KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia atau BEI, merilis data mengenai adanya rencana 19 perusahaan melantai di Pasar Modal pada tahun ini.
"Hingga 7 Februari 2025, BEI mencatat ada 8 perusahaan yang telah mencatatkan saham dengan total dana yang berhasil dihimpin sebesar Rp3,70 triliun. Masih 19 dalam pipeline yang tengah diproses," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna melalui pemaparan data tertulisnya dikutip Minggu, 9 Februari 2025.
Menurut Gede, catatan itu telah sesuai dengan klasifikasi aset sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017.
Dari 19 perusahaan yang sedang berproses itu, ada satu perusahaan tergolong sebagai perusahaan dengan aset skala menengah yakni aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, sementara 18 perusahaan lainnya merupakan perusahaan dengan aset skala besar atau total aset di atas Rp250 miliar.
Berdasarkan sektor, pipeline pencatatan, rincian sektor perusahaan yang berproses tersebut mencakup dua perusahaan dari sektor bahan dasar, enam perusahaan dari sektor konsumsi non-cyclicals, tiga perusahaan dari sektor energi, satu perusahaan dari sektor keuangan, tiga perusahaan dari sektor kesehatan, tiga perusahaan dari sektor industri, serta satu perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.
Catatan Ebus BEI
Tidak hanya mengurus pencatatan saham perusahaan, BEI juga memaparkan kegiatan lain yang sudah dilakukan di pekan kemarin.
Misalnya pada pipeline obligasi, BEI mencatatkan data perdagangan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS), hingga saat ini telah diterbitkan delapan emisi dari tujuh penerbit dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp8,6 triliun. Saat ini, terdapat 18 emisi dari 14 penerbit yang berada dalam pipeline penerbitan efek utang dan sukuk.
Dari sisi klasifikasi sektor perusahaan, pipeline tersebut terdiri dari tiga perusahaan sektor bahan dasar, satu perusahaan sektor konsumsi cyclicals, satu perusahaan sektor konsumsi non-cyclicals, empat perusahaan sektor energi, empat perusahaan sektor keuangan, serta satu perusahaan dari sektor infrastruktur.
Tidak dijelaskan berapa dana yang terhimpun dari aktivitas tersebut.
Pada aksi korporasi rights issue, per 7 Februari 2025, BEI mencatat belum ada perusahaan yang menerbitkan rights issue. Namun, terdapat tujuh perusahaan dalam pipeline rights issue Bursa Efek Indonesia.
Perusahaan tersebut diklasifikasikan ke beberapa sektor yakni, terdapat tiga perusahaan dari sektor bahan dasar, dua perusahaan dari sektor energi, serta dua perusahaan dari sektor kesehatan.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia atau BEI, I Nyoman Gede Yetna, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, terdapat sepuluh perusahaan tercatat yang telah diputuskan delisting oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Dua di antaranya telah menyelesaikan administrasi mengunggah rencana buyback, delapan lainnya didesak segera.
Hal ini dilakukan sebagai upaya BEI melakukan koordinasi dengan perusahaan tercatat yang terkena force delisting, untuk memastikan kewajiban buyback saham dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 45/2024, Pasal 8 Ayat (3), perusahaan tercatat yang terkena keputusan delisting wajib melakukan buyback saham untuk memberikan kepastian kepada pemegang saham.
“Dari 10 perusahaan tercatat yang telah delisting oleh Bursa. Ada dua perusahaan tercatat yaitu PT Panasia Indo Resources Tbk atau dalam kode saham HDTX dan PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW) telah melakukan keterbukaan informasi terkait rencana buyback sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Nyoman di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025.
Kendati demikian, ia tidak mengungkapkan nama delapan perusahaan lain yang delisting.
Namun, Nyoman memastikan langkah delisting dianggap bentuk transparansi kepada pemegang saham dan sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi di pasar modal.
“Ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan pasar dan memberikan kepastian hukum kepada para pemegang saham,”ujar dia.
BEI memastikan akan terus melakukan pengawasan dan memastikan bahwa perusahaan tercatat yang terkena force delisting memenuhi kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang ada.
Nyoman juga mendesak kepada perusahaan yang sudah diputuskan delisting untuk segera memberikan informasi yang transparan dan jelas mengenai rencana buyback saham agar para pemegang saham mendapatkan kepastian.
Selain itu, BEI meminta seluruh pemangku kepentingan di pasar modal terus memantau keterbukaan informasi yang diberikan oleh perusahaan tercatat.
Keterbukaan informasi yang jelas dan tepat waktu akan memastikan pelaksanaan regulasi berjalan dengan baik dan tetap menjaga integritas pasar modal Indonesia.
Delisting merupakan penghapusan sebuah perusahaan dari daftar saham yang diperdagangkan di bursa efek atau pasar modal.
Hal ini bisa terjadi dari keputusan perusahaan itu sendiri baik sukarela maupun paksaan oleh BEI lantaran perusahaan tidak memenuhi ketentuan tertentu. Biasanya, delisting paksaan bakal dilakukan BEI karena alasan tertentu seperti perusahaan tidak memenuhi kewajiban finansial yang ditetapkan oleh BEI, tidak memenuhi standar kelayakan dan tidak melaporkan informasi yang dibutuhan oleh regulator pasar modal dalam waktu yang ditentukan.
Perusahaan yang sudah terkena delisting tidak bisa melakukan penjualan sahamnya lagi ke Bursa Efek Indonesia.(*)