Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekspor Senjata AS Naik 29 Persen di 2024, Pecah Rekor Rp5.000 Triliun

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 25 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Ekspor Senjata AS Naik 29 Persen di 2024, Pecah Rekor Rp5.000 Triliun

KABARBURSA.COM - Ekspor senjata Amerika Serikat (AS) ke pemerintah asing mencapai rekor baru di 2024 dengan nilai USD318,7 miliar (sekitar Rp5.099 triliun), naik 29 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Laporan ini dirilis Departemen Luar Negeri AS pada Jumat, 24 Januari 2025. Rekor ini menunjukkan lonjakan permintaan senjata, terutama untuk mengganti stok yang dikirim ke Ukraina dan mempersiapkan kemungkinan konflik besar.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, 25 Januari 2025, angka-angka ini menjadi sinyal kuat bagi perusahaan pembuat senjata AS seperti Lockheed Martin, General Dynamics, dan Northrop Grumman, yang diperkirakan akan semakin diuntungkan oleh ketidakstabilan global. Saham mereka diprediksi terus naik seiring permintaan yang kian melonjak.

Saat kampanye presiden, Donald Trump menyatakan sekutu AS harus meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka. Trump bahkan mendorong anggota NATO untuk mengalokasikan 5 persen dari produk domestik bruto (PDB) mereka untuk pertahanan—sebuah target ambisius yang jauh melampaui standar 2 persen saat ini dan belum dicapai oleh negara mana pun, termasuk AS sendiri.

Permintaan Global yang Melonjak

Invasi Rusia ke Ukraina telah memicu peningkatan besar-besaran dalam permintaan senjata. Kementerian pertahanan di berbagai negara kini berlomba memesan senjata untuk memperkuat inventaris mereka, sementara AS juga sibuk mengisi ulang stok persenjataan yang telah dikirim ke Kyiv.

Menurut Departemen Luar Negeri AS, penjualan senjata dan transfer alat militer bukan hanya soal bisnis, tetapi juga merupakan “alat penting dalam kebijakan luar negeri AS yang memiliki implikasi jangka panjang bagi keamanan regional dan global.”

Di 2024, beberapa transaksi besar telah disetujui, seperti penjualan jet tempur F-16 dan upgrade senilai USD23 miliar (sekitar Rp368 triliun) ke Turki, F-15 senilai USD18,8 miliar (sekitar Rp300,8 triliun) ke Israel, dan tank M1A2 Abrams senilai USD2,5 miliar (sekitar Rp40 triliun) ke Rumania.

Pesanan yang disetujui selama 2024 ini menambah daftar tunggu panjang bagi produsen senjata AS. Order mencakup ratusan ribu amunisi artileri, ratusan rudal pencegat Patriot, serta lonjakan permintaan kendaraan lapis baja yang akan menopang kinerja mereka dalam beberapa kuartal mendatang.

Ada dua jalur utama bagi pemerintah asing untuk membeli senjata dari AS, yakni melalui direct commercial sales (penjualan langsung yang dinegosiasikan dengan perusahaan), atau foreign military sales (pembelian melalui pemerintah AS). Keduanya memerlukan persetujuan pemerintah AS.

Penjualan langsung oleh perusahaan AS meningkat menjadi USD200,8 miliar (sekitar Rp3.212 triliun) pada tahun fiskal 2024, dibandingkan USD157,5 miliar (sekitar Rp2.520 triliun) pada 2023. Sementara itu, penjualan melalui pemerintah AS naik menjadi USD117,9 miliar (sekitar Rp1.886 triliun) dari USD80,9 miliar (sekitar Rp1.294 triliun) pada tahun sebelumnya.

Siapkan Tambahan Bantuan Senjata Rp8 Triliun untuk Ukraina

[caption id="attachment_23993" align="alignnone" width="400"]Tentara Ukraina Tentara Ukraina (Foto: Reuters)[/caption]

AS sebelumnya telah berencana memberikan tambahan senjata senilai USD500 juta (sekitar Rp8 triliun) kepada Ukraina dan akan langsung diambil dari stok persenjataan yang ada. Dilansir dari AP di Jakarta, dua sumber pejabat AS mengatakan langkah ini dilakukan pemerintahan mantan Presiden Joe Biden untuk memperkuat posisi Kyiv dalam negosiasi sebelum Donald Trump dilantik beberapa waktu lalu.

Pengumuman ini disampaikan saat kunjungan terakhir Menteri Pertahanan Lloyd Austin dalam pertemuan Grup Kontak Pertahanan Ukraina, sebuah konsorsium yang terdiri dari sekitar 50 negara mitra. Grup ini dibentuk Austin beberapa bulan setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, dengan tujuan mengoordinasikan dukungan senjata bagi Kyiv.

Pertemuan pada Kamis, 9 Januari 2025, itu menjadi pertemuan ke-25 sekaligus kemungkinan terakhir grup ini karena negara-negara peserta masih menunggu keputusan apakah grup ini akan dilanjutkan di bawah pemerintahan Trump.

“Kami akan fokus menjaga momentum, memberikan hasil nyata, dan mengirim pesan tegas: Komunitas internasional tetap teguh mendukung Ukraina,” kata Austin kepada wartawan yang mendampinginya dalam perjalanan tersebut.

Senjata yang akan diberikan ini didanai melalui presidential drawdown authority yang memungkinkan senjata langsung diambil dari stok AS. Seorang pejabat senior pertahanan mengatakan, tujuannya adalah agar amunisi tersebut bisa sampai ke Ukraina sebelum akhir bulan ini.

Hingga saat ini, AS telah memberikan bantuan senjata senilai USD66,5 miliar (sekitar Rp1.064 triliun) kepada Ukraina sejak invasi Rusia hampir tiga tahun lalu.

Namun, dengan dana yang tersisa kurang dari USD4 miliar (sekitar Rp64 triliun) dari alokasi yang telah disetujui oleh Kongres, sebagian besar dana tersebut diperkirakan akan dilimpahkan kepada pemerintahan Trump. Nantinya, keputusan untuk melanjutkan dukungan senjata akan berada di tangan presiden terpilih itu.(*)