KABARBURSA.COM - Usai menutup layanan marketplace fisik pada 7 Januari 2025, PT Bukalapak.com atau BUKA harus terdepak dari sejumlah indeks di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan evaluasi pada Januari 2025, saham BUKA tercatat keluar dari tiga indeks acuan, yaitu LQ45 dan IDX80 untuk periode 3 Februari 2025 hingga 30 April 2025. Satu lagi, indeks Kompas100 untuk periode 3 Februari 2025 hingga 31 Juli 2025.
BEI secara rutin kembali melakukan evaluasi mayor terhadap indeks saham LQ45, yang dikenal sebagai indeks saham berisi 45 emiten dengan likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar. Evaluasi ini dilakukan secara berkala untuk memastikan indeks tetap mencerminkan pergerakan saham-saham unggulan di pasar modal Indonesia.
Pada periode terbaru yang berlaku mulai 3 Februari hingga 30 April 2025, terjadi sejumlah perubahan dalam komposisi indeks yang menarik perhatian para investor.
Dalam rebalancing kali ini, tiga saham baru masuk ke dalam daftar LQ45, yakni PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA). Masuknya ketiga saham ini mencerminkan performa fundamental dan likuiditas yang semakin baik dalam beberapa waktu terakhir.
Ciputra Development, misalnya, merupakan perusahaan properti yang terus mencatatkan pertumbuhan bisnis di tengah dinamika industri real estate. Japfa Comfeed, yang bergerak di sektor agribisnis, memiliki posisi kuat di industri pakan ternak dan produk olahan, sementara MAP Aktif Adiperkasa semakin memperkuat dominasinya di sektor ritel olahraga dan gaya hidup.
Sebagai konsekuensi dari evaluasi ini, tiga saham yang sebelumnya masuk dalam indeks LQ45 kini harus tersingkir. PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) tidak lagi masuk dalam perhitungan indeks.
Dikeluarkannya Bukalapak dari LQ45 bisa menjadi refleksi dari tantangan yang dihadapi sektor e-commerce dalam mempertahankan profitabilitas di tengah persaingan ketat. Sementara itu, Indocement dan Dayamitra Telekomunikasi menghadapi berbagai faktor yang mungkin memengaruhi kinerja saham mereka, termasuk kondisi industri dan strategi bisnis masing-masing perusahaan.
Dengan adanya perombakan ini, komposisi indeks LQ45 untuk periode Februari hingga April 2025 terdiri dari saham-saham berikut: ACES, ADMR, ADRO, AKRA, AMMN, AMRT, ANTM, ARTO, ASII, BBCA, BBNI, BBRI, BBTN, BMRI, BRIS, BRPT, CPIN, CTRA, ESSA, EXCL, GOTO, ICBP, INCO, INDF, INKP, ISAT, ITMG, JPFA, JSMR, KLBF, MAPA, MAPI, MBMA, MDKA, MEDC, PGAS, PGEO, PTBA, SIDO, SMGR, SMRA, TLKM, TOWR, UNTR, dan UNVR.
Lalu, apakabar saham BUKA?
Hingga penutupan perdagangan bursa pada Jumat, 31 Januari 2025, saham buka tercatat naik sebesar 0,85 persen atau setara dengan satu poin, dan menempatkannya di level Rp118.
Saham BUKA dibuka pada level 118 sebelum sempat menyentuh titik tertinggi di 120. Namun, tekanan jual juga tampak membayangi pergerakan harga, dengan level terendah tercatat di 117. Fluktuasi ini menunjukkan adanya tarik menarik antara optimisme investor terhadap kinerja perusahaan dan kekhawatiran terkait tantangan yang dihadapi sektor e-commerce.
Dengan kapitalisasi pasar yang mencapai Rp12,17 triliun, Bukalapak tetap menjadi salah satu pemain besar di industri teknologi Indonesia, meskipun persaingan yang semakin ketat dari platform e-commerce lain terus menjadi tantangan utama. Volatilitas harga saham yang terjadi dalam perdagangan hari ini bisa menjadi cerminan dari spekulasi pasar menjelang periode evaluasi indeks dan dinamika bisnis yang terus berkembang.
PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) saat ini menghadapi tantangan hukum terkait sengketa penyewaan gedung One Belpark yang dimiliki oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas). Dalam gugatan yang diajukan oleh Harmas ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 10 Januari 2025, Bukalapak disebut memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp107,42 miliar akibat batalnya perjanjian penyewaan 12 lantai gedung tersebut.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Perusahaan Bukalapak Cut Fika Lutfi, menegaskan bahwa operasional perusahaan tetap berjalan normal dan proses hukum masih berlangsung. Menurutnya, permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Harmas tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan Bukalapak telah mengambil langkah hukum lebih lanjut dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Di tengah dinamika hukum yang dihadapi, Bukalapak tetap fokus pada strategi bisnis jangka panjangnya. Perusahaan mengambil langkah signifikan dengan menutup bisnis penjualan fisik di marketplace mereka mulai Februari 2025. Langkah ini menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam membedakan diri dari kompetitor dan mengoptimalkan model bisnis yang lebih berkelanjutan.
Direktur Bukalapak Victor Putra Lesmana, menjelaskan bahwa pendekatan ini didasarkan pada pemahaman bahwa konsumen Indonesia memiliki tingkat adopsi digital yang beragam. Sebagian telah sepenuhnya melek teknologi, sementara sebagian lainnya masih dalam tahap transisi menuju ekosistem digital.
Dengan mempertimbangkan karakteristik pasar yang beragam, Bukalapak memilih untuk mengembangkan layanan berbasis platform digital yang lebih spesifik, seperti produk virtual dan layanan keuangan. Melalui aplikasi Bukalapak, perusahaan kini lebih fokus pada layanan yang memberikan nilai tambah dibandingkan hanya sekadar menjual produk fisik.
Victor mengungkapkan bahwa strategi ini telah menunjukkan hasil yang positif, dengan pertumbuhan bisnis yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Keputusan untuk mengalihkan fokus ke layanan digital mencerminkan upaya Bukalapak dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tren pasar dan meningkatkan profitabilitas. Berbeda dari strategi kompetitor yang masih bergantung pada model marketplace konvensional, Bukalapak melihat peluang lebih besar dalam ekosistem digital berbasis layanan.
Dengan inovasi yang terus dikembangkan, perusahaan berharap dapat mempertahankan daya saingnya di industri teknologi sekaligus memperkuat posisinya di pasar digital Indonesia.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.