KABARBURSA.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, resmi menerapkan tarif impor baru kepada tiga negara yakni Kanada, Meksiko, dan China. Keputusan ini diumumkan pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Adapun pajak terbaru yang dikenakan sebesar 25 persen untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko, serta 10 persen untuk barang dari China. Kabarnya, kebijakan ini mulai berlaku pada Selasa, 4 Februari 2025.
Head of Research and Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menjelaskan, penerapan tarif baru Trump tersebut bisa membuat prospek ekonomi dan pasar untuk ke depan penuh dengan ketidakpastian.
"Beberapa risiko terbesar, jika perang dagang mengalami eskalasi atau dengan kata lain negara-negara mitra dagang AS melakukan tindakan balasan," ujar dia dalam keterangannya, Senin, 3 Februari 2025.
Rully memandang, risiko yang berpotensi datang ialah pelemahan pertumbuhan ekonomi, kenaikan inflasi, dan akan terus terjadinya kecenderungan flight to safety ke aset-aset yang dianggap aman seperti dolar dan emas.
Dia melanjutkan, kondisi ini juga kemungkinan besar akan membuat tekanan pada perdagangan pasar saham di hari pertama pekan ini.
"Tekanan terhadap rupiah juga kemungkinan akan meningkat dan BI (Bank Indonesia) akan terus melakukan kebijakan stabilisasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Meksiko langsung memerintahkan penerapan tarif balasan, sementara Perdana Menteri Kanada menyatakan negara tersebut akan memberlakukan tarif setara sebesar 25 persen untuk barang-barang impor dari AS yang mencapai nilai hingga USD155 miliar (Rp2.480 triliun dengan kurs Rp16.000).
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China menegaskan pemerintah mereka menolak langkah ini dan akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk mempertahankan hak dan kepentingan sahnya. Kementerian Perdagangan China juga berencana mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) perihal praktik salah yang dilakukan oleh AS.
Dilansir dari AP di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025, sebuah lembaga di Universitas Yale, Budget Lab, memperkirakan tarif yang diterapkan Trump akan mengurangi daya beli rata-rata rumah tangga Amerika sebesar USD1.000 hingga USD1.200 (Rp16 juta hingga Rp19,2 juta) per tahun.
Kepala ekonom di firma pajak dan konsultasi EY, Gregory Daco, menghitung tarif ini akan meningkatkan inflasi yang pada bulan Desember lalu berada di angka 2,9 persen per tahun, menjadi sebesar 0,4 poin persentase tahun ini. Daco juga memproyeksikan ekonomi AS, yang tumbuh 2,8 persen tahun lalu, akan mengalami penurunan sebesar 1,5 persen tahun ini dan 2,1 persen pada tahun 2026. Ini akibat biaya impor yang lebih tinggi yang mengurangi pengeluaran konsumen dan investasi bisnis.
Di Santa Cruz, California, kedai es krim Penny Ice Creamery terpaksa menaikkan harga es krimnya, termasuk rasa-rasa favorit seperti “strawberry pink peppercorn” dan “chocolate caramel sea salt,” berulang kali dalam beberapa tahun terakhir akibat lonjakan inflasi yang meningkatkan biaya bahan baku.
“Saya merasa buruk harus terus menaikkan harga,” ungkap co-owner Zach Davis. “Kami berharap inflasi bisa turun, ekonomi stabil di tahun 2025. Sekarang dengan adanya tarif ini, kami mungkin harus kembali ke situasi yang sama.”
Davis menambahkan, tarif baru ini berpotensi meningkatkan biaya untuk peralatan yang sebagian besar dibuat di China, seperti lemari es, freezer, dan blender. Barang-barang ini dibutuhkan jika Penny Ice Creamery melanjutkan rencana untuk menambah enam gerainya. Dia masih ingat betul bagaimana perusahaan harus menanggung biaya tambahan ketika Trump memberlakukan tarif besar-besaran pada China di masa jabatannya yang pertama.
Tarif baru ini juga akan menaikkan harga untuk salah satu favorit pelanggan — taburan (sprinkles) — yang diimpor Penny Ice Creamery dari sebuah perusahaan di Whitby, Ontario. Menambahkan pajak impor sebesar 25 persen pada barang sekecil itu bisa sangat merugikan bisnis kecil seperti miliknya.
“Margin kami sangat tipis,” katanya. “Kemampuan untuk menawarkan tambahan itu mungkin hanya bisa menghasilkan tambahan 10 sen keuntungan per scoop. Jika tarif menghapus itu, bisa jadi perbedaan antara meraih keuntungan atau hanya bertahan, bahkan bisa merugi di akhir tahun.”
Pengenaan tarif impor baru sebesar 10 persen terhadap produk China yang digagas Trump bisa berdampak kepada emiten sektor komoditas di Indonesia.
Head of Research Retail MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menjelaskan, kebijakan tersebut memberikan efek pada pasar keuangan global. Kondisi ini terjadi dikarenakan harga barang dan jasa berpotensi mengalami kenaikan.
Menurut dia, Indonesia tak luput dari dampak negatif kebijakan impor tersebut. Pasalnya, China merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.
“Dengan adanya tarif impor yang naik, secara langsung mempengaruhi ekspor Indonesia ke China. Karena ekspor China ke Amerika Serikat ada tarif yang cukup tinggi, berarti akan menurunkan permintaan dari China,” kata Herditya acara webinar Kabarbursa.com dengan tema “Peluang Saham di Era Trump 2.0”, pada Jumat, 24 Januari.
Dia membeberkan, sektor komoditas di Indonesia berpotensi besar terdampak kebijakan baru Trump. Hal ini terjadi karena ekspor batu bara China ke Indonesia terbilang cukup besar.
“Nah ini akan mempengaruhi sektor komoditas di Indonesia. Dan nanti akan mempengaruhi emiten-emiten komoditas secara kinerja ke depannya seperti apa,” terangnya.
Di sisi lain, Herditya menilai kebijakan yang dicanangkan Trump itu bertujuan untuk melindungi kebijakan domestik di Negeri Paman Sam. Tak hanya itu, menurut dia, tujuan lainnya adalah guna menarik kembali dana-dana yang tersebar di luar untuk kembali ke Amerika Serikat.
“Sehingga nanti diharapkan akan menumbuhkan kembali perekonomian di Amerika Serikat” pungkasnya.(*)