KABARBURSA.COM - Kurs rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan Kamis, 30 Januari 2025, seiring dengan optimisme terhadap perekonomian Amerika Serikat yang disampaikan oleh Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.242 per dolar AS pada pukul 09.26 WIB, turun 22 poin atau 0,14 persen dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp16.220 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini dipicu oleh pernyataan The Fed usai rapat Federal Open Market Committee (FOMC) periode Januari 2025. Bank sentral AS mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25 persen – 4,50 persen setelah sebelumnya memangkas suku bunga sebesar satu poin persentase pada akhir 2024.
Ketua The Fed Jerome Powell, menegaskan bahwa inflasi AS masih cukup tinggi, meskipun telah menunjukkan tren penurunan menuju target 2 persen. Powell juga menyoroti kondisi ketenagakerjaan yang tetap stabil dengan tingkat pengangguran yang rendah.
Dengan perekonomian AS yang masih kuat dan kebijakan moneter yang lebih longgar dibandingkan sebelumnya, The Fed menyiratkan bahwa mereka tidak akan terburu-buru untuk melakukan penyesuaian kebijakan lebih lanjut. Hal ini mengubah ekspektasi pasar terkait pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini, yang sebelumnya diprediksi akan lebih agresif.
Di sisi lain, kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh mantan Presiden Donald Trump juga menjadi faktor yang dapat mendorong inflasi di AS. Kenaikan tarif dapat menyebabkan harga barang konsumsi impor naik, sehingga mendorong inflasi dan memperkuat posisi dolar AS di pasar global.
Dalam kondisi ini, analis pasar keuangan Ariston Tjendra memperkirakan dolar AS berpotensi menguat lebih lanjut terhadap rupiah. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah berpeluang bergerak di kisaran Rp16.250–Rp16.280 per dolar AS, dengan level support di Rp16.200 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini mencerminkan ketidakpastian di pasar keuangan global, di mana para pelaku pasar terus mencermati kebijakan moneter AS dan dampaknya terhadap arus modal di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ke depan, pergerakan rupiah akan sangat bergantung pada kebijakan The Fed serta perkembangan data ekonomi global, terutama terkait inflasi dan suku bunga di Amerika Serikat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah sebesar 38 poin atau turun 0,54 persen ke level 7,127 pada perdagangan Kamis, 30 Januari 2025.
Pada pembukaan pagi ini, sebanyak 156 saham terpantau berada di zona hijau, 117 saham melemah, dan 288 sahan mengalami stagnan.
Sementara merujuk data perdagangan Stockbit, MITI (26,00 persen) berada di posisi teratas jajaran top gainer. Peringkat kedua terdapat LINK (24,68 persen), diikuti CBUT (21,21 persen), LION (17,42 persen), dan NOBU (15,38 persen).
Adapun dari sisi top loser, WIDI (-6,25 persen) terpantau menjadi saham yang terkoreksi paling dalam di pembukaan pagi ini. RCCC (-5,06 persen) ada di posisi kedua, diikuti DGNS (-4,26 persen), BBSI (-3,60 persen), dan POLU (-3,56 persen).
Sementara itu, pasar saham Asia memulai perdagangan dengan pergerakan yang bervariasi, di tengah upaya keluar dari tekanan penurunan yang terjadi di Wall Street pada sesi sebelumnya. Keputusan Federal Reserve Amerika Serikat (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga sesuai ekspektasi pasar memberikan sedikit petunjuk mengenai arah kebijakan moneter tahun ini, tetapi belum cukup untuk meredakan ketidakpastian investor.
Sebagian besar bursa saham utama di Asia masih tutup dalam rangka perayaan Tahun Baru Imlek, termasuk pasar saham di Korea Selatan, Hong Kong, China, dan Taiwan. Sementara itu, indeks saham di kawasan yang tetap beroperasi menunjukkan pergerakan yang beragam.
Bursa Australia mencatatkan awal yang positif, dengan indeks ASX 200 naik 0,36 persen saat pembukaan dan berlanjut menguat 0,38 persen atau 32 poin ke level 8.479 pada pukul 08.15 WIB. Kenaikan ini mencerminkan optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik dan kinerja sektor saham unggulan.
Di Jepang, pergerakan indeks lebih cenderung datar. Indeks Nikkei 225 melemah 0,27 persen atau turun 104,79 poin ke posisi 39.309,99, sementara indeks Topix juga bergerak dalam rentang yang sempit. Pergerakan ini mencerminkan kehati-hatian investor dalam menyikapi kebijakan The Fed serta dampak kondisi global terhadap ekonomi Jepang.
Sementara itu, pasar saham Indonesia bersiap untuk kembali dibuka setelah libur panjang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menguat setelah sebelumnya ditutup melemah 0,92 persen ke level 7.166 pada akhir pekan lalu. Pergerakan ETF saham Indonesia, iShares MSCI Indonesia ETF (EIDO), di New York Stock Exchange yang hanya turun tipis 0,05 persen ke USD18,49 menunjukkan bahwa tekanan jual terhadap aset Indonesia relatif terbatas.
Secara keseluruhan, bursa saham Asia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk arah kebijakan suku bunga The Fed dan dampaknya terhadap likuiditas global. Namun, dengan meredanya tekanan jual di pasar global dan optimisme terhadap pemulihan ekonomi di beberapa kawasan, investor masih memiliki peluang untuk melihat pergerakan positif di pasar saham regional dalam waktu dekat.(*)