Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Melihat Tantangan Penerapan Pertanian Sawit yang Ramah Lingkungan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 05 February 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
Melihat Tantangan Penerapan Pertanian Sawit yang Ramah Lingkungan

KABARBURSA.COM - Menerapkan pertanian kelapa sawit yang ramah lingkungan ternyata memiliki sejumlah tantangan. Namun, rintangan ini bisa diselesaikan melalui teknologi canggih.

Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk atau SMART (SMAR) Agus Purnomo, membeberkan tantangan utama dalam penerapan kelapa sawit ramah lingkungan ialah proses penelitian yang membutuhkan waktu lama.

"Kalau kita mau melakukan penelitian itu normalnya puluhan tahun sebelum kemudian buktinya bisa lengkap," kata Agus dalam acara media briefing bertema 'Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit' di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025.

Kemudian tantangan yang lain ialah bukti yang sudah dipaparkan melalui penelitian tidak bisa diamati dan dirasakan kebanyakan orang. Dia menuturkan masyarakat memang perlu diberikan banyak contoh jika bukti dari hasil penelitian benar-benar ada.

"Yang paling gampang dari tantangan tersebut adalah pembuktian, misalkan produktivitas  meningkat,  buahnya tambah banyak dan besar. Maka buktinya menjadi kasat mata," ungkap dia.

Akan tetapi Agus mengatakan semua tantangan yang dimaksud bisa diatasi berkat kehadiran teknologi canggih. Dia menuturkan keberadaan teknologi membuat penelitian dalam penerapan pertanian kelapa sawit ramah lingkungan bisa berjalan cepat.

"Dengan teknologi serta artificial intelligence, proses yang puluhan tahun tersebut bisa dipercepat. Ada metode-metode yang bisa dipakai," jelasnya.

Lebih jauh Agus menjelaskan jika International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) terus memantau keberlangsungan industri kelapa sawit ramah lingkungan di Indonesia.

Perlu diketahui, ICOPE adalah konferensi ilmiah yang membahas isu terkait lingkungan yang berhubungan dengan kelapa sawit.  Dalam menjalankan tugasnya, kata Agus, ICOPE akan memberikan rekomendasi kepada para peneliti.

"Ketika para peneliti membawakan informasi mengenai praktek, mereka (ICOPE)  melakukan evaluasi, mereka melakukan monitoring," ungkapnya.

[caption id="attachment_118025" align="aligncenter" width="1600"] media briefing bertema 'Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit' di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025. Foto: Kabar Bursa/Hutama Prayoga[/caption]

Harga Referensi CPO pada Februari Turun 

Sebelumnya diberitakan, Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), periode Februari 2025 adalah sebesar USD955,44 per metrik ton (MT).

Nilai ini turun sebesar USD104,10 atau 9,82 persen dari HR CPO periode 1-31 Januari 2025yang tercatat sebesar USD1.059,54/MT.

Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 123Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS periode Februari 2025.

Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, BK CPO periode Februari 2025 merujuk pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 124/MT.

Sementara itu, PECPO periode Februari 2025 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT.

“Saat ini, HRCPO turun mendekati ambang batas sebesarUSD680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BKCPO sebesar USD124/MT dan PECPO sebesar 7,5 persen dari HRCPO Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT untuk periode Februari 2025,” tutur Isy.

Sumber harga untuk penetapan HR CPO dimaksud diperoleh dari rata-rata harga selama periode25 Desember—24 Januari 2024 pada bursa CPO di Indonesia sebesar USD867,83/MT, bursa CPO di Malaysia sebesar USD1.043,05/MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar USD1.253,90/MT.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.

Oleh karena itu, harga referensi bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD955,44/MT.

Selain itu, minyak goreng (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat bersih ≤25 kg dikenakan BK USD31/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Kepmendag Nomor 124 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤25 Kg.

Penurunan HR CPO tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu penurunan permintaan terutama dari India dan penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan rapeseed.

Kinerja Emiten Terganggu 

Emiten crude palm oil atau CPO dinilai terdampak akibat penurunan harga refrensi (HR) CPO periode Februari 2025. Kondisi ini bisa menyebabkan kinerja emiten di sektor ini terganggu.

Analis Stocknow.id, Abdul Haq Alfaruqy mengatakan pendapatan emiten CPO berpotensi terpengaruh pasca menurunnya HR CPO.

“Khususnya pada pendapatan dari penjualan CPO yang mematok harga berdasarkan fluktuasi harga CPO,” ujar Abdul kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Jika ditarik ke belakang tepatnya pada 2022,  Abdul menerangkan harga CPO sempat menyentuh level tertingginya pada USD1.864/MT, hal ini menyebabkan lonjakan kinerja emiten CPO pada tahun buku 2022. Sehingga jika harga CPO tertekan turun, kemungkinan besar dapat mengakibatkan pendapatan emiten CPO terancam.

Abdul kembali mengulas kondisi tahun 2022 saat pemerintah melarang ekspor CPO karena tingginya harga minyak goreng. Menurutnya kondisi saat itu direspon negatif oleh para investor.

“Walaupun harga CPO mengalami lonjakan karena Supply yang berkurang,” kata dia.

Di sisi lain, Abdul menjelaskan terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk mendorong kenaikan harga CPO.

Salah satu cara yang perlu dijalani ialah perencanaan dalam meningkatkan mandat biodiesel dari campuran 30 persen (B30) menjadi 40 persen (B40) pada tahun 2025.

“Langkah ini diperkirakan akan menyerap tambahan 1,2 hingga 1,7 juta metrik ton CPO, sehingga mengurangi pasokan untuk ekspor dan berpotensi mendukung kenaikan harga,” jelasnya.

Selain itu, diharapkan permintaan dari China dan India tetap terjaga, mengingat kedua negara tersebut adalah konsumen utama CPO yang sangat mempengaruhi harga.

“Meskipun ada kekhawatiran mengenai penurunan permintaan akibat pelemahan mata uang mereka, peningkatan aktivitas ekonomi pasca-pandemi dapat mendorong permintaan CPO,” pungkas Abdul.(*)