KABARBURSA.COM - Wall Street yang sempat menguat pagi harinya harus gigit jari pada penutupan perdagangan Jumat waktu setempat atau Sabtu, 1 Februari 2025, dini hari WIB. Indeks utama Wall Street berjatuhan setelah Gedung Putih mengonfirmasi bahwa Presiden Donald Trump bakal benar-benar memberlakukan tarif dagang yang sudah lama dijanjikan terhadap mitra dagang utama AS.
Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, S&P 500 turun 0,5 persen, sementara Nasdaq tergelincir 0,3 persen. Padahal, keduanya sempat mencatatkan kenaikan solid di awal perdagangan. Ini juga menandai pekan pertama dalam tiga minggu terakhir di mana indeks utama mencatatkan kerugian. Dow Jones Industrial Average lebih parah lagi, merosot 0,8 persen.
Tarif baru yang diterapkan Trump cukup bikin industri merinding. Mulai Sabtu ini, tarif 25 persen akan dikenakan pada impor dari Kanada dan Meksiko, sementara barang dari China dikenakan tarif 10 persen. Gedung Putih pun tak memberikan kejelasan apakah ada pengecualian dalam kebijakan ini. Jika tidak, harga barang-barang impor di AS berpotensi langsung naik dan membebani konsumen.
Tak heran jika aksi jual besar-besaran terjadi. Sekitar 75 persen saham di S&P 500 melemah, dengan sektor teknologi dan energi menjadi penyumbang terbesar dalam kejatuhan ini.
“Kalau Trump bilang tarif ini bisa berlaku besok, ya investor jadi panik karena ruang untuk berspekulasi makin sempit,” ujar Kepala Strategi Investasi di CFRA, Sam Stovall. “Banyak ketidakpastian yang bikin pasar makin defensif.”
Sebelum pengumuman tarif, Wall Street sebenarnya mulai meredakan kekhawatiran soal apakah gelombang investasi untuk kecerdasan buatan (AI) benar-benar diperlukan sebanyak yang diperkirakan sebelumnya.
Apple yang sebelumnya memimpin penguatan malah berbalik arah dan anjlok 0,7 persen. Padahal, raksasa teknologi ini baru saja melaporkan laba kuartal yang lebih tinggi dari ekspektasi analis. Meski penjualan iPhone turun, pendapatan dari bisnis layanan seperti AppleCare dan App Store justru mencetak rekor.
Saham KLA, pemasok industri elektronik, sempat naik setelah laporan laba dan pendapatan mereka melampaui ekspektasi analis. Tapi, sahamnya justru berakhir melemah 0,6 persen. Pada Senin sebelumnya, saham KLA sudah ambruk 6,3 persen setelah muncul kabar dari Tiongkok. Perusahaan AI baru bernama DeepSeek mengklaim telah mengembangkan model bahasa besar (large language model) sekelas OpenAI, tanpa perlu menggunakan chip paling canggih.
Kabar dari DeepSeek ini mengguncang industri AI global, memicu aksi jual saham teknologi, termasuk Nvidia—sang raja chip AI—yang anjlok 3,7 persen pada perdagangan Jumat dan total 15,8 persen dalam sepekan. CEO Nvidia, Jensen Huang, bahkan dikabarkan bertemu dengan Trump di Washington untuk membahas masa depan industri AI.
Di pasar obligasi, kekhawatiran bahwa tarif bisa memicu inflasi membuat imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik menjadi 4,54 persen dari sebelumnya 4,52 persen.
“Biasanya, obligasi jadi tempat aman saat ketidakpastian ekonomi, tapi kali ini tarif yang tinggi bisa memperburuk inflasi. Ini bisa bikin The Fed menahan suku bunga lebih lama atau bahkan menaikkannya kembali,” kata Stovall.
Sementara itu, imbal hasil obligasi jangka pendek AS justru cenderung turun. Pasar obligasi secara umum terus naik sejak September lalu, seiring dengan ekonomi AS yang lebih kuat dari ekspektasi para ekonom.
The Federal Reserve baru saja menyelesaikan pertemuannya Rabu lalu dan memutuskan untuk menahan suku bunga acuan. Bank sentral AS kini cenderung lebih berhati-hati, menunggu dampak kebijakan Trump terhadap inflasi dan ekonomi secara keseluruhan.
“Pasar saat ini sedang waspada melihat bagaimana Trump akan menaikkan tarif dan memperketat kebijakan imigrasi, karena kedua faktor ini bisa menekan The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama,” ujar Kepala Ekonom Comerica Bank, Bill Adams.
Walgreens Boots Alliance juga bikin heboh setelah sahamnya anjlok 10,3 persen. Perusahaan farmasi ritel ini memutuskan untuk menangguhkan dividen—menghentikan tradisi pembayaran dividen kuartalan yang sudah bertahan lebih dari 90 tahun.
Tak hanya Walgreens, raksasa energi Exxon Mobil juga ikut melemah 2,5 persen, meskipun laba kuartal keempatnya lebih tinggi dari ekspektasi analis. Exxon mencatat peningkatan produksi di ladang minyak Permian, AS dan Guyana sebagai faktor utama kenaikan labanya. Tapi sayangnya, pendapatan totalnya masih di bawah ekspektasi pasar, membuat sahamnya tetap tertekan.
Secara keseluruhan, S&P 500 harus rela kehilangan 30,64 poin ke level 6.040,53. Dow Jones lebih parah, terjun bebas 337,47 poin ke 44.544,66. Sementara Nasdaq ikut terseret, turun 54,31 poin dan ditutup di 19.627,44.
Di luar AS, bursa saham global mencatat hasil yang bervariasi. Pasar Eropa berakhir dengan pergerakan campuran, setelah sebelumnya indeks di Asia juga mengalami hal serupa.
Di Jepang, Nikkei 225 menguat tipis 0,1 persen, didorong laporan yang menunjukkan inflasi inti Jepang melampaui target 2 persen Bank Sentral Jepang (BoJ). Angka ini semakin membuka peluang kenaikan suku bunga di masa mendatang.
Sementara itu, Kospi Korea Selatan justru melemah 0,8 persen setelah pasar kembali dibuka usai libur panjang. Di sisi lain, perdagangan di Hong Kong dan Shanghai masih tutup merayakan Tahun Baru Imlek.(*)