Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Profil Arkora Hydro: Fokus Pembangkit Listrik Tenaga Air

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 29 January 2025 | Penulis: Desty Luthfiani | Editor: Redaksi
Profil Arkora Hydro: Fokus Pembangkit Listrik Tenaga Air

KABARBURSA.COM - PT Arkora Hydro Tbk, didirikan di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini masuk menjadi salah satu emiten yang berkontribusi dalam perdagangan karbon.

Dilansir dari website resminya arkora-hydro.com, pada Rabu, 29 Januari 2025, perusahaan ini berfokus pada pengembangan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air di seluruh Indonesia. Dia memiliki tujuan mempercepat perkembangan energi terbarukan melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air tipe aliran sungai langsung atau run of river, terutama di daerah terpencil dengan permintaan listrik stabil namun pasokan yang tidak mencukupi.

Pada 8 Juli 2022, Arkora Hydro resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham ARKO. Dalam perdagangan perdana di pasar sekunder, saham perusahaan dibuka pada harga Rp300 per lembar, sesuai dengan harga penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO).

Perusahaan ini juga telah memiliki beberapa proyek pembangkit listrik tenaga air yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Proyek-proyek tersebut antara lain: Cikopo MHPP terletak di Jawa Barat, sudah beroperasi. Kemudian ada Tomasa MHPP berlokasi di Sulawesi Tengah, sudah beroperasi. Ada juga Yaentu MHPP juga berada di Sulawesi Tengah, sudah beroperasi. Selanjutnya Kukusan 2 MHPP berada di Lampung, saat ini dalam tahap konstruksi.

Pada triwulan kedua tahun 2020, investasi di tenaga terbarukan mencapai USD69,9 miliar. Sementara itu, berdasarkan data BloombergNEF, total kapasitas energi hijau yang terpasang pada akhir 2020 mencapai lebih dari 2.600 gigawatt, mencakup tenaga surya, angin, air, dan panas bumi, atau sekitar 38 persen dari total global.

ARKO terus menggenjot ekspansi investasinya dalam pengembangan energi hijau. Dengan semakin meningkatnya permintaan energi global, yang diperkirakan tumbuh hampir 50 persen pada tahun 2050.

Sementara saat ini, dunia terus bergerak menuju target ambisius, dengan proyeksi bahwa pada tahun 2030, lebih dari 55 persen energi yang digunakan berasal dari sumber terbarukan, dan meningkat menjadi 74 persen pada tahun 2050.

Bagimana kinerja keuangannya

Pendapatan ARKO dalam 12 bulan terakhir (TTM) mencapai Rp200 miliar, meningkat signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Namun, laba bersih mengalami tekanan dengan total Rp34 miliar, turun 20,47 persen secara tahunan. Margin laba kotor tercatat 53,98 persen, mencerminkan efisiensi dalam biaya produksi.

Dari sisi valuasi, ARKO memiliki price to earnings ratio (TTM) yang relatif tinggi di angka 86,61, menunjukkan valuasi saham yang premium dibandingkan dengan rata-rata pasar (IHSG PE Ratio TTM 7,83). Rasio harga terhadap nilai buku mencapai 6,35, menandakan bahwa saham diperdagangkan dengan harga lebih tinggi dari aset bersihnya.

Posisi likuiditas dengan rasio lancar dan rasio cepat masing-masing di angka 2,24. Namun, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio berada di angka 0,72, yang masih dalam batas wajar tetapi menunjukkan ketergantungan terhadap pendanaan eksternal.

Total utang perusahaan mencapai Rp337 miliar, dengan kas dan setara kas sebesar Rp36 miliar, menghasilkan posisi utang bersih sebesar Rp301 miliar. Dengan financial leverage sebesar 2,73, perusahaan masih memiliki ruang untuk mengoptimalkan penggunaan aset dalam menghasilkan keuntungan.

ARKO mencatat return on equity (ROE) sebesar 7,34 persen dan return on assets (ROA) 2,69 persen, Sementara itu, return on invested capital (ROIC) mencapai 4,21 persen.

Di sisi manajemen utang, interest coverage ratio hanya 0,92, yang menunjukkan bahwa laba operasional belum sepenuhnya mencukupi untuk menutup biaya bunga utang, sehingga perusahaan perlu mengelola keuangan dengan lebih hati-hati agar tetap sehat secara finansial.

Arus kas dari aktivitas operasi dalam 12 bulan terakhir berada di angka negatif Rp69 miliar. Selain itu, arus kas dari investasi juga mencatat minus Rp55 miliar. Namun, perusahaan mendapatkan tambahan kas dari aktivitas pendanaan sebesar Rp87 miliar.

Pilihan Pembiayaan Bagi Perusahaan Energi

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, menilai pasar modal dapat menjadi pilihan pembiayaan bagi perusahaan energi terbarukan. Menurutnya, pendanaan ini krusial dalam mereformasi kebijakan ketenagalistrikan dan mendukung pembiayaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk mempercepat transisi energi bersih.

Pengembangan energi terbarukan di Indonesia umumnya dimulai dari tenaga air dan panas bumi. Namun, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) memerlukan dana besar yang sebagian besar berasal dari investasi asing.

Namun, menurut Fabby, energi terbarukan kini juga berkembang di sektor lain, seperti biogas, biomassa, surya, dan bayu. Ia mencatat banyak perusahaan dalam negeri yang mulai mengembangkan pembangkit energi terbarukan skala kecil, termasuk surya, mikrohidro, minihidro, biogas, dan biomassa.(*)