KABARBURSA.COM - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI telah menyiapkan dana sebesar Rp 605 miliar untuk melunasi obligasi yang akan jatuh tempo. Obligasi yang dimaksud adalah Obligasi Berkelanjutan II Bank BRI Tahap IV Tahun 2018 Seri B, yang akan jatuh tempo pada 21 Februari 2025.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi, dalam keterbukaan informasi yang disampaikan Jumat, 31 Januari 2025, mengungkapkan bahwa dana tersebut saat ini ditempatkan dalam High Quality Liquid Asset (HQLA) perseroan. Ia menegaskan bahwa persiapan pelunasan obligasi ini tidak akan berdampak negatif terhadap likuiditas maupun kelangsungan bisnis perusahaan.
Kondisi keuangan BRI saat ini tergolong sehat dan stabil. Hingga September 2024, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI tercatat di angka 89,18 persen, yang mencerminkan likuiditas yang cukup memadai untuk mendukung kegiatan operasional serta kewajiban keuangan perusahaan.
Dengan strategi manajemen keuangan yang solid, BRI menunjukkan komitmennya dalam menjaga kepercayaan investor dan memastikan keberlanjutan bisnis di masa depan.
Usai Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan, kinerja BBRI terus menjadi perhatian. Di pasar bursa, pergerakan saham BBRI dinilai selalu menjadi pemberat gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Equity Research Analyst NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi, keputusan BI ini memberikan harapan terhadap aliran dana asing (foreign flow) di pasar modal.
“BI Rate yang diturunkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin nampak membawa secercah harapan karena memicu kembalinya foreign flow,” jelas Leonardo katanya kepada Kabarbursa.com, dikutip Minggu, 19 Januari 2025.
Menurutnya, salah satu hambatan besar bagi IHSG saat ini adalah kinerja BRI. jika dilihat, institusi asing tampaknya kurang percaya dengan kinerja BRI.
Ia menilai, kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama pada segmen kredit mikro dan usaha kecil. Sementara NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor tersebut, kata dia, juga cukup membengkak.
“Kalau kita lihat, institusi asing sepertinya kurang percaya dengan kinerja BRI. Kualitas aset BRI cenderung menurun, terutama di segmen kredit mikro dan usaha kecil. NPL (non-performing loan) atau kredit macet di kedua sektor itu memang cukup membengkak,” ujarnya.
Leonardo menyoroti bahwa meskipun sektor perbankan secara keseluruhan mendapat dorongan positif dari penurunan suku bunga, kondisi internal BRI tetap menjadi tantangan.
Kredit mikro dan usaha kecil, yang menjadi tulang punggung bisnis BRI, saat ini menghadapi tekanan berat akibat meningkatnya kredit macet. Hal ini membuat investor asing cenderung lebih berhati-hati terhadap saham BRI.
“Saat berbicara soal perbankan, kita tidak bisa lepas dari makro-ekonomi. Kalau kita lihat, kondisi makro eksternal juga cukup signifikan memengaruhi foreign flow dan volatilitas saham perbankan,” tambah Leonardo.
Selain tantangan domestik, Leonardo juga menyoroti pengaruh kondisi global terhadap saham perbankan di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kemenangan Donald Trump dalam pemilu Amerika Serikat membawa euforia ke pasar keuangan di Negeri Paman Sam.
“Tagline Make America Great Again (MAGA) membuat penguatan pasar di AS sangat kuat. Secara sederhana, ini seperti dolar AS ‘pulang kampung’. Isu eksternal seperti ini masih cukup kuat untuk memicu volatilitas pada saham perbankan di dalam negeri,” jelasnya.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI mencatatkan kinerja keuangan yang stabil hingga kuartal ketiga 2024. Catatan ini menunjukkan pengelolaan permodalan, risiko, dan likuiditas yang kuat di tengah dinamika ekonomi global.
Modal inti utama (CET1) BRI tercatat sebesar Rp296,280 triliun pada September 2024, naik dari Rp283,949 triliun pada Desember 2023. Total modal juga mengalami peningkatan dari Rp296,449 triliun menjadi Rp309,197 triliun pada periode yang sama.
“Ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun 2023 yang mencatatkan 139 badan publik,” jelas Donny.
Metode penilaian mencakup self-assessment questionnaire (SAQ) hingga uji publik untuk memastikan dampak kebijakan keterbukaan informasi di masing-masing badan publik.
Andrijanto menambahkan bahwa keberhasilan BRI dalam meraih penghargaan ini tidak terlepas dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik.
“BRI senantiasa menjaga agar kelima prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness menjadi landasan operasional bisnis dan layanan perseroan,” tutupnya.
Dengan menjaga lima prinsip tersebut diharapkan kinerja BBRI akan semakin transparan, independen, dan lebih responsible. Selain itu, akuntabilitas dan fairness BBRI semakin terjaga.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.