Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Begini Pemicu Saham Teknologi Anjlok di Wall Street

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 31 January 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Redaksi
Begini Pemicu Saham Teknologi Anjlok di Wall Street

KABARBURSA.COM - Pengamat Pasar Modal, Ibrahim Assuaibi, menilai adanya tekanan di saham-saham berbasis teknologi seiring kondisi ini tidak lepas dari dampak perang dagang yang akan resmi dimulai pada 1 Februari 2025 antara Amerika Serikat dengan China, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko.

Menurut Ibrahim, salah satu pemicu utama anjloknya saham-saham teknologi adalah masuknya teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) dari China dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi dari Amerika dan Eropa. “Chip buatan China yang lebih murah membuat saham-saham berbasis teknologi di berbagai belahan dunia mengalami tekanan, termasuk di Indonesia," kata Ibrahim saat dihubungi Kabarbursa.com di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.

Dampak dari kondisi ini pun turut dirasakan di berbagai indeks global. Pasar saham di Amerika, Eropa, hingga Asia, termasuk Indonesia, ikut memerah akibat kekhawatiran investor terhadap dampak perang dagang terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Lebih lanjut, Ibrahim menjelaskan bahwa sektor yang kemungkinan akan tetap stabil di tengah gejolak perang dagang adalah sektor konsumsi dan properti. “Saham berbasis konsumsi, terutama perusahaan makanan, masih cukup kuat menghadapi situasi ini. Begitu juga dengan properti yang mulai menunjukkan tanda-tanda menggeliat,” ucap dia.

Di sisi lain, proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang ditetapkan oleh berbagai lembaga keuangan dunia juga menjadi sorotan. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 3,3 persen, sementara Kementerian Keuangan menargetkan 5,2 persen, Bank Indonesia di kisaran 4,8 hingga 5,1 persen, dan Presiden Prabowo memperkirakan mencapai 8 persen. Perbedaan angka itu diklaim semakin memperkeruh ketidakpastian pasar.

Dilansir dari perdagangan saham Stockbit pada Jumat, 31 Januari 2025 pada perdagangan hari ini pukul 13.28 WIB, sektor teknologi IDXTECHNO mengalami tekanan, dengan sejumlah saham mencatatkan penurunan signifikan.

Salah satu saham yang mengalami penurunan tajam adalah PT. Hensel Davest Indonesia Tbk ATAU HDIT, yang turun 2 poin atau 8 persen.

Perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan solusi software, PT Wir Asia Tbk atau WIRG juga mencatatkan penurunan, turun 4 poin atau 3,51 persen.

Saham perusahaan Elang Mahkota Teknologi atau dalam kode saham EMTK tercatat turun 10 poin atau 1,74 persen, mengindikasikan adanya pelarian investor setelah beberapa waktu mengalami tren kenaikan. PT Sentral Mitra Informatika Tbk atau LUCK turut mengalami penurunan 1 poin atau 1,45 persen, meskipun penurunan tersebut relatif terbatas.

PT Metrodata Electronics Tbk atau MTDL juga mengalami penurunan, dengan harga saham turun 5 poin atau 0,87 persen. Begitu juga dengan PT Sumber Sinergi Makmur Tbk atau dalam kode saham IOTF yang turun 1 poin atau 0,84 persen, mencatatkan koreksi meskipun tetap berada dalam range yang tidak terlalu besar.

PT Anabatic Technologies atau ATIC mencatatkan penurunan 2 poin atau 0,50 persen, sementara PT Indointernet Tbk atau EDGE, meskipun mengalami penurunan, hanya turun 10 poin atau 0,26 persen.

Indeks Saham Utama

Setelah sehari sebelumnya babak belur, saham teknologi kembali menguasai Wall Street pada Selasa waktu Amerika atau Rabu, 29 Januari 2025 dini hari WIB. Capaian ini membuat indeks saham utama di AS melaju kencang.

Dilansir dari AP di Jakarta, 29 Januari 2025, indeks S&P 500 naik 0,9 persen atau menutup lebih dari setengah kerugian yang diderita sehari sebelumnya. Dow Jones Industrial Average ikut menguat dengan tambahan 136 poin atau 0,3 persen, sementara Nasdaq Composite melesat 2 persen setelah sehari sebelumnya anjlok 3,1 persen.

Yang paling jadi sorotan adalah Nvidia, perusahaan yang selama ini jadi simbol kegilaan pasar terhadap AI. Sahamnya sempat terjun bebas hampir 17 persen sehari sebelumnya—penurunan terburuk sejak crash akibat COVID-19 tahun 2020. Namun, kali ini Nvidia bangkit lagi dengan kenaikan 8,8 persen. Saham teknologi lain yang berkaitan dengan AI juga mulai stabil, seperti Broadcom yang naik 2,6 persen dan Constellation Energy yang bertambah 1,4 persen setelah sehari sebelumnya anjlok hampir 21 persen.

Tapi ada satu faktor baru yang membuat euforia AI sedikit goyah. DeepSeek, perusahaan asal China, mengklaim telah mengembangkan model AI yang bisa menyaingi raksasa AI asal AS dengan biaya jauh lebih murah. Jika benar, hal ini bisa berarti bahwa belanja besar-besaran untuk chip AI dan infrastruktur data center tidak akan sebesar yang sebelumnya diperkirakan.

Saham-saham berbasis AI memang menjadi primadona Wall Street dalam beberapa tahun terakhir. Tren angkanya naik gila-gilaan karena ekspektasi bahwa belanja teknologi ini akan terus meningkat. Namun, muncul pertanyaan, apakah valuasi mereka sudah terlalu tinggi dan naik terlalu cepat?

Ekonom senior di BNP Paribas, James Egelhof, menilai dampak teknologi AI murah ini belum tentu negatif bagi pasar. Menurutnya, jika biaya menggunakan AI semakin rendah, adopsinya justru bisa lebih cepat. “Ini bisa mempercepat investasi di software AI, yang mungkin bisa menutupi atau bahkan melampaui perlambatan investasi di data center dan perangkat keras,” katanya.

Di luar sektor teknologi, saham-saham lain bergerak dengan dinamika yang cukup beragam. Royal Caribbean mencetak kenaikan 12 persen setelah melaporkan laba kuartal IV 2024 yang lebih tinggi dari ekspektasi analis. Perusahaan kapal pesiar itu diuntungkan oleh lonjakan pemesanan tiket yang dilakukan mendadak atau lebih dekat dengan waktu keberangkatan. Mereka juga memberikan proyeksi laba untuk kuartal pertama 2025 yang lebih tinggi dari perkiraan pasar.

Sementara itu, JetBlue Airways justru anjlok 25,7 persen, meskipun kerugian kuartalannya ternyata lebih kecil dari yang diprediksi analis. Penyebabnya? Perusahaan memproyeksikan biaya operasional di luar bahan bakar akan naik lebih cepat dibanding pertumbuhan pendapatan, membuat investor langsung bereaksi negatif.(*)