Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Begini Alasan Perdagangan Karbon Internasional Kurang Peminat

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 February 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Redaksi
Begini Alasan Perdagangan Karbon Internasional Kurang Peminat

KABARBURSA.COM - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, memberikan tanggapan terkait perdagangan karbon internasional di Indonesia yang masih kurang diminati.

Fabby menyoroti adanya masalah fundamental terkait kualitas sertifikat penurunan emisi yang dijual. Ia mengungkapkan bahwa banyak sertifikat yang berasal dari proyek-proyek yang sudah berjalan, seperti pembangkit energi yang sudah lama beroperasi, atau proyek-proyek yang lebih berkaitan dengan efisiensi energi, bukan energi terbarukan.

"Ini hanya upaya untuk rebranding saja. Nah terutama kalau untuk pembeli dari luar negeri tentunya mereka mempertimbangkan aspek transparansi dan kualitas dari sertifikat penurunan emisi yang dijual,"kata Fabby kepada Kabarbursa.com pada Kamis, 6 Februari 2025.

Menurutnya, meskipun perdagangan karbon ini telah diluncurkan dengan harapan dapat menarik perhatian pasar internasional, implementasinya belum memenuhi ekspektasi.

"Sertifikat yang dijual di pasar karbon ini sebagian besar berasal dari proyek yang sudah ada, seperti penggantian teknologi di pembangkit listrik, yang lebih ke efisiensi energi, bukan energi terbarukan," ucap dia.

Dia menilai sertifikat penurunan emisi yang dijual problematik, lantaran berasal dari proyek-proyek yang sudah ada. "Misal pada proyek PLTGU (pembangkit listrik tenaga gas dan uap) yang diklaim menurunkan emisinya. Tapi itu adalah penghematan dari penggantian teknologi," tutur dia.

Kualitas Sertifikat Penurunan Emisi

Pembangkit energi terbarukan yang dijual di Bursa Karbon salah satunya adalah panas bumi, yang bukan pembangkit baru. Namun, sudah lama beroperasi. "Kalau dengan kualitas sertifikat penurunan emisi seperti itu yang dijual akan sulit menarik minat dari pembeli asing. Yang mereka mencari kualitas karbon penurunan emisi yang tinggi. Itu persoalan fundamentalnya.," ujar dia.

Dia mengklaim hal itu menurunkan kualitas dari produk karbon yang dijual, akhirnya menyulitkan Indonesia untuk menarik pembeli internasional yang menginginkan sertifikat penurunan emisi dengan kualitas tinggi.

Tidak jelasnya integrasi pasar karbon dengan target penurunan emisi Indonesia juga menjadi perhatian. "Pasar karbon ini tidak terintegrasi dengan target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia. Banyak perusahaan yang justru membeli untuk offset emisi mereka, bukan untuk tujuan mitigasi yang lebih besar," sambung dia.

Dia menyinggung contoh proyek yang diiklankan dalam perdagangan karbon yakni PLN. Padahal, PLN menjadi salah satu produsen penghasil emisi terbesar di Indonesia. "Nah harusnya kalau ada aksi mitigasi perubahan iklim itu untuk menurunkan emisinya PLN, menurunkan emisinya Indonesia. Bukan untuk dijual di pasar, di Bursa,"ungkap dia.

Faby mengaku heran entitas penghasil emisi terbesar di Indonesia, yang harus menurunkan emisi gas rumah kaca. Malah berjualan sertifikat penurunan emisi lewat bursa karbon. Poin-poin ini dinilai yang diperhatikan perusahaan internasional.

Ia menduga sejak IDX Carbon diluncurkan untuk wadah perdagangan karbon internasional, belum ada perusahaan asing yang tertarik untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon Indonesia.

Menurutnya, evaluasi menyeluruh terhadap pasar karbon ini perlu dilakukan, dengan fokus pada perbaikan aspek-aspek fundamental yang saat ini lemah.

Sementara itu, Fabby menyarankan agar pemerintah melakukan review terhadap kebijakan ini, dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Kebijakan ini perlu dibenahi, karena perdagangan karbon yang tidak terstruktur dengan baik akan sulit menarik minat pembeli, baik domestik maupun internasional," ucap dia.

Catatan Volume Perdagangan

Dilansir dari idxcarbon.co.id, pada perdagangan kemarin Rabu, 5 Januari 2025 kemarin. Aktivitas perdagangan karbon di IDX Carbon mencatatkan total volume perdagangan sebesar 16 total karbon dioksida atau tCO2 dengan nilai transaksi mencapai Rp976.000. Dari perdagangan tersebut, terdapat enam proyek terdaftar dengan total unit karbon tersedia sebanyak 2.568.674 tCO2e (ton karbon dioksida setara). Jumlah peserta yang berpartisipasi dalam perdagangan ini mencapai 107 orang.

Pada pasar reguler, produk Indonesia Technology Based Solution atau IDTBS mencatatkan volume transaksi sebesar 58.800 tCO2e. Sementara itu, produk Indonesia Technology Based Solution Renewable Energy atau IDTBS-RE memiliki volume transaksi sebesar 90.000 tCO2e.

Produk Indonesia Technology Based Solution Authorized atau IDTBSA mencatatkan volume transaksi sebesar 96.000 tCO2e dan produk Indonesia Technology Based Solution Authorized Renewable Energy atau IDTBSA-RE mencapai volume transaksi sebesar 144.000 tCO2e.

Tidak ada aktivitas yang tercatat pada pasar lainnya, seperti lelang, marketplace, maupun negosiasi.

Jika dibandingkan pada perdagangan 30 Januari 2025 lalu, tidak ada kenaikan signifikan. Saat it, IDX Carbon mencatat aktivitas perdagangan karbon yang melibatkan 106 peserta dengan total volume karbon yang diperdagangkan mencapai 2.568.679 tCO2e. Sebanyak enam proyek terdaftar turut berpartisipasi dalam perdagangan ini. Selain itu, 15 tCO2e telah resmi dipensiunkan, menandai kontribusi langsung terhadap pengurangan emisi karbon.

IDTBS mencatat volume perdagangan sebesar 58.800 tCO2e unit. Sementara itu, produk standar Indonesia Technology Based Solution Authorized atau IDTBSA mencatat volume perdagangan sebesar 86.000 tCO2e.

Pada perdagangan saat itu juga belum dijelaskan juga berapa nilai transaksinya. Selain itu, tidak terdapat aktivitas perdagangan pada produk standar IDTBS-RE dan IDTBSA-RE.(*)