KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan pemerintah akan menggelar rapat untuk membahas perubahan kebijakan perihal penjualan gas LPG 3 kilogram. Rapat tersebut akan membahas secara teknis mekanisme pengalihan pengecer gas melon menjadi sub-pangkalan.
Ia mengatakan keputusan mengenai hal ini akan diambil dalam rapat yang digelar pada Senin malam, 3 Februari 2025. “Malam ini saya rapat, saya putuskan,” ujarnya usai menghadiri rapat dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Bahlil menjelaskan dalam skema baru ini, pangkalan akan menjual gas langsung kepada pengecer yang telah ditetapkan sebagai subpangkalan. Dengan cara ini, masyarakat tetap dapat membeli LPG 3 kilogram dari pengecer, tetapi dengan sistem distribusi yang lebih terkontrol.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, perubahan ini bertujuan untuk menjaga agar harga gas melon tetap sesuai dengan ketentuan subsidi pemerintah. Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan LPG 3 kilogram dapat disalurkan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Bahlil menjelaskan tujuan utama dari penataan distribusi LPG 3 kg adalah memastikan agar subsidi benar-benar tepat sasaran. Anggaran subsidi LPG saat ini mencapai Rp78 triliun per tahun. Secara stok, kata Bahlil, ketersediaan elpiji tidak mengalami kendala.
Menurutnya, selama ini harga gas melon masih terjaga dengan baik di tingkat agen hingga pangkalan karena subsidi yang diberikan pemerintah mencapai Rp12 ribu per kilogram. Dengan asumsi satu tabung berisi tiga kilogram, maka setiap tabung LPG 3 kg mendapatkan subsidi sebesar Rp36 ribu dari negara.
DPR bakal Panggil Pertamina
[caption id="attachment_51156" align="alignnone" width="600"] Gas elpiji ukuran 3 kg. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)[/caption]
Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, sebelumnya menyoroti kelangkaan gas LPG 3 kilogram atau gas melon yang terjadi di berbagai daerah sejak aturan baru mulai diberlakukan pada 1 Februari 2025. Menurutnya, kelangkaan ini bukan disebabkan oleh terbatasnya pasokan gas, melainkan akibat kebijakan baru yang membatasi penyaluran gas subsidi hanya sampai di tingkat pangkalan.
“Gas LPG 3 kilo itu adalah barang bersubsidi yang harus disalurkan tepat sasaran dengan harga yang sesuai dan tepat pada penerima manfaat,” ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Febuari 2025.
Herman menegaskan gas melon merupakan barang milik negara yang seharusnya didistribusikan dengan sistem yang lebih tertutup guna mencegah penyalahgunaan. Namun, kebijakan yang mulai berlaku pada 1 Februari—yang membatasi penyaluran gas subsidi hanya sampai di tingkat pangkalan—dinilainya justru memunculkan persoalan baru.
Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan tersebut mengingat pangkalan hanya memiliki satu titik distribusi yang belum tentu dapat menjangkau masyarakat di desa atau kampung. “Jika tidak, tentu ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan masyarakat untuk membeli ke pangkalan,” katanya.
Selain itu, ia juga mengkritik larangan penjualan gas LPG di warung-warung atau toko-toko yang sebelumnya menjadi titik distribusi subsidi. Larangan ini, menurutnya, justru membuat penyaluran gas menjadi terbatas, bahkan menyebabkan kelangkaan di tingkat pengecer.
Herman menilai, masalah utama bukanlah penyaluran yang dilakukan melalui warung, tetapi pelanggaran terhadap harga eceran tertinggi (HET). “Jika harga di pengecer sudah naik menjadi Rp25.000 per tabung, sementara HET-nya Rp18.000, jelas ini melanggar,” tegasnya.
Herman memastikan Komisi VI DPR RI akan memanggil Pertamina guna meminta klarifikasi terkait kelangkaan gas LPG 3 kilogram yang terjadi di berbagai daerah. Menurutnya, usulan pemanggilan tersebut akan dibahas terlebih dahulu di tingkat komisi, mengingat isu ini sudah masuk dalam agenda rapat. Persoalan ini, kata Herman, akan menjadi salah satu poin pembahasan utama dalam pertemuan mendatang.
Herman menilai kelangkaan gas tidak hanya berkaitan dengan distribusi, tetapi juga dengan sistem penyaluran yang belum sepenuhnya tertata sesuai aturan. Ia mengatakan yang perlu diperbaiki bukan sekadar desentralisasi distribusi, tetapi juga memastikan alur penyaluran dari pangkalan hingga ke warung-warung dan rumah warga berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Menjelang bulan Ramadan, ia juga mengingatkan pemerintah agar memastikan pasokan gas LPG tetap tersedia. Menurutnya, jangan sampai masyarakat kesulitan mendapatkan gas saat sahur atau berbuka puasa, apalagi jika harus menempuh jarak jauh ke pangkalan hanya untuk mendapatkannya.
Menanggapi antrean panjang di sejumlah pusat distribusi, Herman menilai kebijakan pemerintah untuk menyalurkan gas langsung ke warung-warung sebagai langkah yang tepat. “Saya rasa kebijakan ini sudah benar. Asas ketersediaan dan keterjangkauan harus diterapkan. Barangnya harus tersedia dan mudah dijangkau oleh masyarakat dengan harga yang sesuai HET,” katanya.(*)