Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Wall Street Sepekan ke Depan: Inflasi dan Tarif jadi Tantangan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 09 February 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Wall Street Sepekan ke Depan: Inflasi dan Tarif jadi Tantangan

KABARBURSA.COM - Pasar saham Amerika Serikat atau Wall Street, akan menghadapi ujian baru dalam sepekan ke depan. Hal ini disebabkan munculnya rilis data inflasi terbaru, di tengah kekhawatiran investor mengenai dampak kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.

S&P 500 masih berada sekitar 1 persen di bawah rekor tertingginya, meskipun pasar saham mengalami volatilitas akibat ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan AS.

Pemberlakuan tarif terhadap mitra dagang utama AS memicu kekhawatiran inflasi yang dapat menghambat rencana pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Bank sentral AS sebelumnya telah menghentikan sementara siklus pemotongan suku bunga dan kini menunggu data ekonomi yang lebih meyakinkan sebelum melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter.

Rilis indeks harga konsumen (CPI) pada hari Rabu akan menjadi indikator kunci bagi investor dalam menilai tren inflasi. Survei terbaru terhadap lebih dari 4.000 pelaku pasar menunjukkan bahwa inflasi dan tarif perdagangan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan pasar tahun ini.

Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat membatasi ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga, yang pada akhirnya dapat menghambat kenaikan pasar saham.

Ekspektasi pasar menunjukkan bahwa inflasi pada Januari kemungkinan meningkat sebesar 0,3 persen secara bulanan. Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa bulan Januari kerap menjadi periode yang sulit untuk memproyeksikan CPI akibat faktor musiman, sehingga data yang keluar berpotensi memicu volatilitas di pasar keuangan.

Meskipun inflasi telah melambat dari puncaknya dalam 40 tahun terakhir pada 2022, angka tersebut masih belum mencapai target tahunan The Fed di level 2 persen. Jika data CPI menunjukkan peningkatan yang signifikan, investor akan semakin khawatir bahwa suku bunga acuan akan tetap tinggi lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

Saat ini, pasar memperkirakan lebih dari 80 persen kemungkinan bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Maret mendatang, dengan proyeksi dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun. Namun, ekspektasi tersebut mengalami sedikit perubahan setelah laporan ketenagakerjaan AS yang dirilis pada hari Jumat menunjukkan perlambatan pertumbuhan lapangan kerja yang lebih besar dari perkiraan, meskipun tingkat pengangguran tetap stabil di angka 4 persen.

Beberapa investor mulai mengurangi proyeksi pemangkasan suku bunga lebih lanjut tahun ini. Ekonom Morgan Stanley, misalnya, kini hanya memperkirakan satu kali pemangkasan suku bunga pada Juni, berbeda dengan proyeksi sebelumnya yang memperkirakan dua kali pemangkasan. Ketidakpastian mengenai dampak tarif perdagangan semakin memperumit proyeksi kebijakan moneter 2025.

Dalam beberapa hari terakhir, pasar bergulat dengan kebijakan tarif yang terus berkembang. Trump awalnya menerapkan tarif baru pada impor dari Kanada dan Meksiko sebelum menundanya selama satu bulan, sementara bea masuk 10 persen terhadap barang-barang dari China tetap diberlakukan. Reaksi pasar terhadap kebijakan ini terlihat jelas, dengan indeks volatilitas Cboe (VIX) melonjak ke level tertinggi dalam sepekan di angka 20,42 sebelum kembali mereda ke kisaran 15.

Pekan depan, pelaku pasar akan mencermati pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang dijadwalkan memberikan testimoni di hadapan Kongres pada hari Selasa dan Rabu. Pernyataannya dapat memberikan sinyal lebih jelas mengenai arah kebijakan suku bunga ke depan.

Di sisi lain, musim laporan keuangan perusahaan juga masih berlangsung dengan sejumlah emiten besar seperti Coca-Cola, Cisco, dan McDonald's dijadwalkan merilis laporan keuangannya. Dengan lebih dari separuh perusahaan dalam indeks S&P 500 telah melaporkan kinerjanya, laba kuartal keempat diperkirakan tumbuh 12,7 persen dari tahun sebelumnya, meningkat dari perkiraan awal sebesar 9,6 persen.

Meskipun ketidakpastian seputar tarif masih membayangi pasar, musim laporan keuangan secara keseluruhan tetap menjadi faktor positif bagi saham. Banyak perusahaan dari berbagai industri memberikan pandangan yang optimistis, menunjukkan bahwa faktor-faktor pendorong permintaan masih cukup kuat.

Dengan kombinasi ketidakpastian tarif, inflasi yang masih menjadi perhatian, serta kebijakan suku bunga The Fed yang belum pasti, pasar saham AS dalam sepekan ke depan diperkirakan akan tetap berfluktuasi. Investor akan terus mencermati setiap perkembangan untuk menentukan arah pasar selanjutnya.

Wall Street Bergejolak

Wall Street kembali bergejolak pada perdagangan Jumat waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB seiring munculnya laporan yang menunjukkan konsumen AS mulai bersiap menghadapi inflasi yang lebih tinggi. Ditambah lagi, data ketenagakerjaan AS memberi sinyal yang campur aduk, membuat investor semakin bimbang.

Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2025, Indeks S&P 500 terpantau melemah 0,5 persen pada pukul 13:31 waktu setempat, meski masih berpeluang mencetak kenaikan tipis untuk pekan ini.

Dow Jones Industrial Average turun 280 poin atau 0,6 persen, sementara Nasdaq memimpin pelemahan dengan koreksi 0,9 persen. Saham Amazon ikut menyeret indeks setelah laporan keuangan terbarunya tak sepenuhnya memuaskan pasar.

Tak hanya di pasar saham, pergerakan di pasar obligasi juga menunjukkan tren serupa. Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik setelah laporan dari University of Michigan menyebutkan konsumen AS memperkirakan inflasi tahun depan mencapai 4,3 persen, tertinggi sejak 2023. Ini lebih tinggi satu persen dari proyeksi bulan lalu dan merupakan kenaikan besar dua bulan berturut-turut.(*)