Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rekomendasi Saham CPO di Tengah Penurunan Harga Referensi

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 04 February 2025 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
Rekomendasi Saham CPO di Tengah Penurunan Harga Referensi

KABARBURSA.COM - Emiten crude palm oil atau CPO dinilai terdampak dengan menurunnya harga referensi (HR) CPO periode Februari 2025. Namun, analis memandang saham sektor ini masih menarik untuk dikoleksi.

Analis Stocknow.id Abdul Haq Alfaruqy, menyarankan agar para investor untuk cermat memperhatikan pergerakan saham CPO yang dipengaruhi oleh pergerakan minyak sawit yang tengah di fase downtrend.

"CPO yang sedang dalam fase downtrend, hal ini tercermin oleh pergerakan harga saham CPO dalam tiga bulan terakhir," kata Abdul kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Fase downtrend ini dapat dilihat dari menurunnya sejumlah saham dalam tiga bulan terakhir. Seperti TAPG (Triputra Agro Persada Tbk) yang turun -7,3 persen. Lalu ada saham LSIP (PP London Sumatera Indonesia Tbk) yang juga ikut turun sebesar -8,4 persen, hingga AALI (Astra Agro Lestari Tbk) juga terjun hingga -13,6 persen.

Dengan berkaca dari catatan tersebut, dia memandang korelasi pergerakan harga CPO dengan saham CPO sangat berkaitan dan sejalan.

"Tentunya, ini harus menjadi kewaspadaan bagi para investor terhadap pergerakan harga CPO ke depannya," jelas dia.

Adapun Abdul menyatakan pihaknya memiliki dua rekomendasi saham CPO yaitu PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG). Rinciannya sebagai berikut:

  • LSIP (Buy on Weakness)

    • Rekomendasi beli di harga Rp1.000
    • Target profit (TP) di kisaran Rp1.045 – Rp1.080
    • Stop loss (SL) di Rp950 untuk membatasi risiko

  • TAPG (Buy on Weakness)

    • Rekomendasi beli di harga Rp720
    • Target profit (TP) di kisaran Rp760 – Rp790
    • Stop loss (SL) di Rp690 untuk mengantisipasi penurunan lebih lanjut

Di sisi lain, Abdul menyampaikan jika pendapatan emiten di sektor ini berpotensi terpengaruh pasca menurunnya HR CPO. Khususnya, pada pendapatan dari penjualan CPO yang mematok harga berdasarkan fluktuasi harga CPO.

Jika ditarik ke belakang, tepatnya pada 2022,  Abdul menerangkan bahwa harga CPO sempat menyentuh level tertingginya pada USD1.864/MT. Hal ini menyebabkan lonjakan kinerja emiten CPO pada tahun buku 2022, sehingga jika harga CPO tertekan turun, kemungkinan besar dapat mengakibatkan pendapatan emiten CPO terancam.

Abdul kembali mengulas kondisi tahun 2022 saat pemerintah melarang ekspor CPO karena tingginya harga minyak goreng. Menurutnya ,kondisi saat itu direspon negatif oleh para investor.

“Walaupun harga CPO mengalami lonjakan karena supply yang berkurang,” demikian dia.

Harga Referensi CPO

Abdul juga menjelaskan, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk mendorong kenaikan harga CPO. Salah satu cara yang perlu dijalani ialah perencanaan dalam meningkatkan mandat biodiesel dari campuran 30 persen (B30) menjadi 40 persen (B40) pada tahun 2025.

“Langkah ini diperkirakan akan menyerap tambahan 1,2 hingga 1,7 juta metrik ton CPO, sehingga mengurangi pasokan untuk ekspor dan berpotensi mendukung kenaikan harga,” jelasnya.

Selain itu, diharapkan permintaan dari China dan India tetap terjaga, mengingat kedua negara tersebut adalah konsumen utama CPO yang sangat mempengaruhi harga.

“Meskipun ada kekhawatiran mengenai penurunan permintaan akibat pelemahan mata uang mereka, peningkatan aktivitas ekonomi pasca-pandemi dapat mendorong permintaan CPO,” pungkas Abdul.

Sebelumnya diberitakan, HR komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDP-KS), atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE), periode Februari 2025 adalah sebesar USD955,44 per metrik ton (MT).

Nilai ini turun sebesar USD104,10 atau 9,82 persen dari HR CPO periode 1-31 Januari 2025yang tercatat sebesar USD1.059,54/MT.

Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 123Tahun 2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS periode Februari 2025.

Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, BK CPO periode Februari 2025 merujuk pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD 124/MT.

Sementara itu, PECPO periode Februari 2025 merujuk pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT.

“Saat ini, HRCPO turun mendekati ambang batas sebesarUSD680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BKCPO sebesar USD124/MT dan PECPO sebesar 7,5 persen dari HRCPO Februari 2025, yaitu sebesar USD71,6581/MT untuk periode Februari 2025,” tutur Isy.

Sumber harga untuk penetapan HR CPO dimaksud diperoleh dari rata-rata harga selama periode25 Desember—24 Januari 2024 pada bursa CPO di Indonesia sebesar USD867,83/MT, bursa CPO di Malaysia sebesar USD1.043,05/MT, dan pasar lelang CPO Rotterdam sebesar USD1.253,90/MT.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median.

Oleh karena itu, harga referensi bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar USD955,44/MT.

Selain itu, minyak goreng (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat bersih ≤25 kg dikenakan BK USD31/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Kepmendag Nomor 124 Tahun 2025 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤25 Kg.

Penurunan HR CPO tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu penurunan permintaan terutama dari India dan penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan rapeseed.(*)

Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak, membeli, atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisa saham berasal dari analisis atau sekuritas yang bersangkutan, dan Kabarbursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian investasi yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.