Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rencana Dilepas Axiata Group, Saham LINK Langsung Meroket

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 29 January 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Rencana Dilepas Axiata Group, Saham LINK Langsung Meroket

KABARBURSA.COM - Industri telekomunikasi Indonesia kembali bergemuruh setelah kabar mengejutkan datang dari Axiata Group Berhad, perusahaan asal Malaysia yang menjadi induk PT XL Axiata Tbk (EXCL). Axiata dikabarkan tengah berencana melepas kepemilikannya di PT Link Net Tbk (LINK) dengan potensi nilai transaksi fantastis sebesar Rp16 triliun.

Informasi ini pertama kali mencuat melalui publikasi media Deal Street Asia. Media tersebut menulis Axiata sedang menjajaki divestasi kepemilikannya di salah satu pemain penting sektor telekomunikasi Indonesia tersebut.

Manajemen Link Net merespons kabar ini dengan penegasan bahwa mereka mengetahui adanya upaya penjajakan investor potensial oleh pemegang saham perusahaan. Namun demikian, hingga saat ini, perseroan menyatakan belum menerima informasi resmi atau rincian lebih lanjut mengenai proses tersebut.

“Kami mengetahui adanya proses penjajakan pemegang saham untuk mengakses investor potensial. Namun, belum ada informasi signifikan atau material yang diterima perseroan yang dapat memengaruhi kelangsungan usaha atau harga saham LINK,” jelas manajemen melalui keterbukaan informasi pada Rabu, 22 Januari 2025.

Meski belum ada kejelasan resmi terkait rencana tersebut, rumor ini sukses memanaskan pasar saham. Saham LINK melonjak hingga 24,92 persen hanya dalam satu hari setelah kabar beredar. Dalam sepekan terakhir, nilai sahamnya melesat 54,58 persen, sementara selama satu bulan terakhir telah mencatat pertumbuhan impresif sebesar 57,20 persen.

Lonjakan ini menjadi cerminan dari antusiasme pelaku pasar terhadap potensi perubahan kepemilikan Link Net, yang dinilai dapat membawa dampak strategis di sektor telekomunikasi.

Kisah akuisisi Link Net oleh konsorsium Axiata Group Berhad dan XL Axiata dimulai pada tahun 2022. Saat itu, mereka membeli 66,03 persen saham Link Net dari pemilik sebelumnya, Asia Link Dewa dan PT First Media Tbk. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi Axiata untuk memperkuat posisi mereka di pasar Indonesia dengan mengintegrasikan layanan broadband tetap (fixed broadband) Link Net ke dalam layanan seluler XL Axiata.

Kombinasi ini bertujuan menciptakan sinergi yang diharapkan mampu memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik sekaligus meningkatkan efisiensi operasional.

Namun, kabar rencana divestasi saham Link Net menimbulkan tanda tanya besar, apa yang sebenarnya mendorong Axiata untuk mempertimbangkan langkah ini?

Pengamat industri berspekulasi bahwa hal ini mungkin berkaitan dengan fokus strategis Axiata untuk memperkuat portofolio bisnis intinya atau memperoleh likuiditas guna mendukung ekspansi di area lain. Meski begitu, pihak Axiata maupun XL Axiata belum memberikan komentar resmi mengenai isu ini.

Jika divestasi ini benar terjadi, perubahan kepemilikan Link Net berpotensi membuka peluang baru di industri telekomunikasi Indonesia. Pemain lain di sektor ini, termasuk perusahaan teknologi dan investor global, mungkin tertarik mengambil alih kepemilikan Axiata. Perubahan ini berpotensi memperkenalkan dinamika baru di pasar, baik dari sisi kompetisi maupun pengembangan inovasi layanan.

Ke depan, para pelaku pasar akan terus mencermati perkembangan kabar ini, mengingat dampaknya tidak hanya pada kinerja saham LINK, tetapi juga pada ekosistem telekomunikasi nasional. Bagi Axiata, langkah ini mungkin akan menentukan arah baru dalam perjalanan bisnisnya di Indonesia.

Sementara bagi Link Net, siapa pun yang nantinya menjadi pemegang saham mayoritas diharapkan dapat memberikan kontribusi strategis untuk memperkuat posisinya di tengah persaingan yang semakin ketat.

Terjebak dalam Tekanan Keuangan

Dalam laporan keuangannya, PT Link Net Tbk (LINK) tengah menghadapi tekanan yang semakin berat setelah mencatatkan kerugian bersih yang melonjak signifikan hingga Rp801,54 miliar pada kuartal III/2024. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 192,52 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana kerugian hanya sebesar Rp274,01 miliar.

Lonjakan ini turut berdampak pada rugi per saham dasar yang membengkak menjadi Rp291 per saham, naik drastis dari sebelumnya Rp100 per saham.

Salah satu penyebab utama memburuknya kinerja keuangan Link Net adalah penurunan pendapatan usaha yang menyusut 14,41 persen secara tahunan (yoy), dari Rp1,92 triliun menjadi Rp1,64 triliun. Segmen TV kabel residensial masih menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi sebesar Rp929,62 miliar, sementara layanan internet broadband menghasilkan Rp586,47 miliar.

Sayangnya, pendapatan yang melemah ini tidak mampu menutupi besarnya beban operasional yang terus membengkak. Setelah memperhitungkan biaya operasional, penyusutan, serta berbagai pengeluaran langsung lainnya, perusahaan harus menanggung kerugian operasional dari operasi yang dilanjutkan sebesar Rp1,29 triliun. Bahkan, sebelum pajak, total kerugian Link Net mencapai Rp1,37 triliun pada periode tersebut.

Di tengah tekanan yang dihadapi, struktur keuangan perusahaan masih mencatat beberapa perkembangan positif. Total aset Link Net meningkat sebesar 21,25 persen secara year-to-date (ytd), mencapai Rp15,32 triliun.

Namun, kenaikan ini diiringi dengan meningkatnya total liabilitas sebesar 19,40 persen menjadi Rp9,93 triliun. Di sisi lain, ekuitas juga mengalami pertumbuhan sebesar 24,82 persen menjadi Rp5,39 triliun.

Salah satu pencapaian positif yang cukup mengejutkan adalah pertumbuhan kas yang signifikan. Posisi kas perusahaan melonjak hampir sepuluh kali lipat, dari hanya Rp236,82 miliar di awal tahun menjadi Rp2,36 triliun pada September 2024.

Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh penerimaan kas dari pelepasan bisnis kepada entitas sepengendali serta tambahan pinjaman bank yang mencapai Rp1,2 triliun.

Meskipun menghadapi tantangan berat dengan peningkatan kerugian yang tajam, Link Net tampaknya mulai mengatur ulang strateginya untuk bertahan di tengah ketidakpastian industri telekomunikasi. Dengan permodalan yang diperkuat melalui peningkatan kas dan ekuitas, perusahaan berpotensi menemukan celah untuk kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih stabil.

Namun, tantangan utama yang masih harus diatasi adalah bagaimana mengendalikan tekanan biaya operasional dan mengembangkan strategi bisnis yang lebih efisien agar tidak semakin terperosok ke dalam kondisi keuangan yang lebih sulit.(*)