumuman tersebut.
Ketiga, sentimen inflasi AS (Januari). Pada Rabu data inflasi AS untuk bulan Januari akan rilis dan berdasarkan konsensusnya bahwa AS akan mencatatkan inflasi tahunan sebesar 2,9 persen atau sama seperti bulan sebelumnya.
“Jika kami lihat tren dalam 4 bulan terakhir inflasi AS konsisten mengalami kenaikan dan menjauhi target inflasi dari The Fed yaitu sebesar 2 persen. Apabila inflasi terus mengalami kenaikan maka membuka peluang bagi The Fed untuk justru meningkatkan suku bunga acuannya dan hal ini tidak sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar di mana sebelumnya pelaku pasar berekspektasi suku bunga The Fed turun di sepanjang 2025 ini,” ujar Dimas.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan merupakan rekomendasi untuk membeli atau menjual saham tertentu. Informasi yang disajikan hanya untuk tujuan edukasi dan referensi berdasarkan analisis teknikal. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor dan setiap transaksi yang dilakukan merupakan tanggung jawab pribadi. Selalu lakukan riset dan konsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil keputusan investasi.