Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Emas Naik, Saham-Saham ini Malah Bertumbangan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 February 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
Harga Emas Naik, Saham-Saham ini Malah Bertumbangan

KABARBURSA.COM - Harga emas dunia kembali mengalami kenaikan pada Kamis, 6 Februari 2025 dini hari WIB. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya permintaan investor terhadap aset safe haven di tengah ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Adapun emas spot tercatat menguat 0,8 persen menjadi USD2.865,61 per ons pada pukul 01.59 WIB, setelah sebelumnya menyentuh rekor tertinggi USD2.882,16 dalam sesi perdagangan awal. Sementara itu, kontrak emas berjangka di Amerika Serikat juga mengalami kenaikan sebesar 0,6 persen, ditutup pada USD2.893 per ons.

Meski mengalami kenaikan, sejumlah sajam emas di dalam negeri justru bertumbangan pada sesi I perdagangan Bursa Efek Indonesia, Kamis, 6 Februari 2025.

Merujuk data perdagangan Stockbit, saham-saham yang berada di zona merah di antaranya ANTM (-3,45 persen) di harga 1400, MDKA (-1,36 persen) harga 1.455, AMMN (-0,34 persen) dengan harga 7.225, dan ARCI (-4,32 persen) di harga 266.

Khusus untuk MDKA dan AMMN, mereka memang tengah dalam kinerja yang kurang baik dalam satu pekan terakhir. Dalam periode ini, MDKA mencatat performa -7,91 persen, sedangkan AMMN -9,40 persen.

Sementara ANTM dan ARCI menunjukkan kinerja positif dalam satu pekan terakhir. ANTM menorehkan performa 0,36 persen, sedangkan ARCI mencatat performa luar biasa sebesar 4,72 persen.

Adapun saham yang menunjukkan kenaikan pada sesi I hari ini adalah PSAB dengan 1,45 persen di harga 280. Saham ini memang sedang dalam tren gemilang dengan performa 29,63 persen dalam satu pekan terakhir.

Peter Grant, Vice President di Zaner Metals, ketidakpastian yang terus menyelimuti perdagangan global, terutama akibat kebijakan tarif antara AS dan Tiongkok, telah membuat pasar tetap waspada. Investor memilih emas sebagai aset perlindungan di tengah ketidakpastian ini, sehingga arus modal ke logam mulia tetap tinggi.

Ketegangan semakin meningkat setelah Tiongkok membalas kebijakan tarif baru dari Washington dengan menerapkan bea masuk tambahan pada berbagai produk asal AS. Presiden Donald Trump pun menegaskan bahwa dirinya tidak melihat urgensi untuk berdialog dengan Presiden Xi Jinping guna meredakan ketegangan.

Di luar isu perang dagang, sektor logistik AS juga mengalami gangguan akibat ketegangan dengan Tiongkok. Layanan pos AS (U.S. Postal Service) sempat menangguhkan pengiriman surat dan paket dari Tiongkok dan Hong Kong sebelum akhirnya kembali menerima pengiriman pada Rabu.

Dari sisi kebijakan moneter, tiga pejabat tinggi Federal Reserve memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump dapat memicu inflasi yang lebih tinggi. Salah satu pejabat bahkan mengisyaratkan bahwa ketidakpastian terhadap prospek harga berpotensi memperlambat laju pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

Sementara itu, laporan ADP National Employment menunjukkan bahwa ekonomi AS berhasil menambah 183.000 pekerjaan di sektor swasta bulan lalu, jauh melampaui estimasi para ekonom yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan sebesar 150.000 pekerjaan.

Perkembangan data ketenagakerjaan ini menjadi salah satu faktor yang diawasi ketat oleh pelaku pasar karena dapat memberikan petunjuk terhadap arah kebijakan moneter The Fed. Investor kini menanti laporan payrolls AS yang akan dirilis pada Jumat untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut mengenai kemungkinan perubahan suku bunga ke depan.

Selain emas, sejumlah logam mulia lainnya juga mengalami kenaikan. Harga perak spot naik 0,8 persen menjadi USD32,36 per ons, platinum melonjak 1,8 persen menjadi USD980,95, sementara paladium mencatat kenaikan tipis sebesar 0,3 persen ke USD990,75 per ons.

Meski emas kerap dianggap sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi, kenaikan suku bunga dapat mengurangi daya tariknya karena logam mulia ini tidak menghasilkan bunga. Oleh karena itu, perkembangan kebijakan The Fed serta dinamika geopolitik global akan terus menjadi faktor utama yang menentukan arah pergerakan harga emas dalam beberapa waktu mendatang.

Harga Emas Tembus Rekor

Harga emas dunia kembali mencetak rekor tertinggi pada Rabu, 5 Februari 2025 dini hari WIB. Hal ini didorong oleh aksi investor yang buru-buru masuk ke aset safe-haven setelah China membalas kebijakan tarif AS dengan bea masuk baru.

Berdasarkan data Reuters yang dikutip di Jakarta, Rabu, emas spot naik 1,1 persen ke USD2.844,56 per ounce (sekitar Rp45,51 juta) pada pukul 01:40 p.m. ET (18:40 GMT), setelah sempat menyentuh rekor USD2.845,14 (sekitar Rp45,52 juta) di sesi perdagangan sebelumnya. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS ditutup naik 0,7 persen di level USD2.875,80 per ounce (sekitar Rp46,01 juta).

Menurut analis senior di RJO Futures, Bob Haberkorn, sentimen utama yang mendorong kenaikan emas bukan dari data ekonomi, melainkan drama tarif yang kembali memanas. “Berita tarif ini keluar tiba-tiba, dan saya rasa saat ini ini lebih berpengaruh dibanding faktor lainnya,” ujarnya.

Faktor lain yang ikut mengangkat emas adalah pelemahan dolar AS yang turun 0,9 persen. Ini membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lain.

Emas Bisa Sentuh USD3.000 Tahun ini?

Secara historis, emas selalu jadi lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian geopolitik. Tapi, kalau suku bunga naik, daya tarik emas bisa turun karena gak memberikan imbal hasil.

Tapi Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals, melihat tren yang berbeda kali ini. Ia menilai kebijakan perdagangan Trump yang bikin pasar makin gak stabil, ditambah dengan bank sentral global yang mulai membeli lebih banyak emas sebagai diversifikasi dari dolar AS, bisa bikin harga emas menembus USD3.000 per ounce (sekitar Rp48 juta) sebelum akhir tahun ini.

Proyeksi Saham ANTM, Ada Sentimen Positif 

Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) diprediksi akan bergerak positif imbas beberapa sentimen dari dalam dan luar negeri.

Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy, menjelaskan saham ANTM bakal menerima angin segar setelah pemerintah berencana mengurangi kuota produksi bijih nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun 2025.

“Jika pengurangan kuota tersebut direalisasikan pada tahun ini, maka akan menjadi katalis positif bagi ANTM sebagai emiten produsen Ferronickel dan bijih nikel,” kata Abdul saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 20 Januaril 2025.

Abdul juga menyebut, saat ini harga emas sedang rally karena kekhawatiran para investor terhadap kebijakan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang membuka potensi terjadinya perang dagang antara AS dan China.

Jika harga emas melonjak, naik terus-menerus, kata dia, tentunya menjadi katalis positif bagi ANTM selaku emiten yang menjadi market leader di industri emas Indonesia.

“Sehingga, untuk awal tahun 2025, ANTM masih menarik dari segi proyeksi harga komoditas sebagai sentimen pendukung kenaikan saham ANTM,” ujar Abdul.

Namun begitu, Abdul juga membeberkan beberapa risiko yang harus dicermati para investor. Pertama, adalah fluktuasi harga komoditas, terutama emas dan nikel.

Dia bilang, meskipun harga emas diproyeksikan tetap solid, volatilitas di pasar global dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan.

“Sementara itu, perubahan harga nikel di pasar internasional juga menjadi faktor risiko yang signifikan,” ucap Abdul.

Risiko kedua, menurut Abdul, adalah kebijakan pemerintah, terutama terkait regulasi ekspor dan produksi mineral yang dapat berdampak pada operasi dan profitabilitas perusahaan.(*)

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.