KABARBURSA.COM - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mencatat lonjakan laba bersih sebesar 22,8 persen sepanjang 2024. Hingga 31 Desember 2024, laba bersih bank syariah terbesar di Indonesia ini mencapai Rp7,00 triliun, naik signifikan dari Rp5,70 triliun pada tahun sebelumnya. Laba per saham dasar juga mengalami peningkatan menjadi Rp151,88, dibandingkan Rp123,65 pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke bursa pada Kamis, hak bagi hasil yang menjadi bagian bank mengalami kenaikan menjadi Rp17,40 triliun, dibandingkan Rp16,25 triliun pada 2023. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 6 Februari 2025.
Pendapatan usaha lainnya turut menunjukkan pertumbuhan positif, menembus Rp5,55 triliun dari sebelumnya Rp4,20 triliun, meskipun beban usaha juga meningkat menjadi Rp11,79 triliun dari Rp10,24 triliun.
Secara keseluruhan, laba usaha mengalami eskalasi menjadi Rp9,27 triliun, dibandingkan Rp7,59 triliun pada tahun sebelumnya. Sementara itu, laba sebelum zakat dan pajak naik menjadi Rp9,28 triliun, dari sebelumnya Rp7,58 triliun.
Dari sisi struktur keuangan, jumlah liabilitas BSI mengalami peningkatan menjadi Rp105,64 triliun hingga akhir 2024, naik dari Rp87,22 triliun pada 2023. Total aset bank pun mengalami ekspansi signifikan, mencapai Rp408,61 triliun, dibandingkan Rp353,62 triliun pada tahun sebelumnya.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) berhasil mencatatkan diri sebagai emiten dengan return tertinggi di sektor perbankan pasar modal Indonesia sepanjang tahun 2024.
Harga saham BRIS ditutup di level Rp2.730 pada akhir perdagangan tahun ini, mencatatkan kenaikan signifikan sebesar 56,9 persen secara year-to-date (ytd). Pada awal tahun, saham BRIS diperdagangkan di level Rp1.740.
“Tahun 2024 menjadi masa penuh tantangan sekaligus peluang bagi BSI. Alhamdulillah, kami berhasil melewati tahun ini dengan pencapaian luar biasa. Hal ini terlihat dari performa saham BRIS yang solid, menjadi magnet bagi investor,” ujar Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, di Jakarta, Selasa 31 Desember 2024.
BRIS juga membukukan price-to-book value (PBV) sebesar 2,90 dan price-to-earning (P/E) ratio di angka 19,05. Angka tersebut menjadikan BRIS sebagai bank pelat merah dengan valuasi paling premium dibandingkan bank pemerintah lainnya.
Valuasi ini, menurut Hery, mencerminkan kepercayaan pasar terhadap strategi bisnis dan prospek pertumbuhan berkelanjutan BSI di masa depan.
Selain itu, kapitalisasi pasar BRIS mencapai Rp125,93 triliun, menempatkannya dalam jajaran lima besar emiten perbankan dengan kapitalisasi terbesar di Indonesia.
“Pencapaian ini semakin mengukuhkan posisi BRIS sebagai salah satu pemain utama dalam industri perbankan nasional,” tegas Hery.
Dari sisi YTD return, BRIS unggul dibandingkan bank BUMN lainnya, seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI).
Di segmen perbankan syariah, BRIS juga menduduki peringkat teratas dalam hal valuasi dan return, jauh meninggalkan pesaing seperti Bank BTPN Syariah (BTPS) dan Bank Panin Syariah (PNBS).
Pencapaian ini semakin memperkuat posisi BRIS sebagai pemimpin di industri perbankan syariah. Meski baru berusia kurang dari empat tahun sejak merger, BRIS berhasil membuktikan diri sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
“Keberhasilan ini merupakan buah dari strategi kami yang memadukan prinsip syariah dengan inovasi digital serta layanan berkualitas tinggi,” kata Hery.
Ia juga menegaskan komitmen BSI untuk terus menghadirkan nilai tambah bagi nasabah, investor, dan masyarakat.
“Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, kami bertekad untuk memberikan layanan keuangan yang inklusif, inovatif, dan kompetitif,” pungkas Hery.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mampu membukukan pertumbuhan laba sebesar 21,6 persen year on year (yoy) pada kuartal III-2024.
Laba bersih perusahaan dengan kode saham BRIS ini mencapai Rp5,11 triliun, naik dibandingkan periode serupa tahun lalu sebesar Rp4,20 triliun.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi, bersyukur kinerja BSI terus tumbuh solid, sehat dan sustain hingga kuartal III-2024.
“Kami tetap tumbuh dobel digit sampai triwulan ketiga di tengah makro ekonomi yang cukup menantang dengan tingginya reference rate. Namun, BI mulai menurunkan suku bunga acuannya.,’’ kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Kamis, 31 Oktober 2024.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.