KABARBURSA.COM - Sedang mengejar dana segar senilai USD1 miliar dari kredit hijau, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk atau TPIA, saat ini sedang mengalami penguatan signifikan dalam perdagangan Jumat, 31 Januari 2025.
Hingga siang tadi, sahan ditutup di level Rp7.300, naik 4,29 persen dibandingkan sesi sebelumnya. Meskipun menunjukkan tanda-tanda pemulihan, tren jangka panjang saham ini masih berada dalam tekanan bearish. Ini tercermin dari posisinya yang masih berada di bawah rata-rata pergerakan 100 hari (MA100) dan 200 hari (MA200).
Dari sisi teknikal, saham TPIA mencoba rebound setelah mencapai level support kuat di Rp6.275, sesuai dengan analisis Fibonacci Retracement. Jika momentum positif ini berlanjut, target harga berikutnya berada di kisaran Rp7.775 dan Rp8.745.
Namun, area resistance ini perlu diperhatikan, karena potensi aksi ambil untung bisa membatasi kenaikan lebih lanjut.
Bagi investor yang ingin mengambil posisi, strategi buy on weakness dapat diterapkan pada rentang harga Rp6.900 hingga Rp7.300. Level ini dianggap sebagai area akumulasi yang menarik dengan potensi kenaikan lebih lanjut.
Namun, manajemen risiko tetap menjadi kunci, dengan level cut loss di Rp6.900 sebagai batas pertama dan Rp6.275 sebagai batas terakhir jika harga kembali melemah.
Pergerakan Saham TPIA
Dengan kondisi pasar yang dinamis, pergerakan saham TPIA masih perlu dipantau, terutama dalam menghadapi tekanan eksternal yang dapat mempengaruhi sektor petrokimia. Saham perusahaan diketahui mengalami kenaikan sebesar 1,43 persen.
Saham ditutup di level Rp7.100 setelah sempat menyentuh harga tertinggi Rp7.650 dan level terendah Rp6.950. Volume perdagangan tercatat cukup besar dengan nilai transaksi mencapai Rp302,2 miliar, mencerminkan minat pasar yang masih tinggi terhadap saham ini.
Dalam jangka pendek, harga saham TPIA menunjukkan pemulihan tipis dengan return satu minggu sebesar 1,07 persen. Namun, dalam satu bulan terakhir, saham ini masih terkoreksi 5,33 persen, sementara dalam tiga bulan terakhir turun signifikan sebesar 18,86 persen.
Koreksi yang lebih dalam terlihat dalam rentang enam bulan, dengan penurunan mencapai 26,42 persen.
Meski begitu, jika dilihat dari perspektif jangka panjang, saham TPIA tetap memberikan imbal hasil yang luar biasa. Dalam satu tahun terakhir, harga sahamnya meningkat 31,48 persen, sementara dalam tiga dan lima tahun terakhir masing-masing mencatat kenaikan 221,85 persen dan 256,60 persen.
Lebih impresif lagi, dalam satu dekade terakhir, saham ini melonjak hingga 5.120,59 persen, menunjukkan fundamental bisnis yang kuat serta prospek pertumbuhan yang solid di industri petrokimia.
Saat ini, harga saham TPIA masih berada jauh di bawah level tertinggi 52 minggu di Rp11.225, namun sudah mengalami kenaikan signifikan dari level terendahnya di Rp4.000.
Pergerakan harga ini mencerminkan volatilitas yang cukup tinggi, yang bisa menjadi peluang bagi investor jangka panjang maupun trader jangka pendek.
Selain itu, perusahaan petrokimia milik konglomerat Prajogo Pangestu, bersama mitranya Glencore plc, dikabarkan tengah menjajaki opsi pendanaan besar untuk memperkuat ekspansi bisnisnya.
Melalui usaha patungan mereka, CAPGC, kedua perusahaan dikabarkan sedang mengupayakan pinjaman sindikasi berkelanjutan senilai USD1 miliar. Menurut laporan Bloomberg, DBS Bank Ltd. dan Oversea-Chinese Banking Corp. dipercaya sebagai pengatur utama fasilitas pinjaman dengan tenor rata-rata 6,3 tahun.
Aster Chemicals & Energy, entitas dalam CAPGC yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Chandra Asri Group dan sisanya oleh Glencore, disebut-sebut akan menjadi peminjam utama. Sumber yang mengetahui transaksi ini menyatakan bahwa margin bunga pinjaman ditetapkan sebesar 188 basis poin di atas secured overnight financing rate (SOFR).
Dana yang diperoleh dari fasilitas ini rencananya akan digunakan untuk keperluan korporasi secara umum.
Kabar mengenai pinjaman hijau ini muncul di tengah proses akuisisi bisnis kilang Shell di Singapura yang sedang berlangsung. Sejak Mei 2024, CAPGC telah mencapai kesepakatan untuk mengambil alih Shell Energy and Chemicals Park Singapore (SECP).
Akuisisi ini mencakup kilang minyak berkapasitas pemrosesan 237.000 barel per hari, ethylene cracker dengan kapasitas produksi 1,1 juta metrik ton per tahun di Pulau Bukom, serta berbagai aset kimia hilir di Pulau Jurong.
Presiden Direktur dan CEO Chandra Asri Group Erwin Ciputra, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dalam memperkuat posisinya sebagai pemain utama di industri kimia dan infrastruktur di Asia Tenggara.
Ia menambahkan bahwa kemitraan dengan Glencore serta integrasi talenta dari SECP akan menjadi nilai tambah yang signifikan bagi bisnis mereka.(*)
Disclaimer: Artikel ini bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Segala rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis dari sekuritas yang bersangkutan, sehingga KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor. Pelajari dengan teliti sebelum membeli/menjual saham.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.